Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Theravada => Topic started by: fabian c on 12 September 2008, 02:44:15 PM

Title: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 12 September 2008, 02:44:15 PM

Logika Aneh Umat Buddha

Ehipassiko… betapa lantang dan sering terdengar kata-kata ini… gaung sepotong kata ehipassiko seakan akan bagai kata sakti yang merupakan seluruh inti ajaran Sang Buddha.
Logika kata sakti ini menyebabkan ada sebagian orang yang merasa apabila ada ajaran dalam Tipitaka yang tidak bisa di “ehipassiko”kan seolah-olah bukan berasal dari Sang Buddha.
Prinsip Ehipassiko ini ditanggapi secara “salah” oleh Bhikkhu maupun umat yang merasa dirinya “pintar, cerdas, intelektual” untuk menolak sutta dalam Tipitaka yang tidak sesuai dengan logika mereka.

Kelompok ini berusaha memperkuat dalih mereka dengan mengutip Kalama Sutta yang berbunyi sebagai berikut,

   "So, as I said, Kalamas: 'Don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, "This contemplative is our teacher." When you know for yourselves that, "These qualities are unskillful; these qualities are blameworthy; these qualities are criticized by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to harm & to suffering" — then you should abandon them.' Thus was it said. And in reference to this was it said.
"Now, Kalamas, don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, 'This contemplative is our teacher.' When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.
(Kalama sutta AN 3.65)[/i]

Ini adalah sutta yang baik yang patut kita teladani, cuma terkadang ada yang terlewat dari perhatian, pada intinya memang sutta ini mengatakan jangan mudah percaya terhadap segala sesuatu, tetapi harus diingat bahwa jangan percaya ini juga termasuk terhadap “LOGICAL CONJECTURE”
Yang berarti” logika berdasarkan kesimpulan yang tidak lengkap”, “INFERENCE” yang berarti kesimpulan yang berdasarkan kata-kata orang lain, “ANALOGIES” yang berarti berdasarkan perumpamaan atau perbandingan, “AGREEMENT THROUGH PONDERING VIEW” yang berarti berdasarkan pandangan yang didasari perenungan.

Hanya setelah kita tahu sendiri (dari praktek) bahwa hal ini tak tercela, hal ini dipuji oleh para bijaksana, hal ini jika diikuti dan dipraktekkan akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan,  maka kita lakukan dan kita jadikan pegangan.

Sutta lain yang kerap dijadikan sebagai alat pembenaran adalah dari Maha parinibbana Sutta berikut:

"Discipline. If they are neither traceable in the Discourses nor verifiable by the Discipline, one must conclude thus: 'Certainly, this is not the Blessed One's utterance; this has been misunderstood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' In that way, bhikkhus, you should reject it. But if the sentences concerned are traceable in the Discourses and verifiable by the Discipline, then one must conclude thus: 'Certainly, this is the Blessed One's utterance; this has been well understood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' And in that way, bhikkhus, you may accept it on the first, second, third, or fourth reference. These, bhikkhus, are the four great references for you to preserve."

4.8. ‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagava sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin. Jika kata-katanya, saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.”
(Digha Nikaya, Mahaparinibbana Sutta


Satu sutta ini sering digunakan oleh orang yang menganggap dirinya kritis, untuk menolak suttta-sutta yang lain, seolah-olah sutta yang lain salah bila tidak sesuai dengan pendapatnya, karena dia berpegangan pada Sutta ini yang berbunyi,

 “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak.”

Padahal cendekiawan Buddhis ini melupakan bagian-bagian lain dari sutta yang sama, yaitu

para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin.

Coba perhatikan sutta ini secara jelas mengatakan bahwa kita tidak boleh menerima atau menolak (jadi fifty-fifty) kan..?

Selanjutnya sutta ini juga mengatakan bahwa kita harus mencatat dan membandingkan dengan sutta-sutta dan vinaya, atau boleh juga dikatakan dibandingkan dengan Dhamma dan Vinaya. Karena Dhamma dan vinaya disini merujuk pada sutta dan Vinaya

Tetapi banyak juga orang-orang yang mengartikan bahwa apabila satu sutta tidak sesuai dengan kerangka berpikir mereka (atau batas pengetahuan mereka) dianggap sutta tersebut harus ditolak. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan semangat sutta tersebut yaitu: membandingkannya dengan Dhamma dan Vinaya, yang dalam hal ini berarti harus kita bandingkan dengan kitab suci Tipitaka itu secara keseluruhan (apakah sejalan atau tidak).

BUKAN DIBANDINGKAN DENGAN LOGIKA KITA…!!!

Kembali pada Ehipassiko, sering kita mendengar kata ehipassiko di artikan dengan kurang tepat. Mereka mengatakan bahwa ehipassiko adalah datang dan buktikan, padahal seharusnya diartikan datang dan lihat atau datang dan alami, karena passiko berasal. Dari kata PASSATI (tolong dikoreksi bila salah) yang berdasarkan Pali-English dictionary yang disusun oleh YM. Buddhadatta Mahathera berarti melihat (sees), menemukan (finds) dan mengerti (understands). Jadi maksudnya disini (menurut pendapat saya) adalah melihat dan mengalami sehingga timbul pengertian.

Kesimpulan:

Sudah sepantasnya apabila kita sebagai umat Buddha tidak serta-merta menolak suatu sutta hanya karena kita tidak merasa nyaman dengan sutta tersebut atau menurut anggapan kita tak masuk diakal.
Kalau bukan kita yang meyakini kebenaran Tipitaka, siapa lagi? Memangnya umat agama lain akan meyakini kitab suci Tipitaka? Saya tidak mengatakan bahwa kita harus percaya buta kepada kitab suci Tipitaka,  tetapi kita harus memperlakukan Tipitaka seperti hukum positif di Amerika, yaitu: “presume innocence until proven guilty” yang berarti anggap benar hingga terbukti salah. Jangan kita menilai Tipitaka dengan prinsip hukum rimba orde baru yaitu: “presume guilty until proven innocence” atau anggap salah lebih dahulu hingga terbukti tidak bersalah (inilah prinsip comot dulu, periksa belakangan orde baru).


Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.

Jangan berpandangan sebaliknya, yaitu beranggapan semua poin dalam Tipitaka tidak benar, kecuali kemudian kita buktikan sendiri bahwa itu memang benar, karena pandangan seperti ini sangat kontra produktif bagi pengembangan batin, karena kita menjadi skeptis terhadap kebenaran Tipitaka. Dan akhirnya akan menjauhkan kita dari Dhamma, sehingga Samvega (perasaan mendesak untuk mencari keselamatan atau melaksanakan Dhamma) tidak muncul, dengan tidak munculnya samvega maka, keinginan untuk mempraktekkan Dhamma agar terbebas juga tidak muncul.

Semoga kita semua berbahagia

sukhi hotu,

Fabian


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: HokBen on 12 September 2008, 02:51:42 PM
Nice post bro Fabian..


Logika Aneh Umat Buddha

Prinsip Ehipassiko ini ditanggapi secara “salah” oleh Bhikkhu maupun umat yang merasa dirinya “pintar, cerdas, intelektual”

...


Semoga kita semua berbahagia

sukhi hotu,

Fabian




mungkin ini yang disebut sebagai pintar yang tidak diimbangin dengan kebijaksanaan..
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Lily W on 12 September 2008, 02:57:08 PM
Bro Fabian yang baik...

Penjelasan yang sangat bermanfaat...

Anumodana... _/\_

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta....

_/\_ :lotus:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sukma Kemenyan on 12 September 2008, 03:00:18 PM
Datang dan Buktikan... (Come 'n See (?))
Sering dianggap sebagai pernyataan bahwa Buddhisme adalah Logika

Saya sering melihat bagaimana begitu banyak Buddhist yang berbesar kepala dengan "Buddhism = Logic"
Bukti... Bukti... tapi akhirnya bingung sendiri ketika disuruh membuktikan keberadaan dewa, reinkarnasi, etc...

Adakah kata/kalimat yang tepat untuk mewakili "Ehipassiko" ?
Sehingga tidak ada lagi yang salah tangkap, salah mengerti, yang berakhir pada kuatnya Ego
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 12 September 2008, 03:05:32 PM
Aneh, saya kok ngerti yah apa yang Fabian katakan :)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 12 September 2008, 03:14:29 PM

Logika Aneh Umat Buddha

[...]

Prinsip Ehipassiko ini ditanggapi secara “salah” oleh Bhikkhu maupun umat yang merasa dirinya “pintar, cerdas, intelektual” untuk menolak sutta dalam Tipitaka yang tidak sesuai dengan logika mereka.

Kelompok ini berusaha memperkuat dalih mereka dengan mengutip Kalama Sutta yang berbunyi sebagai berikut,

[...]


rekan Fabian yg baik,
di sini Anda sudah berat sebelah jg dg menyatakan bhikkhu2 yg menolak sutta2 tertentu itu "salah" ber-Ehipassiko!
apa Anda sudah ber-Ehipassiko benar sehingga tau bahwa menolak sutta tertentu hasil dari Ehipassiko yg salah?

Anda tidak memakai kata "sebagian" atau "beberapa" atau "mungkin" oleh Bhikkhu...
kalimat Anda ini bersifat menvonis langsung lho...

Quote
Sutta lain yang kerap dijadikan sebagai alat pembenaran adalah dari Maha parinibbana Sutta berikut:

[...]
Satu sutta ini sering digunakan oleh orang yang menganggap dirinya kritis, untuk menolak suttta-sutta yang lain, seolah-olah sutta yang lain salah bila tidak sesuai dengan pendapatnya, karena dia berpegangan pada Sutta ini yang berbunyi,

 “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak.”

Padahal cendekiawan Buddhis ini melupakan bagian-bagian lain dari sutta yang sama, yaitu

para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin.

Coba perhatikan sutta ini secara jelas mengatakan bahwa kita tidak boleh menerima atau menolak (jadi fifty-fifty) kan..?

sebaiknya rekan Fabian jg memulai dg tidak menerima ataupun menolak (yg fifty-fifty tsb).

Quote
Selanjutnya sutta ini juga mengatakan bahwa kita harus mencatat dan membandingkan dengan sutta-sutta dan vinaya, atau boleh juga dikatakan dibandingkan dengan Dhamma dan Vinaya. Karena Dhamma dan vinaya disini merujuk pada sutta dan Vinaya
[...]
BUKAN DIBANDINGKAN DENGAN LOGIKA KITA…!!!

[...]
tampaknya rekan Fabian belum membaca mengenai kejanggalan dalam Mahaparinnibana sutta dalam thread ini:
Membaca Sutta secara Kritis (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4226.msg70823#msg70823)

persis seperti kata rekan Fabian... bahwa Buddha menganjurkan utk membandingkan suatu ajaran apakah sesuai dg sutta & vinaya.
pertanyaan saya adalah: "Bagaimana bisa timbul anjuran yg merujuk ke sutta apabila sutta baru disusun setelah Sang Buddha parinibbana?"

jadi sutta tsb ternyata tidak digunakan oleh kelompok yg menolak sutta tertentu tadi yah ;D
malahan sutta itu ditolak...

Quote
Kesimpulan:

Sudah sepantasnya apabila kita sebagai umat Buddha tidak serta-merta menolak suatu sutta hanya karena kita tidak merasa nyaman dengan sutta tersebut atau menurut anggapan kita tak masuk diakal.
Kalau bukan kita yang meyakini kebenaran Tipitaka, siapa lagi? Memangnya umat agama lain akan meyakini kitab suci Tipitaka? Saya tidak mengatakan bahwa kita harus percaya buta kepada kitab suci Tipitaka,  tetapi kita harus memperlakukan Tipitaka seperti hukum positif di Amerika, yaitu: “presume innocence until proven guilty” yang berarti anggap benar hingga terbukti salah. Jangan kita menilai Tipitaka dengan prinsip hukum rimba orde baru yaitu: “presume guilty until proven innocence” atau anggap salah lebih dahulu hingga terbukti tidak bersalah (inilah prinsip comot dulu, periksa belakangan orde baru).
jangan pula dianggap benar dulu yah... :)
sebaiknya kita mulai dari netral...
tidak tahu apakah benar atau salah ;D

Quote
Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.
[...]
jangan lupa kalimat fifty-fifty tadi yah...

