Kakakakak ada yang datang tak diundang pulang tak diantar
Kan ente yang ajarin,ini rumah orang ada TUAN RUMAHnya..
Sebelum ditendang dengan hinaan dan seperti sampah,mending aye keluar dari sampah duluan...
Salam,
Riky
kakakak kebencian ini belajar darimana bro jadi pengen belajar siapa sih gurumu
Kebencian?Segalanya tidak perlu dipelajari koq,nengok kedalam batin sendiri saja, tidak perlu mencela orang lain ...Pangeran Siddharta sebelum tercerahkan dan setelah tercerahkan tidak pernah mencela mantan2 gurunya bagaikan "Seekor lebah yang meninggalkan bunga tanpa merusaknya"...
Salam,
Riky
semoga ini selalu diingat dalam perjalanan spiritual mu my fren
Tentunya,ini saya kasihkan anda 1 sutta biar kata2 saya tidak anda pelintir :
Suttanipata 4.9
Magandiya Sutta
Translated from the Pali by Thanissaro Bhikkhu
Diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Hudoyo Hupudio
[Magandiya menawarkan putrinya kepada Buddha; Sang Buddha menjawab:]
"Melihat [putri-putri Mara]
--Ketidakpuasan (Arati), Keinginan (Ta.nha) & Nafsu (Raga)--
sama sekali tidak ada keinginan terhadap seks.
Jadi, apakah yang kuinginkan dari [wanita] ini,
yang penuh dengan air kencing & kotoran?
Saya bahkan tidak mau menyentuhnya dengan kakiku."
Magandiya:
"Jika Anda tidak menghendaki
permata kaum wanita ini,
yang diinginkan oleh banyak raja dan manusia,
lalu apakah pandangan (di.t.thi), sila,
latihan, kehidupan,
pencapaian kehidupan yang akan datang,
yang Anda dalihkan?"
Sang Buddha:
" 'Saya berdalih begini',
tidak terpikir olehku
ketika merenungkan apa yang dilekati
dalam ajaran-ajaran.
Melihat apa yang tidak dilekati
dalam pandangan-pandangan,
dan menemukan kedamaian batin,
Aku melihat."
Magandiya:
"Sang Arif, Anda bicara
tanpa melekat
pada suatu penilaian yang sudah ada lebih dulu.
'Kedamaian batin' ini,
apakah artinya?
Bagaimana itu dinyatakan
oleh seorang tercerahkan?"
Sang Buddha:
"Ia tidak bicara tentang kemurnian
dalam kaitan dengan pandangan,
pembelajaran,
pengetahuan,
sila atau latihan.
Juga itu tidak ditemukan oleh orang
melalui tidak adanya pandangan,
pembelajaran,
pengetahuan,
sila atau latihan.
Melepaskan semua ini, tanpa melekat,
damai,
bebas,
ia tidak mendambakan kelahiran kembali."
Magandiya:
"Jika ia tidak bicara tentang kemurnian
dalam kaitan dengan pandangan,
pembelajaran,
pengetahuan,
sila atau latihan,
Juga itu tidak ditemukan oleh orang
melalui tidak adanya pandangan,
pembelajaran,
pengetahuan,
sila atau latihan,
Maka bagi saya tampaknya ajaran ini
membingungkan,
oleh karena sementara orang berpegang
pada kemurnian
dalam kaitan dan melalui suatu pandangan."
Sang Buddha:
"Mengajukan pertanyaan
dengan bergantung pada pandangan,
Anda bingung,
karena Anda melekat.
Oleh karena itu Anda tidak melihat
bahkan sedikit pun apa yang saya katakan.
Itulah sebabnya Anda berpikir
'Itu membingungkan'.
Barang siapa berpikir
'sama',
'lebih tinggi',
'lebih rendah',
dengan itu ia berdebat;
sedangkan bagi orang yang tak terpengaruh
oleh tiga hal ini,
'sama',
'lebih tinggi',
tidak muncul.
Tentang apa sang brahmana (orang suci) berkata
'benar' atau 'salah',
berdebat dengan siapa:
ia yang tidak lagi berpikir
'sama', 'tidak sama'.
Setelah meninggalkan rumah,
hidup bebas dari masyarakat,
orang arif (muni) itu
tidak mencari kawan
di desa-desa.
Bebas dari nafsu indra,
bebas dari pendambaan,
ia tidak akan berdebat dengan orang
memperebutkan kalah-menang.
Hal-hal duniawi
tidak dilekatinya lagi
ia mengembara di dunia:
Sang Maha Agung tidak akan mengambilnya
dan memperdebatkannya.
Seperti bunga teratai berduri
tidak ternoda oleh air & lumpur,
begitulah orang arif,
pendukung kedamaian,
tanpa keserakahan,
tidak ternoda oleh nafsu indra & dunia.
Sang pencapai kearifan tidak mengukur
tidak bangga
dengan pandangan-pandangan atau apa yang dipikirkan,
oleh karena ia tidak terbentuk dari itu.
Ia tidak didorong
oleh perbuatan, pembelajaran;
tidak menarik kesimpulan
dalam kotak-kotak perdebatan.
Bagi dia yang tidak tertarik pada persepsi
tidak ada lagi ikatan;
bagi dia yang bebas karena melihat,
tidak ada lagi penglihatan sesat.
Mereka yang melekat pada persepsi-persepsi &
pandangan-pandangan
di dunia ini berjalan dengan
selalu terantuk kepalanya."
Salam,
Riky