pendapat om Kwaci, sebenarnya harus dipisahkan antara tempat ibadah dan tempat sejarah sebagai objek wisata.
kalau tempat ibadah dan dikelola oleh Sangha, dalam hal ini buddhism, tentunya seperti umat/pengunjung masuk ke vihara pada umumnya, gratis.
memang kalau sudah menjadi hak kelola sangha tidak memerlukan biaya? tentu saja tetap diperlukan biaya.
Dari mana biayanya? kami ndak bisa menjawab lebih jauh krn kami bukan dayaka vihara.
tapi bisa kita nalar, keuangan vihara berasal dari: sumbangan sukarela umat (donatur tetap ataupun tidak tetap) & pemda juga memiliki Andil dengan tempat peribadatan, walaupun jumlahnya kecil.
Bisa dibayangkan jika suatu vihara seluas Borobudur sekarang, pastilah banyak para samana yang berlatih disekitaran lingkungan tsb dan lingkungan sekitarnya akan terjaga dengan baik.
tapi kenyataan dilapangan menyatakan bahwa ini adalah tempat sejarah sebagai objek wisata, jadi perlu pengelolaan, singkat kata UUD.
sejak diketemukan sampai sekarang, adakah sangha yang memiliki kemampuan mengurus-nya ?
mengingat sangha di Indonesia mulai berdiri sekitar tahun 70'an, dengan keadaan seadanya.
Semua keuangan unt pengurusan dibiayai oleh pemerintah dan kami yakin (walau tidak melihat) ada dana dari yayasan int'l dibagian pendidikan & kebudayaan, UNESCO, untuk pelestarian candi brobudur.
boleh2 saja memiliki opini idealis tsb, kami ajukan pertanyaan yang simple sebagai umat buddha.
dengan melihat kodisi sekitaran candi yang bertebaran rupang sang buddha,
kalau Anda pada saat mengunjungi borobudur dan naik, apakah Anda melepas alas kaki ?
ini seperti halnya, Anda masuk ke dhammasala, apakah memakai alas kaki didalam ? selanjutnya terserah Anda.
kenyataannya di jadikan objek wisata dan sempat diancam di cabut statusnya sebagai warisan budaya oleh unesco, ga tau statusnya sekarang nih.
ini berita lama :
UNESCO Ancam Cabut Status Borobudur dan Prambanan
Minggu, 16 Oktober 2011 | 01:03 WIB
JAKARTA, Kompas.com - Lembaga PBB, UNESCO, mengancam akan mencabut status candi Borobudur maupun Prambanan di Jawa Tengah dan Yogyakarta sebagai salah satu warisan dunia terancam dicabut. Ini dipicu sikap pengunjung kedua candi yang tidak mau menjaga kelestarian, dan justru cenderung merusak, dan mengotori situs yang dibangun abad ke-7 dan ke-9 itu.
"Adanya pengunjung membuang sampah dan buang air kecil, menutup gorong-gorong yang ada situs itu, bisa menjadi alasan UNESCO mencabut candi sebagai warisan dunia," ungkap Direktur Pemasaran PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Agus H Canny kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (15/10/2011).
Di samping itu, perilaku pengunjung yang sering duduk di batu candi atau bersandar di batu candi, juga sangat mengancam kelestarian.
"Batu yang ada di candi berusia lebih dari 1.000 tahun dan sangat rentan rusak kalau diduduki. Jadi marilah sama-sama menjaga candi," ajaknya. (Eko Sutriyanto)