Quote
Semoga kita semua berbahagia
Semoga semua terbebas dari penderitaan
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 12 September 2008, 03:39:25 PM
jangan pula dianggap benar dulu yah... :)
sebaiknya kita mulai dari netral...
tidak tahu apakah benar atau salah ;D

Atau mungkinkah hal ini adalah keragu-raguan? ;D

Saya yakin ada alasan-alasan mengapa Theravada secara tradisi memegang kepercayaan Tipitaka benar kecuali terbukti salah.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: bond on 12 September 2008, 03:41:07 PM
Keren fabian tulisannya benar2 realistis. Sederhana dan tidak njelimet _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 12 September 2008, 03:43:03 PM
...
Kesimpulan:

Sudah sepantasnya apabila kita sebagai umat Buddha tidak serta-merta menolak suatu sutta hanya karena kita tidak merasa nyaman dengan
sutta tersebut atau menurut anggapan kita tak masuk diakal.
Kalau bukan kita yang meyakini kebenaran Tipitaka, siapa lagi? Memangnya umat agama lain akan meyakini kitab suci Tipitaka? Saya tidak mengatakan bahwa kita harus percaya buta kepada kitab suci Tipitaka,  tetapi kita harus memperlakukan Tipitaka seperti hukum positif di Amerika, yaitu: “presume innocence until proven guilty” yang berarti anggap benar hingga terbukti salah. Jangan kita menilai Tipitaka dengan prinsip hukum rimba orde baru yaitu: “presume guilty until proven innocence” atau anggap salah lebih dahulu hingga terbukti tidak bersalah (inilah prinsip comot dulu, periksa belakangan orde baru).

Apakah karena sudah "beragama Buddha", jadinya punya semacam kewajiban meyakini kebenaran Tipitaka?
Jadi, kita anggap Tipitaka itu benar dahulu, sampai terbukti salah? Jadi itu yang dimaksudkan fabian c sebagai 'ehipassiko' yang benar yah? Jadi urutannya "Saddha" dulu baru "ehipassiko" yah? Sungguh menarik. Persis di tetangga.


Quote
Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.

Jangan berpandangan sebaliknya, yaitu beranggapan semua poin dalam Tipitaka tidak benar, kecuali kemudian kita buktikan sendiri bahwa itu memang benar, karena pandangan seperti ini sangat kontra produktif bagi pengembangan batin, karena kita menjadi skeptis terhadap kebenaran Tipitaka. Dan akhirnya akan menjauhkan kita dari Dhamma, sehingga Samvega (perasaan mendesak untuk mencari keselamatan atau melaksanakan Dhamma) tidak muncul, dengan tidak munculnya samvega maka, keinginan untuk mempraktekkan Dhamma agar terbebas juga tidak muncul.

...
Jadi isi Kalama Sutta menurut "Bhikkhu yang benar" dan "orang yang (merasa) tidak merasa pintar, cerdas, dan intelektual", adalah "jangan semata2 tidak percaya, kecuali sudah dibuktikan bahwa itu tidak benar". Lagi2, menarik...  :)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 12 September 2008, 03:53:41 PM
Jadi menurut pandangan yang sebenarnya , fungsi Tripitaka itu apa? buat di pertanyakan yah kebenarannya, buat diragukan kebenarannya?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 12 September 2008, 03:59:45 PM
Bukan buat dianggap sebagai kebenaran 'ilahi', bukan pula sebagai bahan uji coba bagi 'ilmuwan', tapi sebagai "cermin" untuk melihat bathin diri sendiri.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 12 September 2008, 04:02:30 PM
Bukan buat dianggap sebagai kebenaran 'ilahi', bukan pula sebagai bahan uji coba bagi 'ilmuwan', tapi sebagai "cermin" untuk melihat bathin diri sendiri.
Setuju, trus apakah Tripitaka harus di Ehipassiko terus?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 12 September 2008, 04:04:08 PM
jangan pula dianggap benar dulu yah... :)
sebaiknya kita mulai dari netral...
tidak tahu apakah benar atau salah ;D

Atau mungkinkah hal ini adalah keragu-raguan? ;D

Saya yakin ada alasan-alasan mengapa Theravada secara tradisi memegang kepercayaan Tipitaka benar kecuali terbukti salah.

saya pribadi seh menganggap itu usaha positif utk mempertahankan ajaran Buddha yg ada...
tapi tidak bisa men-judge orang lain salah donk :)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 12 September 2008, 04:04:40 PM
Bukan buat dianggap sebagai kebenaran 'ilahi', bukan pula sebagai bahan uji coba bagi 'ilmuwan', tapi sebagai "cermin" untuk melihat bathin diri sendiri.
Setuju, trus apakah Tripitaka harus di Ehipassiko terus?

Apanya yang di-ehipassiko? Tidak ada yang bisa ehipassiko Tipitaka secara keseluruhan kecuali seorang Samma Sambuddha. Yang disuruh ehipassiko adalah Buddha dhamma, yaitu kenyataan tentang dukkha.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Delusion on 12 September 2008, 04:25:25 PM
Menurut saya,
Ajaran Buddha ini melampaui segalanya termasuk logika itu sendiri.


Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Berita Semata
Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Tradisi Semata
Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Kabar Angin Semata
Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Otoritas Teks-Teks Keagamaan Semata
Janganlah Bergantung Pada Logika dan Argumentasi Pribadi Saja
Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Pengaruh Pribadi Seseorang Semata
Janganlah Menerima Apapun Yang Kelihatannya Benar
Janganlah Bergantung Pada Pengalaman Spekulasi Pribadi Seseorang.
Janganlah Dengan Mudah Mengubah Pandangan Kita Karena Kita Terkesan Oleh Kemampuan Mengesankan Seseorang
Janganlah Menerima Apapun Atas Pertimbangan Bahwa “Inilah Guru Kami”

(Kalama Sutta)



Karena logika itu terbatas,
"Logika loe apa logika gw?" <<< Ini pertanyaan yang akan dikembalikan bila kita bicara soal logika.


Mohon maaf bila ada salah penyampaian,
Mohon koreksi bila salah.


Deepest Bow,
Vince
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 12 September 2008, 04:40:56 PM
Menurut saya,
Ajaran Buddha ini melampaui segalanya termasuk logika itu sendiri.

...
Karena logika itu terbatas,
"Logika loe apa logika gw?" <<< Ini pertanyaan yang akan dikembalikan bila kita bicara soal logika.


Betul. Semua orang juga ngomong berdasarkan logika, yaitu logikanya orang itu masing2. Kadang orang keukeuh dirinya yang berdasarkan logika, orang lain tidak. Padahal, kita juga tidak tahu apakah yang satu tidak sesuai dengan logika, atau satu lagi yang logikanya tumpul.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 12 September 2008, 04:42:55 PM
Jadi ??
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 12 September 2008, 04:44:09 PM
Jadi... jangan ngekeuh logika sendiri paling bener.  :)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Delusion on 12 September 2008, 04:46:13 PM
keuh itu apa sich?

*Maaf lelet*
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 12 September 2008, 04:47:11 PM
Keras kepala.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Delusion on 12 September 2008, 04:51:03 PM
Misalnya,
Bisakah kita menjelaskan kemampuan Abhinna dengan logika?

Kalaupun bisa kita menjelaskannya dengan logika, apakah memang seperti itu adanya?
Nah, makanya kita harus mengalaminya sendiri dulu  ;D ;D ;D


Deepest Bow,
Vince
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 12 September 2008, 04:52:26 PM
huehuehue, kakakakak, hehehehe :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 12 September 2008, 04:54:01 PM
Wah, point yang bagus sekali!!
Abhinna BISA dijelaskan oleh logika orang yang melakukannya. Setiap orang yang melakukan Abhinna sejenis juga punya logika yang berbeda dalam penjelasannya. :)

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Delusion on 12 September 2008, 04:55:28 PM
Wah, point yang bagus sekali!!
Abhinna BISA dijelaskan oleh logika orang yang melakukannya. Setiap orang yang melakukan Abhinna sejenis juga punya logika yang berbeda dalam penjelasannya. :)



Betul sekali!!!

_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Lex Chan on 12 September 2008, 05:06:18 PM
sulit juga yah..

aye masih terjebak di antara dualisme "percaya" dan "ragu2" :)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 12 September 2008, 05:08:40 PM
Seperti kata tesla, mulai dari titik netral aja.
Kalau kita mulai dari percaya, nanti tidak subjektif dan cenderung fanatik.
Kalau kita mulai dari tidak percaya, namanya menutup wawasan sendiri.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Delusion on 12 September 2008, 05:12:48 PM
sulit juga yah..

aye masih terjebak di antara dualisme "percaya" dan "ragu2" :)

Mungkin hanya masalah pemahaman saja, dan saya kira ini akan teratasi seiring perkembangan batin ^^
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 12 September 2008, 05:43:34 PM


Quote
rekan Fabian yg baik,
di sini Anda sudah berat sebelah jg dg menyatakan bhikkhu2 yg menolak sutta2 tertentu itu "salah" ber-Ehipassiko!
apa Anda sudah ber-Ehipassiko benar sehingga tau bahwa menolak sutta tertentu hasil dari Ehipassiko yg salah?

Anda tidak memakai kata "sebagian" atau "beberapa" atau "mungkin" oleh Bhikkhu...
kalimat Anda ini bersifat menvonis langsung lho...

Saudara tesla yang baik,
Ehipassiko disini menurut saya secara harfiah berarti datang (ehi) dan alami (passati) sebenarnya ini lebih mengacu pada praktek... dasar katanya sama dengan passana dari Vipassana...., Ehipassiko disini mengacu pada sifat Dhamma yang bisa dimengerti setelah dipraktekkan, bukan dengan teori logika semata. Jadi maksudnya sifat Dhamma (bersama dengan sanditthiko dan akaliko bukan cara berpikir kita.

Sering orang berpikir untuk menolak lebih dahulu sebelum membuktikan, seharusnya membuktikan lebih dahulu.......baru..... bersikap.

Oleh karena itu bagi orang yang belum merealisasi Dhamma (belum mempraktekkan Dhamma), maka ia sebaiknya menerima dengan "presume innocence", jangan langsung ditolak mentah-mentah begitu saja hanya karena ia belum mengalaminya. Pemikiran ini dilakukan oleh bhikkhu maupun umat awam (saya tidak mengatakan sebagian atau seluruhnya)

Quote
sebaiknya rekan Fabian jg memulai dg tidak menerima ataupun menolak (yg fifty-fifty tsb).

saya tidak hanya belajar teori, dan menurut saya setelah berlatih meditasi lalu membandingkan kembali dengan sutta, saya tidak melihat bahwa hal itu bertentangan. Sepanjang meditasi yang kita lakukan adalah meditasi yang sejalan dengan kitab suci Tipitaka, bukan meditasi non Buddhis.

Saudara Tesla mungkin belum memahami maksud saya. Maksud tulisan saya adalah ajaran Sang Buddha seringkali memerlukan praktek untuk bisa membuktikannya, jadi jangan kita menolak ajaran Sang Buddha hanya bila tidak sesuai dengan logika kita (karena Dhamma harus dialami, bukan di logika-kan), kita boleh tolak bila ternyata setelah dipraktekkan ternyata tidak sesuai, atau tidak membawa manfaat.

Quote
tampaknya rekan Fabian belum membaca mengenai kejanggalan dalam Mahaparinnibana sutta dalam thread ini:
Membaca Sutta secara Kritis

Saudara Tesla, saya sudah membaca thread tersebut, entah karena saya kurang kritis atau gimana, saya tidak mempermasalahkan Dhamma dan Sutta berbeda, karena Sutta adalah khotbah Sang Buddha dan para Arahat, dan Dhamma yang dimaksud adalah ajaran Sang Buddha (bukan ajaran orang lain), jadi Dhamma dan sutta saya anggap sama, Dhamma yang diajarkan oleh para Arahat saya anggap sama saja dengan yang diajarkan oleh Sang Buddha, karena Mereka semua adalah "penembus dhamma" Dhamma yang mereka realisasikan sama. Ini Senada dengan kata-kata Sang Buddha "who sees the Dhamma, see me"

Harus saya ulangi seperti yang ada dalam postingan saya, bukan berarti kita percaya membuta, maksudnya kita melihat Tipitaka secara positif, yaitu: ini pandangan umat Buddha, ini referensi tertinggi.
Tipitaka mungkin salah (ini yang dimaksud fifty-fifty), tetapi saya menganggap benar sebelum terbukti salah.

