wah3 berat jg ya ....
saya sejak kecil/SD sering diejek penyembah berhala oleh anak2 disekitar saya...
entah mengapa saat itu biasa aja..tidak ada perasaan minder..
tp suatu waktu di SMP saya pernah berkelahi karena emosi yang memuncak,,dan akhirnya dia minta maaf...
menjadi minoritas memang membawa beban mental...bahkan sejak kecil...
karena berbagai faktor yang tidak mendukung..
dirasa orang aneh kalo orang pribumi beragama buddha
toleransi umat beragama kadang hanya selogan...
lg pula teman2 saya kebanyakan non buddhis..dan mereka sangat baik..
tentu dsaat mereka berkunjung di tempat saya, saya akan mengingatkan dia jika jam2 sholat tiba..(jika muslim)
Sebenernya saya sih santai-santai aja, sudah tidak tersinggung kalau dibilang gitu. Jika orang ingin diskusi baik2 atau belajar, saya tidak pernah enggan mengakui bahwa saya berpandangan Buddhisme, Theravada khususnya. Tapi di antara orang yang men-generalisir Buddhisme dengan hal-hal lainnya, maka saya lebih cocok menyatakan saya bukan Buddhis (yang seperti itu).
Toleransi itu memang dianut sebagian orang, tapi ditentang oleh kaum2 fanatik tertentu. Tidak di sini, di mana-mana juga sama sih. Jadi kembali ke pribadi masing2. Apapun agamanya (atau rasnya, warga negaranya, atau bahkan kastanya), kalau memang orang itu bisa toleransi, cocok dijadikan teman. Kalau orang rasis, fanatik, walaupun sama ras, sama agama, sepertinya tidak cocok juga dijadikan teman (menurut saya).