Quote
persis seperti kata rekan Fabian... bahwa Buddha menganjurkan utk membandingkan suatu ajaran apakah sesuai dg sutta & vinaya.
pertanyaan saya adalah: "Bagaimana bisa timbul anjuran yg merujuk ke sutta apabila sutta baru disusun setelah Sang Buddha parinibbana?"

Nah ini adalah perbedaan pandangan. Setahu saya sutta tidak disusun, tetapi sutta disampaikan secara oral oleh Siswa-siswa Sang Buddha langsung, kemudian disampaikan secara oral dari guru ke murid (dari Bhikkhu senior ke bhikkhu junior) dan itu berlangsung hingga beberapa ratus tahun.

Mengapa Tipitaka bertahan sekian lama? Karena Tipitaka dihafal mati... !!! (sebelum akhirnya ditulis di daun lontar) oleh para siswa-siswa penghafal (bhanaka) Jumlah Bhikkhu di masa lampau jumlahnya mencapai ratusan ribu sehingga menghafal Tipitaka tidak terlalu sulit jika penghafalannya dibagi-bagi oleh ribuan Bhikkhu (Kita lihat saja jumlah bhikkhu di Thai dan Myanmar) hafal mati inipun masih kadang dilakukan. Bahkan oleh umat, pada lomba baca Dhammapada misalnya (a,i,u harus dibaca pendek dsbnya).

pada periode-periode tertentu para siswa penghafal ini berkumpul dan mengulang kembali (konsili pertama dan kedua semua Arahat), mereka lalu menyaring mana sutta yang otentik dan yang tidak otentik (kriterianya adalah: yang pengertiannya tidak bertentangan dengan ajaran Sang Buddha / tidak bertentangan dengan sutta-sutta lainnya. Sutta tidak selalu khotbah Sang Buddha, tetapi bisa juga khotbah Arahat), kalau ingin lebih jelas mengenai hal ini boleh baca Dipavamsa, Mahavamsa, Kathavatthu dll)

Quote
jangan pula dianggap benar dulu yah... Smiley
sebaiknya kita mulai dari netral...
tidak tahu apakah benar atau salah

pandangan saudara Tesla saya rasa cukup fair... dan baik....

Tetapi pandangan saya agak berbeda, saya sudah mengatakan banyak sekali sutta yang saya bandingkan dengan pengalaman meditasi (maksudnya membaca kembali sutta-sutta lalu bandingkan dengan pengalaman meditasi yang lalu), ternyata sejalan. Demikian banyak guru meditasi Buddhis yang mempraktekkan meditasi lalu mereka setuju bahwa ajaran Sang Buddha yang termaktub dalam kitab suci Tipitaka ternyata benar setelah mereka praktekkan.

sejauh ini saya melihat bahwa memang tidak semua ajaran Sang Buddha yang masuk logika atau sudah saya praktekkan, contohnya mengenai surga dan neraka umpamanya, tetapi bukan berarti saya harus menolak kan? nah inilah contoh jelas sikap saya terhadap Tipitaka.

Quote
jangan lupa kalimat fifty-fifty tadi yah...

Iya benar...   :) tapi jangan lupa juga "presume inocence" dongg...  :)

Quote
Quote
Semoga kita semua berbahagia
Semoga semua terbebas dari penderitaan

Iya deh tambahin biar lebih afdol....  :) _/\_

sukhi hotu...


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 12 September 2008, 06:17:51 PM


Quote
Apakah karena sudah "beragama Buddha", jadinya punya semacam kewajiban meyakini kebenaran Tipitaka?
Jadi, kita anggap Tipitaka itu benar dahulu, sampai terbukti salah? Jadi itu yang dimaksudkan fabian c sebagai 'ehipassiko' yang benar yah? Jadi urutannya "Saddha" dulu baru "ehipassiko" yah? Sungguh menarik. Persis di tetangga.

Saudara Kainyn yang baik,

Perlu diketahui maksud dari Ehipassiko dalam Dhammanussati, yaitu Ehipassiko adalah salah satu sifat Dhamma bukan salah satu cara berpikir, dan saya rasa tak ada satu khotbahpun dari Sang Buddha yang mengatakan kita harus meyakini sesuatu, walaupun Sang Buddha juga mengajarkan kita mengenai Saddha.

Quote
Jadi isi Kalama Sutta menurut "Bhikkhu yang benar" dan "orang yang (merasa) tidak merasa pintar, cerdas, dan intelektual", adalah "jangan semata2 tidak percaya, kecuali sudah dibuktikan bahwa itu tidak benar". Lagi2, menarik...  Smiley

Coba dibaca lagi Kalama sutta, apakah dikatakan kita hanya boleh menerima bila hal itu sesuai dengan logika kita? berikut cuplikannya:

When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.

Jika kita tahu bahwa hal-hal ini (qualities) baik, hal-hal ini tak tercela; hal-hal ini dipuji oleh para bijaksana, hal-hal ini jika diterima dan dijalankan atau dengan kata lain bila dipraktekkan, akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan, maka......
 
semoga kita berbahagia dan terbebas dari penderitaan...

Fabian


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Lily W on 12 September 2008, 06:20:35 PM
.... Mari Kita Praktek... ;D

_/\_ :lotus:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Indra on 12 September 2008, 06:30:50 PM
Aneh, saya kok ngerti yah apa yang Fabian katakan :)

Tumben ngerti, Ryu =))

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 12 September 2008, 07:04:59 PM
Perlu diketahui maksud dari Ehipassiko dalam Dhammanussati, yaitu Ehipassiko adalah salah satu sifat Dhamma bukan salah satu cara berpikir, dan saya rasa tak ada satu khotbahpun dari Sang Buddha yang mengatakan kita harus meyakini sesuatu, walaupun Sang Buddha juga mengajarkan kita mengenai Saddha.
Ya, memang betul.


Quote
Coba dibaca lagi Kalama sutta, apakah dikatakan kita hanya boleh menerima bila hal itu sesuai dengan logika kita? berikut cuplikannya:

When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.

Jika kita tahu bahwa hal-hal ini (qualities) baik, hal-hal ini tak tercela; hal-hal ini dipuji oleh para bijaksana, hal-hal ini jika diterima dan dijalankan atau dengan kata lain bila dipraktekkan, akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan, maka......
 
Memang begitu, yang berarti bukan juga dianggap benar ataupun tidak benar berdasarkan logika, sampai itu dibuktikan salah atau benar, yang juga berdasarkan logika.

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ilalang on 12 September 2008, 07:17:16 PM

When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.

Jika kita tahu bahwa hal-hal ini (qualities) baik, hal-hal ini tak tercela; hal-hal ini dipuji oleh para bijaksana, hal-hal ini jika diterima dan dijalankanatau dengan kata lain bila dipraktekkan akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan, maka......


Bro terjemahannya ada yang ketinggalan dikit... yg warna merah belum diterjemahin lho... Menurut nubie itu justru poin penting dari cuplikan Anda...
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: kullatiro on 12 September 2008, 07:18:17 PM
sebenarnya kita praktek tiap hari loh, aku menyebutnya perspektif (pandangan) daripada logika. karena sebagai manusia pandangan kita terbatas (contoh pandangan mata ada jaraknya demikian juga dengan pikiran dalam hal ini logika) tetapi kita bisa toh meluaskan jarak pandang kita dengan alat bantu misal nya kacamata, teropong, priskroskop, microskop, sampai hubble dan microskop electron.

nah alat bantu nya apa kalo dalam hal logika (nah temukan sendiri yahh) akan lebih berharga bila menemukan sendiri
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ilalang on 12 September 2008, 07:52:28 PM
sebenarnya kita praktek tiap hari loh, aku menyebutnya perspektif (pandangan) daripada logika. karena sebagai manusia pandangan kita terbatas (contoh pandangan mata ada jaraknya demikian juga dengan pikiran dalam hal ini logika) tetapi kita bisa toh meluaskan jarak pandang kita dengan alat bantu misal nya kacamata, teropong, priskroskop, microskop, sampai hubble dan microskop electron.

nah alat bantu nya apa kalo dalam hal logika (nah temukan sendiri yahh) akan lebih berharga bila menemukan sendiri

Pinjam kata-kata bro Diamond ah buat nerjemahin:

When you know for yourselves...
Bila kamu menemukan sendiri...

(lagi latihan menterjemah dan mewarnai tulisan  :-[)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 12 September 2008, 08:26:17 PM
Sering orang berpikir untuk menolak lebih dahulu sebelum membuktikan, seharusnya membuktikan lebih dahulu.......baru..... bersikap.
setuju sekali...
sering kali kita sudah memiliki asumsi awal sebelum membuktikan.
bisa berasumsi "menolak (ini salah)"
bisa jg berasumsi "menerima (ini benar)"
sebaiknya asumsi demikian diabaikan saja jika muncul dalam pikiran kita ;D

Quote
Oleh karena itu bagi orang yang belum merealisasi Dhamma (belum mempraktekkan Dhamma), maka ia sebaiknya menerima dengan "presume innocence", jangan langsung ditolak mentah-mentah begitu saja hanya karena ia belum mengalaminya. Pemikiran ini dilakukan oleh bhikkhu maupun umat awam (saya tidak mengatakan sebagian atau seluruhnya)
saya belum merealisasikan dhamma, saya prefer "not to presume"...

mengenai kalimat terakhir dalam quote tsb:
Pemikiran ini dilakukan oleh bhikkhu maupun umat awam (saya tidak mengatakan sebagian atau seluruhnya)
terus terang saya tidak mengerti maksud rekan Fabian dg "tidak mengatakan sebagian atau seluruhnya..."


Quote
Quote
sebaiknya rekan Fabian jg memulai dg tidak menerima ataupun menolak (yg fifty-fifty tsb).

saya tidak hanya belajar teori, dan menurut saya setelah berlatih meditasi lalu membandingkan kembali dengan sutta, saya tidak melihat bahwa hal itu bertentangan. Sepanjang meditasi yang kita lakukan adalah meditasi yang sejalan dengan kitab suci Tipitaka, bukan meditasi non Buddhis.
tentunya informasi dari rekan Fabian akan menjadi salah satu input bagi saya.
tetapi utk saya sendiri, apakah itu menerima atau menolak, harus saya sendiri yg ber-Ehipassiko.

Quote
Saudara Tesla mungkin belum memahami maksud saya. Maksud tulisan saya adalah ajaran Sang Buddha seringkali memerlukan praktek untuk bisa membuktikannya, jadi jangan kita menolak ajaran Sang Buddha hanya bila tidak sesuai dengan logika kita (karena Dhamma harus dialami, bukan di logika-kan), kita boleh tolak bila ternyata setelah dipraktekkan ternyata tidak sesuai, atau tidak membawa manfaat.
yah... saya sih belum bisa praktek sampai bisa membuktikan Benar atau Salahnya salah satu sutta, tapi saya juga menghapus asumsi awal saya yg berupa Bhikkhu (& umat) yg menolak beberapa sutta belum ber-praktek, namun hanya berasumsi awal. Kemungkinan mereka telah berpraktek melebihi yg menerima sutta tsb jg ada.

Quote
Quote
tampaknya rekan Fabian belum membaca mengenai kejanggalan dalam Mahaparinnibana sutta dalam thread ini:
Membaca Sutta secara Kritis

Saudara Tesla, saya sudah membaca thread tersebut, entah karena saya kurang kritis atau gimana, saya tidak mempermasalahkan Dhamma dan Sutta berbeda, karena Sutta adalah khotbah Sang Buddha dan para Arahat, dan Dhamma yang dimaksud adalah ajaran Sang Buddha (bukan ajaran orang lain), jadi Dhamma dan sutta saya anggap sama, Dhamma yang diajarkan oleh para Arahat saya anggap sama saja dengan yang diajarkan oleh Sang Buddha, karena Mereka semua adalah "penembus dhamma" Dhamma yang mereka realisasikan sama. Ini Senada dengan kata-kata Sang Buddha "who sees the Dhamma, see me"
mengenai hal ini dilanjutkan di topik bersangkutan saja :)

Quote
Harus saya ulangi seperti yang ada dalam postingan saya, bukan berarti kita percaya membuta, maksudnya kita melihat Tipitaka secara positif, yaitu: ini pandangan umat Buddha, ini referensi tertinggi.
Tipitaka mungkin salah (ini yang dimaksud fifty-fifty), tetapi saya menganggap benar sebelum terbukti salah.
yah itu terserah preferensi masing-masing lah...
rekan Fabian mau pakai azas praduga tak bersalah,
saya lebih suka utk tidak berpraduga (baik bersalah ataupun tidak).

Quote
Quote
persis seperti kata rekan Fabian... bahwa Buddha menganjurkan utk membandingkan suatu ajaran apakah sesuai dg sutta & vinaya.
pertanyaan saya adalah: "Bagaimana bisa timbul anjuran yg merujuk ke sutta apabila sutta baru disusun setelah Sang Buddha parinibbana?"

Nah ini adalah perbedaan pandangan. Setahu saya sutta tidak disusun, tetapi sutta disampaikan secara oral oleh Siswa-siswa Sang Buddha langsung, kemudian disampaikan secara oral dari guru ke murid (dari Bhikkhu senior ke bhikkhu junior) dan itu berlangsung hingga beberapa ratus tahun.
dihapal memang benar...
jadi kotbah sang Buddha itu ada sangat banyak mengingat masa karir yg puluhan tahun.
kotbah itu dihapal & disusun dalam bentuk sutta pitaka.
btw, saya tidak sedang mencoba memaksakan pemikiran saya ke rekan Fabian, ini diskusi terbuka.
semoga bermanfaat!

Quote
Mengapa Tipitaka bertahan sekian lama? Karena Tipitaka dihafal mati... !!! (sebelum akhirnya ditulis di daun lontar) oleh para siswa-siswa penghafal (bhanaka) Jumlah Bhikkhu di masa lampau jumlahnya mencapai ratusan ribu sehingga menghafal Tipitaka tidak terlalu sulit jika penghafalannya dibagi-bagi oleh ribuan Bhikkhu (Kita lihat saja jumlah bhikkhu di Thai dan Myanmar) hafal mati inipun masih kadang dilakukan. Bahkan oleh umat, pada lomba baca Dhammapada misalnya (a,i,u harus dibaca pendek dsbnya).
menurut saya bisa bertahan lebih lama karena dituliskan. bukan sekedar dihafal.
terlebih Tipitaka mengandung dhamma yg merupakan salah satu permata.

Quote
pada periode-periode tertentu para siswa penghafal ini berkumpul dan mengulang kembali (konsili pertama dan kedua semua Arahat), mereka lalu menyaring mana sutta yang otentik dan yang tidak otentik (kriterianya adalah: yang pengertiannya tidak bertentangan dengan ajaran Sang Buddha / tidak bertentangan dengan sutta-sutta lainnya. Sutta tidak selalu khotbah Sang Buddha, tetapi bisa juga khotbah Arahat), kalau ingin lebih jelas mengenai hal ini boleh baca Dipavamsa, Mahavamsa, Kathavatthu dll)
konsili pertama pesertanya adalah arahat, jadi kata siapa yg perlu disaring kalau mereka adalah arahat?
kalau konsili berikutnya okelah...
btw akhirnya kita jadi maen logika, bukan ehipassiko :P
ntar jgn lupa kita ehipassiko dalam pengalaman bathin kita sendiri :)

Quote
Quote
jangan pula dianggap benar dulu yah... Smiley
sebaiknya kita mulai dari netral...
tidak tahu apakah benar atau salah

pandangan saudara Tesla saya rasa cukup fair... dan baik....

Tetapi pandangan saya agak berbeda, saya sudah mengatakan banyak sekali sutta yang saya bandingkan dengan pengalaman meditasi (maksudnya membaca kembali sutta-sutta lalu bandingkan dengan pengalaman meditasi yang lalu), ternyata sejalan. Demikian banyak guru meditasi Buddhis yang mempraktekkan meditasi lalu mereka setuju bahwa ajaran Sang Buddha yang termaktub dalam kitab suci Tipitaka ternyata benar setelah mereka praktekkan.
yah... preferensi kembali kepada masing2.
metoda kita, tidak ada yg lebih baik atau lebih buruk.
yg buruk adalah kalau kita memaksakannya kepada orang lain.

Quote
sejauh ini saya melihat bahwa memang tidak semua ajaran Sang Buddha yang masuk logika atau sudah saya praktekkan, contohnya mengenai surga dan neraka umpamanya, tetapi bukan berarti saya harus menolak kan? nah inilah contoh jelas sikap saya terhadap Tipitaka.
saat ini saya sudah mengabaikan hal2 demikian...
tidak menolak & menerima... dan jg tidak berniat utk membuktikannya lagi...
pertanyaan pikiran tentang alam "surga & neraka" sudah saya abaikan (walau kadang2 masih muncul).

Quote
Quote
Quote
Semoga kita semua berbahagia
Semoga semua terbebas dari penderitaan

Iya deh tambahin biar lebih afdol....  :) _/\_

sukhi hotu...

_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 12 September 2008, 08:53:48 PM
Saudara fabian yang baik,
Saya akan sedikit mengeluarkan pertanyaan dengan ilmu pengetahuan saya yang sangat terbatas ini.. :)
Ehipassiko… betapa lantang dan sering terdengar kata-kata ini… gaung sepotong kata ehipassiko seakan akan bagai kata sakti yang merupakan seluruh inti ajaran Sang Buddha.
Justru sebaliknya,saya mengganggap ehipassiko adalah jalan menuju dhamma dan merupakan inti ajaran SB,di sutta manakah pernah saudara fabian lihat SB tidak menganjurkan ehipassiko sebagaimana mestinya?:)

Quote
Logika kata sakti ini menyebabkan ada sebagian orang yang merasa apabila ada ajaran dalam Tipitaka yang tidak bisa di “ehipassiko”kan seolah-olah bukan berasal dari Sang Buddha.
Anda terlalu cepat menilai saudara fabian...Sebelum "aku" kita padam tidak seharusnya kalimat itu terlontarkan...
Apakah anda hendak berkata bahwa,"Seluruh isi tipitaka dapat diehipassiko oleh seluruh umat manusia?"(sedangkan kita tidak tahu apa itu "dhamma",mana "dhamma yang benar2 dhamma,bukan sekedar kacang goreng belaka..)
Berasal dari SB atau tidak itu tidak lah begitu penting menurut saya dan seperti pernyataan anda yang berikut,"kata-kata Sang Buddha "who sees the Dhamma, see me" "
Yang paling penting sudahkah anda berehipassiko tentang "Dhamma" itu sendiri?
Sudahkah anda "melihatnya" bukan sekedar "merasakannya"?

Quote
Prinsip Ehipassiko ini ditanggapi secara “salah” oleh Bhikkhu maupun umat yang merasa dirinya “pintar, cerdas, intelektual” untuk menolak sutta dalam Tipitaka yang tidak sesuai dengan logika mereka.
Logika atau bukan siapa yang tahu?Apakah anda mengetahuinya?
Siapa yang praktek?Siapa yang menyelami?:)


Quote
Kelompok ini berusaha memperkuat dalih mereka dengan mengutip Kalama Sutta yang berbunyi sebagai berikut,

   "So, as I said, Kalamas: 'Don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, "This contemplative is our teacher." When you know for yourselves that, "These qualities are unskillful; these qualities are blameworthy; these qualities are criticized by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to harm & to suffering" — then you should abandon them.' Thus was it said. And in reference to this was it said.
"Now, Kalamas, don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, 'This contemplative is our teacher.' When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.
(Kalama sutta AN 3.65)[/i]
Sutta lain yang kerap dijadikan sebagai alat pembenaran adalah dari Maha parinibbana Sutta berikut:

"Discipline. If they are neither traceable in the Discourses nor verifiable by the Discipline, one must conclude thus: 'Certainly, this is not the Blessed One's utterance; this has been misunderstood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' In that way, bhikkhus, you should reject it. But if the sentences concerned are traceable in the Discourses and verifiable by the Discipline, then one must conclude thus: 'Certainly, this is the Blessed One's utterance; this has been well understood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' And in that way, bhikkhus, you may accept it on the first, second, third, or fourth reference. These, bhikkhus, are the four great references for you to preserve."

Kalau anda berkenan,tolong ditranslate kan ke dalam bahasa indonesia,berhubung talenta dan inteligensi saya sangat rendah...:))

Quote
4.8. ‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagava sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya.
Saya setuju sampai pada bagian ini...

Quote
Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin.
Sutta mana yang anda maksudkan?Sutta sangat banyak dan bertumpukan di dunia ini,mana yang benar mana yang salah?Mana yang mulut SB,mana yang bukan mulut SB?
Apa yang mesti dibanding2kan kecuali kepuasan intelek belaka?
Mencari?Apa yang anda cari?
Setahu saya SB berkata,"Saya sudah berhenti,kamulah yang masih berlari...Berhentilah..."


Quote
Jika kata-katanya, saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.”
Saya meragukan sutta ini.....Sutta yang mana yang SB maksudkan disini?
Apakah "Dhamma" sudah terpaku terhadap suatu "dogma"?
Sejak kapan bahwa sutta memiliki otoritas akan "kebenaran tertinggi"?

Quote
Satu sutta ini sering digunakan oleh orang yang menganggap dirinya kritis, untuk menolak suttta-sutta yang lain, seolah-olah sutta yang lain salah bila tidak sesuai dengan pendapatnya, karena dia berpegangan pada Sutta ini yang berbunyi,

 “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak.”
Lho,bukankah sebelumnya dianjurkan "kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya."
Lantas,kenapa saya harus terpaku terhadap "tipitaka/sutta?"
Apakah "Sutta/Tipitaka" memiliki "otoritas tertinggi" akan suatu "kebenaran"?

Quote
Padahal cendekiawan Buddhis ini melupakan bagian-bagian lain dari sutta yang sama, yaitu

para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin.
Sekarang saya tanyakan kembali,"Sutta yang mana yang dimaksudkan oleh SB?"

Quote
Coba perhatikan sutta ini secara jelas mengatakan bahwa kita tidak boleh menerima atau menolak (jadi fifty-fifty) kan..?
Ya...Semoga anda mengingat kalimat ini... :)

Quote
Selanjutnya sutta ini juga mengatakan bahwa kita harus mencatat dan membandingkan dengan sutta-sutta dan vinaya, atau boleh juga dikatakan dibandingkan dengan Dhamma dan Vinaya. Karena Dhamma dan vinaya disini merujuk pada sutta dan Vinaya
Lagi2,"Sutta yang mana bro fabian?"

Quote
Tetapi banyak juga orang-orang yang mengartikan bahwa apabila satu sutta tidak sesuai dengan kerangka berpikir mereka (atau batas pengetahuan mereka) dianggap sutta tersebut harus ditolak.
Darimana anda tahu bahwa sutta tersebut ditolak karena tidak sesuai dengan kerangka pikiran mereka?Apakah anda sudah "mantap" sampai berani melontarkan pernyataan seperti diatas?
Apakah anda sudah memperoleh kekuatan2 abhina hingga bisa membaca kerangka pikiran orang lain?
Bisa saja mereka sudah menyelami bahkan sudah arahat,lantas kenapa mereka tidak boleh menolak hal yang bukan keluar dari mulut Sang Buddha/dianggap sebagai "kebodohan"?

Quote
Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan semangat sutta tersebut yaitu: membandingkannya dengan Dhamma dan Vinaya, yang dalam hal ini berarti harus kita bandingkan dengan kitab suci Tipitaka itu secara keseluruhan (apakah sejalan atau tidak).
:o
Wow...Amazing...
Tipitaka itu apa ya?
Dia kah pemegang otoritas tertinggi akan "kebenaran"?

Quote
BUKAN DIBANDINGKAN DENGAN LOGIKA KITA…!!!
Sekali lagi saya tanyakan,"Darimana anda tahu mereka membandingkan dengan logika atau bukan?" Itu hanya spekulasi anda belaka... :)

Quote
Kembali pada Ehipassiko, sering kita mendengar kata ehipassiko di artikan dengan kurang tepat. Mereka mengatakan bahwa ehipassiko adalah datang dan buktikan, padahal seharusnya diartikan datang dan lihat atau datang dan alami, karena passiko berasal. Dari kata PASSATI (tolong dikoreksi bila salah) yang berdasarkan Pali-English dictionary yang disusun oleh YM. Buddhadatta Mahathera berarti melihat (sees), menemukan (finds) dan mengerti (understands). Jadi maksudnya disini (menurut pendapat saya) adalah melihat dan mengalami sehingga timbul pengertian.
Saya sih tidak peduli ehipassiko itu diartikan sebagai apa dan oleh siapa..
Yang pasti bagi saya "menyelami" kebijaksanaan tertinggi...

Quote
Kesimpulan:

Sudah sepantasnya apabila kita sebagai umat Buddha tidak serta-merta menolak suatu sutta hanya karena kita tidak merasa nyaman dengan sutta tersebut atau menurut anggapan kita tak masuk diakal.
Saya juga mau memberi kesimpulan :
Sudah sepantasnya apabila kita sebagai manusia tidak serta merta menerima suatu sutta bahkan ajaran apapun hanya karena kita merasa nyaman dengan sutta atau ajaran tersebut atau menurut anggapan kita masuk diakal.. :)

Quote
Kalau bukan kita yang meyakini kebenaran Tipitaka, siapa lagi? Memangnya umat agama lain akan meyakini kitab suci Tipitaka? Saya tidak mengatakan bahwa kita harus percaya buta kepada kitab suci Tipitaka,  tetapi kita harus memperlakukan Tipitaka seperti hukum positif di Amerika, yaitu: “presume innocence until proven guilty” yang berarti anggap benar hingga terbukti salah. Jangan kita menilai Tipitaka dengan prinsip hukum rimba orde baru yaitu: “presume guilty until proven innocence” atau anggap salah lebih dahulu hingga terbukti tidak bersalah (inilah prinsip comot dulu, periksa belakangan orde baru).
Hehehe,aneh aneh dan aneh...
Itu sih menurut saya kedua2nya kefanatikan dan kebodohan semata...
Quote
tetapi kita harus memperlakukan Tipitaka seperti hukum positif di Amerika, yaitu: “presume innocence until proven guilty” yang berarti anggap benar hingga terbukti salah. Jangan kita menilai Tipitaka dengan prinsip hukum rimba orde baru yaitu: “presume guilty until proven innocence” atau anggap salah lebih dahulu hingga terbukti tidak bersalah (inilah prinsip comot dulu, periksa belakangan orde baru).
Saya tidak menerima kedua saran diatas...
Saya jadi heran dengan anda,anda tadi diatas berkata sebagai berikut :
Quote
Coba perhatikan sutta ini secara jelas mengatakan bahwa kita tidak boleh menerima atau menolak (jadi fifty-fifty) kan..?
Dan anda sudah menyarankan secara "sepihak" untuk mengambil salah 1 prinsip yang anda lontarkan diatas dan menghindari prinsip lainnya.. :)

Quote
Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.
Sekali saya tanyakan,"Darimana anda tahu itu berdasarkan logika atau bukan?"

Quote
Jangan berpandangan sebaliknya, yaitu beranggapan semua poin dalam Tipitaka tidak benar, kecuali kemudian kita buktikan sendiri bahwa itu memang benar, karena pandangan seperti ini sangat kontra produktif bagi pengembangan batin, karena kita menjadi skeptis terhadap kebenaran Tipitaka. Dan akhirnya akan menjauhkan kita dari Dhamma, sehingga Samvega (perasaan mendesak untuk mencari keselamatan atau melaksanakan Dhamma) tidak muncul, dengan tidak munculnya samvega maka, keinginan untuk mempraktekkan Dhamma agar terbebas juga tidak muncul.
Ini adalah pandangan anda,saya menghargainya tapi saya mau berkata sedikit bahwa,"kebenaran ada dimana2,tidak perlu dicari,dan kebenaran itu tepat berada didalam hati kita sendiri,bukan diluar hati kita bahkan dihati seorang SammaSambuddha sekalipun..."

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 12 September 2008, 09:04:56 PM
Quote
Quote from: fabian c on Today at 05:43:34 PM
Sering orang berpikir untuk menolak lebih dahulu sebelum membuktikan, seharusnya membuktikan lebih dahulu.......baru..... bersikap.
setuju sekali...
sering kali kita sudah memiliki asumsi awal sebelum membuktikan.
bisa berasumsi "menolak (ini salah)"
bisa jg berasumsi "menerima (ini benar)"
sebaiknya asumsi demikian diabaikan saja jika muncul dalam pikiran kita Grin
Kalo aye lihat sikon dulu ah ;D

Quote
Quote
Oleh karena itu bagi orang yang belum merealisasi Dhamma (belum mempraktekkan Dhamma), maka ia sebaiknya menerima dengan "presume innocence", jangan langsung ditolak mentah-mentah begitu saja hanya karena ia belum mengalaminya. Pemikiran ini dilakukan oleh bhikkhu maupun umat awam (saya tidak mengatakan sebagian atau seluruhnya)
saya belum merealisasikan dhamma, saya prefer "not to presume"...

mengenai kalimat terakhir dalam quote tsb:
Pemikiran ini dilakukan oleh bhikkhu maupun umat awam (saya tidak mengatakan sebagian atau seluruhnya)
terus terang saya tidak mengerti maksud rekan Fabian dg "tidak mengatakan sebagian atau seluruhnya..."
Kalo saya mau menjalani sesuatu harus yakin dulu aman atau tidak, baik atau buruk ;D

Quote
Quote
Quote
sebaiknya rekan Fabian jg memulai dg tidak menerima ataupun menolak (yg fifty-fifty tsb).

saya tidak hanya belajar teori, dan menurut saya setelah berlatih meditasi lalu membandingkan kembali dengan sutta, saya tidak melihat bahwa hal itu bertentangan. Sepanjang meditasi yang kita lakukan adalah meditasi yang sejalan dengan kitab suci Tipitaka, bukan meditasi non Buddhis.
tentunya informasi dari rekan Fabian akan menjadi salah satu input bagi saya.
tetapi utk saya sendiri, apakah itu menerima atau menolak, harus saya sendiri yg ber-Ehipassiko.
aye juga blom ehipasiko nih ;D

Quote
Quote
Saudara Tesla mungkin belum memahami maksud saya. Maksud tulisan saya adalah ajaran Sang Buddha seringkali memerlukan praktek untuk bisa membuktikannya, jadi jangan kita menolak ajaran Sang Buddha hanya bila tidak sesuai dengan logika kita (karena Dhamma harus dialami, bukan di logika-kan), kita boleh tolak bila ternyata setelah dipraktekkan ternyata tidak sesuai, atau tidak membawa manfaat.
yah... saya sih belum bisa praktek sampai bisa membuktikan Benar atau Salahnya salah satu sutta, tapi saya juga menghapus asumsi awal saya yg berupa Bhikkhu (& umat) yg menolak beberapa sutta belum ber-praktek, namun hanya berasumsi awal. Kemungkinan mereka telah berpraktek melebihi yg menerima sutta tsb jg ada.
Bagi saya sutta itu hanyalah rakit, jadi mau apapun kita yang menentukan  ;D

Quote
Quote
Quote
tampaknya rekan Fabian belum membaca mengenai kejanggalan dalam Mahaparinnibana sutta dalam thread ini:
Membaca Sutta secara Kritis

Saudara Tesla, saya sudah membaca thread tersebut, entah karena saya kurang kritis atau gimana, saya tidak mempermasalahkan Dhamma dan Sutta berbeda, karena Sutta adalah khotbah Sang Buddha dan para Arahat, dan Dhamma yang dimaksud adalah ajaran Sang Buddha (bukan ajaran orang lain), jadi Dhamma dan sutta saya anggap sama, Dhamma yang diajarkan oleh para Arahat saya anggap sama saja dengan yang diajarkan oleh Sang Buddha, karena Mereka semua adalah "penembus dhamma" Dhamma yang mereka realisasikan sama. Ini Senada dengan kata-kata Sang Buddha "who sees the Dhamma, see me"
mengenai hal ini dilanjutkan di topik bersangkutan saja Smiley

Saya melihat hanya yang dilihat, membaca apa yang dibaca ;D

Quote
Quote
Harus saya ulangi seperti yang ada dalam postingan saya, bukan berarti kita percaya membuta, maksudnya kita melihat Tipitaka secara positif, yaitu: ini pandangan umat Buddha, ini referensi tertinggi.
Tipitaka mungkin salah (ini yang dimaksud fifty-fifty), tetapi saya menganggap benar sebelum terbukti salah.
yah itu terserah preferensi masing-masing lah...
rekan Fabian mau pakai azas praduga tak bersalah,
saya lebih suka utk tidak berpraduga (baik bersalah ataupun tidak).
ikut yang mana yah?  ;D

Quote
Quote
Quote
persis seperti kata rekan Fabian... bahwa Buddha menganjurkan utk membandingkan suatu ajaran apakah sesuai dg sutta & vinaya.
pertanyaan saya adalah: "Bagaimana bisa timbul anjuran yg merujuk ke sutta apabila sutta baru disusun setelah Sang Buddha parinibbana?"

Nah ini adalah perbedaan pandangan. Setahu saya sutta tidak disusun, tetapi sutta disampaikan secara oral oleh Siswa-siswa Sang Buddha langsung, kemudian disampaikan secara oral dari guru ke murid (dari Bhikkhu senior ke bhikkhu junior) dan itu berlangsung hingga beberapa ratus tahun.
dihapal memang benar...
jadi kotbah sang Buddha itu ada sangat banyak mengingat masa karir yg puluhan tahun.
kotbah itu dihapal & disusun dalam bentuk sutta pitaka.
btw, saya tidak sedang mencoba memaksakan pemikiran saya ke rekan Fabian, ini diskusi terbuka.
semoga bermanfaat!

Quote
Mengapa Tipitaka bertahan sekian lama? Karena Tipitaka dihafal mati... !!! (sebelum akhirnya ditulis di daun lontar) oleh para siswa-siswa penghafal (bhanaka) Jumlah Bhikkhu di masa lampau jumlahnya mencapai ratusan ribu sehingga menghafal Tipitaka tidak terlalu sulit jika penghafalannya dibagi-bagi oleh ribuan Bhikkhu (Kita lihat saja jumlah bhikkhu di Thai dan Myanmar) hafal mati inipun masih kadang dilakukan. Bahkan oleh umat, pada lomba baca Dhammapada misalnya (a,i,u harus dibaca pendek dsbnya).
menurut saya bisa bertahan lebih lama karena dituliskan. bukan sekedar dihafal.
terlebih Tipitaka mengandung dhamma yg merupakan salah satu permata.

Quote
pada periode-periode tertentu para siswa penghafal ini berkumpul dan mengulang kembali (konsili pertama dan kedua semua Arahat), mereka lalu menyaring mana sutta yang otentik dan yang tidak otentik (kriterianya adalah: yang pengertiannya tidak bertentangan dengan ajaran Sang Buddha / tidak bertentangan dengan sutta-sutta lainnya. Sutta tidak selalu khotbah Sang Buddha, tetapi bisa juga khotbah Arahat), kalau ingin lebih jelas mengenai hal ini boleh baca Dipavamsa, Mahavamsa, Kathavatthu dll)
konsili pertama pesertanya adalah arahat, jadi kata siapa yg perlu disaring kalau mereka adalah arahat?
kalau konsili berikutnya okelah...
btw akhirnya kita jadi maen logika, bukan ehipassiko Tongue
ntar jgn lupa kita ehipassiko dalam pengalaman bathin kita sendiri Smiley
yang lalu biarlah berlalu ;D

Quote
Quote
Quote
jangan pula dianggap benar dulu yah... Smiley
sebaiknya kita mulai dari netral...
tidak tahu apakah benar atau salah

pandangan saudara Tesla saya rasa cukup fair... dan baik....

Tetapi pandangan saya agak berbeda, saya sudah mengatakan banyak sekali sutta yang saya bandingkan dengan pengalaman meditasi (maksudnya membaca kembali sutta-sutta lalu bandingkan dengan pengalaman meditasi yang lalu), ternyata sejalan. Demikian banyak guru meditasi Buddhis yang mempraktekkan meditasi lalu mereka setuju bahwa ajaran Sang Buddha yang termaktub dalam kitab suci Tipitaka ternyata benar setelah mereka praktekkan.
yah... preferensi kembali kepada masing2.
metoda kita, tidak ada yg lebih baik atau lebih buruk.
yg buruk adalah kalau kita memaksakannya kepada orang lain.
apalagi kalau yang udah ehipasiko ga taunya malah tersesat ;D

Quote
Quote
sejauh ini saya melihat bahwa memang tidak semua ajaran Sang Buddha yang masuk logika atau sudah saya praktekkan, contohnya mengenai surga dan neraka umpamanya, tetapi bukan berarti saya harus menolak kan? nah inilah contoh jelas sikap saya terhadap Tipitaka.
saat ini saya sudah mengabaikan hal2 demikian...
tidak menolak & menerima... dan jg tidak berniat utk membuktikannya lagi...
pertanyaan pikiran tentang alam "surga & neraka" sudah saya abaikan (walau kadang2 masih muncul).
sudah banyak kok yang membuktikannya ;D

Quote
Quote
Quote
Quote
Semoga kita semua berbahagia
Semoga semua terbebas dari penderitaan

Iya deh tambahin biar lebih afdol....  Smiley Namaste

sukhi hotu...

Namaste

GBU
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 13 September 2008, 03:56:41 AM
Quote
Quote
Semoga kita semua berbahagia
Semoga semua terbebas dari penderitaan
Iya deh tambahin biar lebih afdol....  :) _/\_

tambahan:
btw saya bukan bermaksud menambahin rekan Fabian yah... :P
dalam hal ehipassiko, saya sependapat sekali dg kalimat Ajahn Chah yg ini:

“Joy at last to know there's no happiness in the world.“

saya tidak mengharapkan orang/mahkluk lain berbahagia lagi, sebaliknya saya berharap orang/mahkluk lain mengetahui tidak ada kebahagiaan di dunia (to know there's no happiness in the world).
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 13 September 2008, 02:28:27 PM


Quote
Quote
Semoga kita semua berbahagia
Semoga semua terbebas dari penderitaan
Iya deh tambahin biar lebih afdol....  :) _/\_

tambahan:
btw saya bukan bermaksud menambahin rekan Fabian yah... :P
dalam hal ehipassiko, saya sependapat sekali dg kalimat Ajahn Chah yg ini:

“Joy at last to know there's no happiness in the world.“

saya tidak mengharapkan orang/mahkluk lain berbahagia lagi, sebaliknya saya berharap orang/mahkluk lain mengetahui tidak ada kebahagiaan di dunia (to know there's no happiness in the world).

Wah saudara Tesla bagus sekali mengutip pendapat Acharn Chah, walaupun saya membatasi diri untuk tidak berpatokan kepada Bhikkhu atau umat Buddha tertentu (patokan saya sebagai umat Buddha adalah Tipitaka, bukan orang tertentu) tapi saya juga mau komentar sedikit mengenai ucapan Acharn Chah....

Bagi seorang Acharn Chah, ini mungkin yang dimaksud beliau adalah Nibbana. Nibbana yang sesungguhnya menurut Tipitaka memiliki satu rasa, yaitu "taste of liberation", liberation yang dimaksud adalah liberation dalam hal terbebas dari suka dan duka batin maupun jasmani, dengan kata lain terbebas dari fenomena batin maupun jasmani. inilah yang dimaksud dengan "joy" nya Acharn Chah. yaitu Joy setelah melihat bahwa suka dukkha tak ada (telah lenyap).

Tetapi bagi seorang meditator jaman sekarang yang semuanya adalah Neyya puggala, berlatih 3 sampai sepuluh hari intensif, bila ia menyatakan bahwa ia mengalami hal demikian, itu bukan Nibbana tetapi "mental idleness" yaitu kelambanan atau kemalasan batin. (biasanya berasosiasi dengan rasa enggan atau malas, yaitu malas memperhatikan) atau bisa juga terjadi di malam hari pada saat badan mulai lelah.

Pengalaman Nibbana hanya bisa dicapai oleh meditator yang batinnya telah jernih, ia merasa segar, karena perasaan perasaan negatif seperti rasa malas, enggan, ngantuk dsbya (yang termasuk 5 nivarana) telah bisa diatasi.

Untuk menjernihkan batin ini memerlukan waktu dan tak terjadi secara tiba-tiba. Theravada tidak menganut paham Satori seperti dalam Zen, semuanya terjadi melalui "proses gradual", setelah mampu melakukan ini, baru bisa melakukan itu (setelah mengerti atau bisa pelajaran SD baru bisa mencerna pelajaran SMP).

Semoga kita semua berbahagia dan bebas dari penderitaan, (pernyataan ini wajar diucapkan oleh orang yang belum mencapai tingkat kesucian Arahat).


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 13 September 2008, 03:05:00 PM
Wah saudara Tesla bagus sekali mengutip pendapat Acharn Chah, walaupun saya membatasi diri untuk tidak berpatokan kepada Bhikkhu atau umat Buddha tertentu (patokan saya sebagai umat Buddha adalah Tipitaka, bukan orang tertentu) tapi saya juga mau komentar sedikit mengenai ucapan Acharn Chah....

sip... saya jg bukan berpatokan pada Bhikkhu/orang tertentu, bukan pula Tipitaka semata.

Quote
Bagi seorang Acharn Chah, ini mungkin yang dimaksud beliau adalah Nibbana. Nibbana yang sesungguhnya menurut Tipitaka memiliki satu rasa, yaitu "taste of liberation", liberation yang dimaksud adalah liberation dalam hal terbebas dari suka dan duka batin maupun jasmani, dengan kata lain terbebas dari fenomena batin maupun jasmani. inilah yang dimaksud dengan "joy" nya Acharn Chah. yaitu Joy setelah melihat bahwa suka dukkha tak ada (telah lenyap).
sederhananya, ketika kita bebas dari beban apakah itu beban kepemilikan atau beban kehilangan. disitulah joy tsb muncul.
joy tsb memang harus dialami sendiri & tdk mungkin dijelaskan/ditransfer kpd orang lain.
terlebih lagi apakah itu nibbana saya tidak tahu.

Quote
Tetapi bagi seorang meditator jaman sekarang yang semuanya adalah Neyya puggala, berlatih 3 sampai sepuluh hari intensif, bila ia menyatakan bahwa ia mengalami hal demikian, itu bukan Nibbana tetapi "mental idleness" yaitu kelambanan atau kemalasan batin. (biasanya berasosiasi dengan rasa enggan atau malas, yaitu malas memperhatikan) atau bisa juga terjadi di malam hari pada saat badan mulai lelah.
saya melihat rekan Fabian telah memiliki standar bahwa meditator zaman skr yg hanya meditasi intensif 3~10 hari tidak akan merealisasikan nibbana...
dg demikian rekan Fabian telah membentuk apa itu nibbana dalam diri rekan Fabian, yaitu sesuatu yg harus dicapai melebihi meditasi intensif 3~10 hari (atau bahkan lebih).
bagi saya itu beban...
bila saya memikul beban demikian, semakin lama saya tambah lelah, letih, lamban & mungkin akan malas... dg melepas beban yg saya punya & ketahui, saya semakin mengalami "joy" tsb... saya semakin ringan, lega... kebalikan dari lamban & malas...

Quote
Pengalaman Nibbana hanya bisa dicapai oleh meditator yang batinnya telah jernih, ia merasa segar, karena perasaan perasaan negatif seperti rasa malas, enggan, ngantuk dsbya (yang termasuk 5 nivarana) telah bisa diatasi.

Untuk menjernihkan batin ini memerlukan waktu dan tak terjadi secara tiba-tiba. Theravada tidak menganut paham Satori seperti dalam Zen, semuanya terjadi melalui "proses gradual", setelah mampu melakukan ini, baru bisa melakukan itu (setelah mengerti atau bisa pelajaran SD baru bisa mencerna pelajaran SMP).
utk pengalaman nibbana saya belum sampai & tidak tahu :P

Quote
Semoga kita semua berbahagia dan bebas dari penderitaan, (pernyataan ini wajar diucapkan oleh orang yang belum mencapai tingkat kesucian Arahat).
menurut saya orang miskin pun berhak mendoakan orang kaya agar lebih kaya lagi ^-^

jadi...

semoga rekan Fabian terbebas dari penderitaan
_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 13 September 2008, 05:00:49 PM

saudara Tesla yang baik,

Saya hanya akan mengomentari sedikit reply saudara,

Quote
saya melihat rekan Fabian telah memiliki standar bahwa meditator zaman skr yg hanya meditasi intensif 3~10 hari tidak akan merealisasikan nibbana...

Saya sih memang beranggapan demikian... entah kalau saudara Tesla menemukan ada meditator yang telah merealisasi Nibbana dalam waktu 3-10 hari....

Quote
dg demikian rekan Fabian telah membentuk apa itu nibbana dalam diri rekan Fabian, yaitu sesuatu yg harus dicapai melebihi meditasi intensif 3~10 hari (atau bahkan lebih).

Saya rasa tulisan saya diatas tidak membentuk Nibbana dalam diri saya, tetapi kalau saya beranggapan bahwa bagi meditator jaman sekarang untuk mencapai Nibbana diperlukan waktu lebih dari 10 hari, itu memang benar.
Mungkin saudara Tesla tahu seseorang yang meditasi kurang dari 10 hari telah mencapai Nibbana? Bisa dikenalkan?

Quote
bagi saya itu beban...

bagi saya sih cuma sekedar tahu tidak menjadi beban, toh itu tidak dipikirkan, cuma sekedar tahu....   :)
Quote
bila saya memikul beban demikian, semakin lama saya tambah lelah, letih, lamban & mungkin akan malas...
Jika dengan memberitahu demikian, saudara Tesla mengalami kemunduran batin seperti itu saya mohon maaf, saya tidak menyangka hanya dengan membaca hal seperti itu saudara Tesla menjadi begitu.... sekali lagi saya mohon maaf, karena tujuan saya memposting tanggapan itu adalah untuk kemajuan batin dan pengertian yang baik bagi kita semua...

Quote
dg melepas beban yg saya punya & ketahui, saya semakin mengalami "joy" tsb... saya semakin ringan, lega... kebalikan dari lamban & malas...

Ahh sukurlah.... kalau pengetahuan itu menjadi beban bagi anda, maka sebaiknya memang dilepas, sukurlah anda menjadi ringan dan lega kembali saya ikut bermudita citta....
Saya sendiri tidak tahu bagaimana caranya melepas pengetahuan yang saya miliki (yang saudara anggap beban) coba tolong ajarkan saya caranya... terima kasih sebelumnya...

(((Semoga anda berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))


 _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: andry on 13 September 2008, 05:27:33 PM
Gak cape yah?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Delusion on 13 September 2008, 05:28:29 PM
Gak cape yah?

:))  :))  :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 13 September 2008, 05:28:43 PM

saudara Tesla yang baik,

Saya hanya akan mengomentari sedikit reply saudara,

Quote
saya melihat rekan Fabian telah memiliki standar bahwa meditator zaman skr yg hanya meditasi intensif 3~10 hari tidak akan merealisasikan nibbana...

Saya sih memang beranggapan demikian... entah kalau saudara Tesla menemukan ada meditator yang telah merealisasi Nibbana dalam waktu 3-10 hari....

Quote
dg demikian rekan Fabian telah membentuk apa itu nibbana dalam diri rekan Fabian, yaitu sesuatu yg harus dicapai melebihi meditasi intensif 3~10 hari (atau bahkan lebih).

Saya rasa tulisan saya diatas tidak membentuk Nibbana dalam diri saya, tetapi kalau saya beranggapan bahwa bagi meditator jaman sekarang untuk mencapai Nibbana diperlukan waktu lebih dari 10 hari, itu memang benar.
Mungkin saudara Tesla tahu seseorang yang meditasi kurang dari 10 hari telah mencapai Nibbana? Bisa dikenalkan?
rekan Fabian salah memahami...
bagi saya hal tsb tidak perlu dipatok.
mengenai penelitian ke luar (orang lain) akan sangat sulit utk tepat... hanya jadi tebak2an...
seseorang bisa saja mengatakan dia sudah nibbana (arahat)...
atau sekelompok orang bisa saja mengatakan gurunya telah nibbana.
semua itu saya coba abaikan. tidak mematok apakah harus lebih dari 10 hari atau kurang dari 10 hari...
bagaimana kita membuktikannya?
"konon" hanya menjadi arahat yg bisa tahu orang lain arahat atau bukan ^-^
jadi akhirnya kita harus merealisasikan sendiri...
pendapat2 di luar yg ada tidak saya tolak keberadaannya, namun jg tidak saya pikir2...
semoga rekan Fabian dapat memahami kalimat saya.

Quote
Quote
bagi saya itu beban...

bagi saya sih cuma sekedar tahu tidak menjadi beban, toh itu tidak dipikirkan, cuma sekedar tahu....   :)
Quote
bila saya memikul beban demikian, semakin lama saya tambah lelah, letih, lamban & mungkin akan malas...
Jika dengan memberitahu demikian, saudara Tesla mengalami kemunduran batin seperti itu saya mohon maaf, saya tidak menyangka hanya dengan membaca hal seperti itu saudara Tesla menjadi begitu.... sekali lagi saya mohon maaf, karena tujuan saya memposting tanggapan itu adalah untuk kemajuan batin dan pengertian yang baik bagi kita semua...
Anumodana...
bukan karena posting rekan fabian saya menjadi demikian...
saya ada menulis kata "bila" di awal kalimat ;)
keadaan itu terjadi pada saya dulu tanpa jeda... (tentunya karena saya sendiri, bukan rekan Fabian)
saya hanya tahu itu adalah beban ketika saya telah melepaskannya...
ketika itulah 5 niravana yg rekan Fabian katakan mengendap...
kemudian dalam kegiatan sehari2, secara tak sadar saya mengumpulkan beban2 lagi.
memikulnya lagi... dan akhirnya 5 niravana itu ada lagi...

Quote
Quote
dg melepas beban yg saya punya & ketahui, saya semakin mengalami "joy" tsb... saya semakin ringan, lega... kebalikan dari lamban & malas...

Ahh sukurlah.... kalau pengetahuan itu menjadi beban bagi anda, maka sebaiknya memang dilepas, sukurlah anda menjadi ringan dan lega kembali saya ikut bermudita citta....
Saya sendiri tidak tahu bagaimana caranya melepas pengetahuan yang saya miliki (yang saudara anggap beban) coba tolong ajarkan saya caranya... terima kasih sebelumnya...
pengetahuan itu sendiri adalah netral...
kitalah yg menjadikannya beban & memikulnya ke mana2...
karena ini masalah batin tentu saja ada perbedaan dg beban fisik.
melepas bukan artinya menolak, krn menolak hanya seperti menurunkan satu beban & memikul beban yg lain... (beban dari memiliki pengetahuan menjadi beban menolak pengetahuan)
melepas batin sesederhana kata let it go.
& hanya ketika rekan Fabian let it go, rekan Fabian akan merasakan perbedaannya, apa yg tadi telah dipikul kemana-mana.

Quote
(((Semoga anda berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))
 _/\_
_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 13 September 2008, 10:20:00 PM
Neyya bisa mencapai pencerahan dalam waktu 7 hari.
http://www.triplegem.plus.com/individu.htm

Quote
Theravada tidak menganut paham Satori seperti dalam Zen, semuanya terjadi melalui "proses gradual"

Bukannya theravada berpegangan kalau pencerahan hanya berbeda satu saat pikiran dengan belum tercerahkan? Satu saat belum mencapai magga dan phala, saat berikutnya magga dan saat berikutnya phala. "proses gradual" adalah pegangan Mahayana, di mana Bodhisattva memiliki kebijaksanaan (prajna) bertahap. Theravada memegang pencerahan seketika seperti Satori, tetapi proses jalan dan latihan yang dilakukan memang bertahap.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 13 September 2008, 10:24:23 PM


Quote
ketika itulah 5 niravana yg rekan Fabian katakan mengendap...
kemudian dalam kegiatan sehari2, secara tak sadar saya mengumpulkan beban2 lagi.
memikulnya lagi... dan akhirnya 5 niravana itu ada lagi...

Saudara Tesla yang baik...

Bolehkah sharing sedikit, bagaimanakah proses mengendapnya nivarana yang saudara Tesla katakan...?
Jadi diskusi kita bisa lebih nyambung, karena saya bisa lebih mengerti sudut pandang saudara Tesla...

 _/\_


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 13 September 2008, 10:38:36 PM


Quote
ketika itulah 5 niravana yg rekan Fabian katakan mengendap...
kemudian dalam kegiatan sehari2, secara tak sadar saya mengumpulkan beban2 lagi.
memikulnya lagi... dan akhirnya 5 niravana itu ada lagi...

Saudara Tesla yang baik...

Bolehkah sharing sedikit, bagaimanakah proses mengendapnya nivarana yang saudara Tesla katakan...?
Jadi diskusi kita bisa lebih nyambung, karena saya bisa lebih mengerti sudut pandang saudara Tesla...

 _/\_




nice post bro fabian... dari tulisan tulisan anda, saya suka dengan konsistensi anda... Dalam banyak hal, saya tidak bisa menolak pandangan anda... Tentang KALAMA SUTTA dan EHI PHASSIKO, kelihatannya sama seperti kondisi alam DEMOKRASI INDONESIA sekarang ini... "KEBABLASAN"... but it's just my opinion.

Ketika mengimplementasikan KALAMA SUTTA dan EHI PHASSIKO tanpa kebijaksanaan, yah KEBABLASAN tuh... tapi yah urusan masing masing, karena KALAMA SUTTA dan EHI PHASSIKO kan SENJATA kita masing masing juga. Tinggal lihat siapa yang KEBABLASAN...
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 13 September 2008, 11:11:22 PM


Neyya bisa mencapai pencerahan dalam waktu 7 hari.
http://www.triplegem.plus.com/individu.htm

Quote
Theravada tidak menganut paham Satori seperti dalam Zen, semuanya terjadi melalui "proses gradual"

Bukannya theravada berpegangan kalau pencerahan hanya berbeda satu saat pikiran dengan belum tercerahkan? Satu saat belum mencapai magga dan phala, saat berikutnya magga dan saat berikutnya phala. "proses gradual" adalah pegangan Mahayana, di mana Bodhisattva memiliki kebijaksanaan (prajna) bertahap. Theravada memegang pencerahan seketika seperti Satori, tetapi proses jalan dan latihan yang dilakukan memang bertahap.

Saudara Karuna Murti yang baik,

Saya pernah membaca dalam salah satu sutta Sang Buddha, mengatakan bahwa Dhamma yang beliau ajarkan bersifat gradual, tidak seketika.

Ada dua sutta, yang satu sutta mengatakan bagai ombak memecah pantai yang terjadi secara berulang-ulang, sedangkan pada sutta yang lain dikatakan bagai dasar samudera yang semakin lama semakin dalam, Sayangnya saya lupa suttanya dimana.

Pada thread diskusi dengan Pak Hudoyo saudara Luis membantu saya dan mengatakan bahwa suttanya ada di Anguttara Nikaya, berikut saya kutipkan postingan saudara Luis,
    
Quote
Quote
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #665 on: 27 August 2008, 06:28:58 AM »
   Reply with
 from: fabian c on 20 August 2008, 05:20:33 PM
Quote
Sang Buddha mengatakan dalam salah satu sutta di Samyutta Nikaya yang isinya kurang lebih mengatakan bahwa Dhamma yang Beliau ajarkan tidak terjadi secara tiba-tiba, semuanya terjadi melalui proses yang bertambah lama bertambah dalam, bagai kemiringan lantai samudera (ocean slope). Mohon kalau ada para netter yang masih ingat nomer suttanya dengan tepat, mohon beritahukan kepada para netter yang lain.

Tentang ocean slope ini dari Anguttara Nikaya 8.157.

Mettacittena,
Luis

Mengenai sepuluh tingkat Bodhisatta yang pernah saya baca, (saya lupa ada di Vimalakirti niddesa sutra atau di Avatamsaka sutra), saya kira berbeda, karena yang dimaksud pencerahan gradual adalah dalam satu kehidupan itu juga, sedangkan tingkat-tingkat pencapaian Bodhisatwa (ten Bodhisatva ground) melalui banyak kehidupan, jangan dilupakan bahwa Zen atau Chan adalah Mahayana. (bila saya salah tolong dikoreksi, pengetahuan Mahayana saya minim)

Mengenai pencapaian antara Magga ke Phala itu berbeda, karena setelah sankharupekkha nana, dari Anuloma, Gotrabhu hingga Magga dan Phala terjadi sekaligus pada waktu kita duduk (menurut U janaka Sayadaw). Tetapi yang saya maksud gradual adalah dari tidak bermeditasi hingga mencapai Sankharupekkha nana menurut beliau walau murid beliau yang batinnya paling cerdas sekalipun masih memerlukan satu bulan Vipassana intensif hingga mencapai Sankharupekkha nana.

Sedangkan bila telah mencapai Sankharupekkha nana maka batinnya telah masak, hanya menunggu waktu saja sebelum pencapaian Magga dan Phala, kecuali dia memiliki tekad yang kuat untuk menjadi Sammasambuddha, maka ia tak akan maju lebih jauh dari Sankharupekkha nana.

Oh ya terima kasih linknya, saya rasa itu hanya terjadi pada Neyya Puggala di jaman Sang Buddha, dimana pada saat itu lebih sedikit objek duniawi yang menyebabkan kekotoran batin (tak ada koran, TV, video, mobil, bom dsb).

Semoga saudara Karuna Murti puas dengan jawaban ini.

(((Semoga anda berbahagia dan bebas dari penderitaan)))


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 14 September 2008, 01:48:13 AM


Quote
ketika itulah 5 niravana yg rekan Fabian katakan mengendap...
kemudian dalam kegiatan sehari2, secara tak sadar saya mengumpulkan beban2 lagi.
memikulnya lagi... dan akhirnya 5 niravana itu ada lagi...

Saudara Tesla yang baik...

Bolehkah sharing sedikit, bagaimanakah proses mengendapnya nivarana yang saudara Tesla katakan...?
Jadi diskusi kita bisa lebih nyambung, karena saya bisa lebih mengerti sudut pandang saudara Tesla...

 _/\_
saudara Fabian yg baik, bukankah sudah saya katakan sebelumnya.
prosesnya sesederhana hanya dg melepas beban bathin yg kita miliki.
dan seperti kata saya sebelumnya lagi,
saudara Fabian mencoba memahami sudut pandang saya dg menjadi saya,
menurut saya cara itu tidak tepat... (itu malah nambah beban pemikiran, tidak nyambung).
saudara Fabian harus melepaskan beban rekan Fabian sendiri.
yg saya lihat sekarang saudara Fabian, mencari & memasang standar2 kepada diri sendiri...

_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 14 September 2008, 10:28:46 AM
Jika dengan memberitahu demikian, saudara Tesla mengalami kemunduran batin seperti itu saya mohon maaf, saya tidak menyangka hanya dengan membaca hal seperti itu saudara Tesla menjadi begitu.... sekali lagi saya mohon maaf, karena tujuan saya memposting tanggapan itu adalah untuk kemajuan batin dan pengertian yang baik bagi kita semua...

Saudara fabian yang baik,
Berdasarkan pernyataan anda yang saya quote kan dan boldkan diatas maka saya sadari bahwa tujuan anda memposting adalah ,"untuk kemajuan batin dan pengertian yang baik bagi kita semua..."...Jadi apakah saudara fabian berkenan untuk menjawab pertanyaan yang telah saya lontarkan jumat yang lalu tersebut?:)
Saya masih menunggu penjelasan dari saudara fabian untuk meningkatkan pengertian saya tentang "esensi" dari "Dhamma" itu sendiri...
Dengan segala hormat saya ucapkan terima kasih jika seyogianya saudara fabian hendak menjawab/menjelaskan semua pertanyaan yang telah saya lontarkan..
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 14 September 2008, 10:24:45 PM
Saudara Tesla yang baik,
maaf saya belum bisa menjawab posting anda hari ini, besok malam bila mungkin kita teruskan diskusi kita, hari ini tidak sempat menjawab posting anda dan mau istirahat lebih awal. Sampai besok...

sukhi hotu,

(((semoga anda berbahagia dan bebas dari penderitaan)))


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 15 September 2008, 08:25:16 AM
Memang Gradual, tetapi biasanya orang tidak tahu dalam hidupnya sekarang, dia ada di 'gradasi' ke berapa. Sehingga 'kelihatannya' ada yang tidak bisa mencapai dalam waktu lama, ada yang bisa mencapai dalam waktu singkat.

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 15 September 2008, 09:39:12 AM
Saudara-saudara yang baik, sepertinya ada kesalahpahaman dalam berbahasa.

Yang saya maksud dengan seketika adalah proses dari Anumola, Gotrabhu, ke Magga dan Phala.
Perlu diingat kebijaksanaan duniawi, pencapaian samadhi, latihan sila, tidak kekal sebelum mencapai tingkat kesucian. Tetapi memang ada tahapan-tahapan jalan dan latihan sebelum menuju pencerahan.

Yang saya bantah adalah pencerahan bertahap, karena hal ini tidak dikenal dalam Theravada.

Om Fabian yang baik,

Quote
Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.

Setelah muncul referensi neyya yang bilang bisa mencapai pencerahan dalam 7 hari, muncul pendapat dari Om Fabian seperti ini :

Quote
Oh ya terima kasih linknya, saya rasa itu hanya terjadi pada Neyya Puggala di jaman Sang Buddha, dimana pada saat itu lebih sedikit objek duniawi yang menyebabkan kekotoran batin (tak ada koran, TV, video, mobil, bom dsb).

Rupanya masih ada pendapat pribadi di atas referensi ;D

_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 15 September 2008, 09:49:06 AM
Saudara-saudara yang baik, sepertinya ada kesalahpahaman dalam berbahasa.

Yang saya maksud dengan seketika adalah proses dari Anumola, Gotrabhu, ke Magga dan Phala.
Perlu diingat kebijaksanaan duniawi, pencapaian samadhi, latihan sila, tidak kekal sebelum mencapai tingkat kesucian. Tetapi memang ada tahapan-tahapan jalan dan latihan sebelum menuju pencerahan.

Yang saya bantah adalah pencerahan bertahap, karena hal ini tidak dikenal dalam Theravada.
...

Oh, tadinya saya pikir bertahap seperti pencapaian Sotapatti ... Arahat, ataupun ketika seseorang mengumpulkan parami.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Indra on 15 September 2008, 11:25:44 AM
referensi 7 hari itu kalo gak salah juga terdapat dalam Maha Satipatthana Sutta
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 16 September 2008, 12:37:00 AM


Quote
Quote
ketika itulah 5 niravana yg rekan Fabian katakan mengendap...
kemudian dalam kegiatan sehari2, secara tak sadar saya mengumpulkan beban2 lagi.
memikulnya lagi... dan akhirnya 5 niravana itu ada lagi...

Saudara Tesla yang baik...

Bolehkah sharing sedikit, bagaimanakah proses mengendapnya nivarana yang saudara Tesla katakan...?
Jadi diskusi kita bisa lebih nyambung, karena saya bisa lebih mengerti sudut pandang saudara Tesla...

 _/\_



Quote
saudara Fabian yg baik, bukankah sudah saya katakan sebelumnya.
prosesnya sesederhana hanya dg melepas beban bathin yg kita miliki.
dan seperti kata saya sebelumnya lagi,

Saudara Tesla yang baik, prosesnya sederhana memang, tetapi saudara Tesla tidak menjawab pertanyaan saya yaitu bagaimana prosesnya mengendapnya Nivarana...? (maksudnya proses batin yang terjadi sehingga bisa terjadi demikian)

bagi seorang yang pernah mengalami tentu dia dapat menceritakan mengapa dan bagaimana prosesnya,
Setahu saya didunia ini tak ada sesuatu yang terjadi begitu saja, seseorang yang mengalami sesuatu tentu dapat menceritakan bagaimana pengalaman yang telah ia alami, bagaimana caranya mendadak bisa lepas, mengapa bisa lepas dsbnya...

Teman-teman yang meditasi Vipassana Mahasi Sayadaw ada juga yang timbul salah anggapan, ada yang menganggap telah mencapai tingkat kesucian Sakadagami, bahkan ada yang menganggap dirinya telah mencapai tingkat kesucian Anagami, dia mengklaim tahu rasanya bagaimana menjadi Anagami dsbnya. Bagi saya ini hal biasa, sering terjadi pada meditator pemula.

Dalam menanggapi pengalalaman pengalaman ini kita perlu membandingkan dengan Mahaparinibbana Sutta, yaitu membandingkan dengan Sutta-sutta atau Dhamma dan Vinaya.
Jika orang ini bersikeras walaupun berbeda dengan sutta (atau Dhamma) dan vinaya maka orang ini tentu telah salah mengerti.

Quote
saudara Fabian mencoba memahami sudut pandang saya dg menjadi saya,
menurut saya cara itu tidak tepat... (itu malah nambah beban pemikiran, tidak nyambung).

Seperti saya katakan sebelumnya, inilah cara yang tepat. bayangkan bila dua orang berbeda keyakinan mengadu argumentasi berlandaskan keyakinan masing-masing.....  :) bisa dibayangkan akibatnya kan? bahkan perang di dunia juga berawal dari adu argumentasi berlandaskan keyakinan masing-masing......

tentu salah satu pihak harus mengalah dan berusaha melihat persoalan dari sudut pandang lawan bicaranya kan...?
Dan.... percayalah.... tidak menjadi beban pemikiran bagi saya, kan tinggal di letting go...?   :) Selain itu saya beranggapan diskusi Dhamma (Dhamma sakkacha) baik dan dianjurkan di Maha Manggala Sutta.

Quote
saudara Fabian harus melepaskan beban rekan Fabian sendiri.

Wah saudara Tesla menganggap itu beban, apakah suatu pengetahuan atau pemikiran adalah beban...?
Menurut saya suatu pemikiran menjadi beban pada saat orang itu menganggap pemikiran itu sebagai beban. Karena ia menciptakan suatu konsep terhadap pemikiran itu sendiri, bila ia melihat secara alami bahwa pemikiran yang timbul akan lenyap kembali maka pikiran yang muncul tersebut tidak menjadi beban bagi orang tersebut.

Coba diperhatikan, saudara Tesla menganggap pikiran saya menjadi beban sedangkan saya tidak beranggapan demikian, maka yang memikul pemikiran saya tentu adalah saudara Tesla sendiri kan...? dan pemikiran itu menjadi beban saudara Tesla bukan beban saya kan?

Dalam meditasi saya selalu berusaha menerima apapun yang muncul, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, tidak berusaha membuat dia lepas, hanya mengamati apa adanya.... Saya terbiasa menerima hal-hal demikian, jadi saya harap pemikiran saya jangan menjadi beban saudara Tesla....

Quote
yg saya lihat sekarang saudara Fabian, mencari & memasang standar2 kepada diri sendiri...

Ya... saya bisa mengerti saudara Tesla berasumsi demikian, tetapi sekali lagi itu hanya asumsi saudara Tesla, saya bukan memasang standar terhadap diri saya sendiri, sebagai siswa Sang Buddha saya berpatokan pada Tipitaka.... kalaupun tulisan saya dianggap standar, percayalah saya akan mengurangi ego saya dengan mengatakan apa yang saya ucapkan tidak benar bila bertentangan dengan Tipitaka.

Karena selama ini pengetahuan yang saya dapatkan dengan membaca Tipitaka luar biasa besar jasanya dalam membantu saya berlatih meditasi. (pelajaran Dhamma itu yang menjadi pembimbing saya, bukan menjadi beban seperti asumsi saudara Tesla), bukankah Sang Buddha telah mengatakan Dhamma dan Vinaya itulah yang akan menjadi pembimbingmu setelah Aku tiada...? Coba renungkan... yang manakah yang disebut Dhamma-Vinaya? (atau Sutta-Vinaya....sama saja).

Oh ya saudara Tesla saya melihat ada beberapa teman-teman netter yang terperangkap pada suatu konsep yang menolak Tipitaka (kecuali sedikit bagian tertentu) dan saya menamakan konsepnya tersebut konsep "tidak melekat", konsep "bebas", konsep "melepas", atau konsep "tanpa konsep", nah yang terakhir ini sering tidak disadari oleh teman-teman para netter, mereka membentuk suatu konsep baru yang saya sebut konsep "tanpa konsep" yang berarti adalah suatu konsep juga bila terus dilekati..... bukankah demikian...?

Sedangkan menurut pendapat saya, apakah muncul konsep atau tidak muncul konsep biarkan saja, toh akan lenyap dengan sendirinya, terima dan perhatikan saja, dan itu akan lenyap dengan sendirinya, inilah cara melepas yang sebenarnya menurut Vipassana, jangan berusaha dilepas, karena itu adalah penolakan halus yang akan membuat konsep tersebut melekat dalam batin (timbul kebencian)
Jadi kesimpulannya? don't take it too seriously lah...

Quote
_/\_


 _/\_ (((semoga kita berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 16 September 2008, 01:20:19 AM

Quote
Saudara-saudara yang baik, sepertinya ada kesalahpahaman dalam berbahasa.

Yang saya maksud dengan seketika adalah proses dari Anumola, Gotrabhu, ke Magga dan Phala.
Perlu diingat kebijaksanaan duniawi, pencapaian samadhi, latihan sila, tidak kekal sebelum mencapai tingkat kesucian. Tetapi memang ada tahapan-tahapan jalan dan latihan sebelum menuju pencerahan.

Saudara Karuna Murti yang baik, saya menghargai bahwa saudara menerima apa yang benar dan lebih mengutamakan kebenaran.

Mengenai pencerahan bertahap, mungkin saudara Karuna murti masih ada perbedaan pendapat sedikit dengan saya. Walaupun pencerahan dari Anuloma hingga Magga-Phala terjadi pada waktu satu kali duduk, tetapi itupun tidak terjadi mendadak, pertama ia memasuki Anuloma lebih dahulu, kemudian ia memasuki Gotrabhu, lalu baru masuk ke Magga, setelah selesai Magga baru tercapai Phala. Semua proses ini terjadi secara berurutan, ini berarti tidak seketika. Bila seketika maka dari Sankharupekkha nana langsung masuk ke Magga, bila langsung demikian baru bisa dianggap pencerahan seketika.

Bila ingin digambarkan proses dari awal hingga akhir kurang lebih seperti kita mendorong mobil yang mogok, karena akinya mati. awal kita dorong dia tidak hidup, hanya setelah kekuatan dorong cukup maka mesin bisa hidup, demikian juga dengan meditasi Vipassana tak mungkin tercapai pencerahan tanpa cukup melatih faktor-faktor batin yang diperlukan sebagai pemicu. dan ini semua terjadi secara gradual, yaitu sedikit demi sedikit faktor batin bertambah kuat.

Quote
Yang saya bantah adalah pencerahan bertahap, karena hal ini tidak dikenal dalam Theravada.

Bolehkah saya tahu referensinya saudara Karuna Murti ambil dari Sutta mana...?

Quote
Om Fabian yang baik,

Quote
Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.

Setelah muncul referensi neyya yang bilang bisa mencapai pencerahan dalam 7 hari, muncul pendapat dari Om Fabian seperti ini :

Quote
Oh ya terima kasih linknya, saya rasa itu hanya terjadi pada Neyya Puggala di jaman Sang Buddha, dimana pada saat itu lebih sedikit objek duniawi yang menyebabkan kekotoran batin (tak ada koran, TV, video, mobil, bom dsb).

Rupanya masih ada pendapat pribadi di atas referensi ;D

Iya memang benar... apakah salah jika saya memberi pendapat pribadi...? Apakah ada kesan saya mengatakan link tersebut tidak benar...? bila saya perhatikan kembali kata-kata saya diatas, saya hanya menyiratkan bahwa menurut pendapat saya, neyya puggala yang mencapai tingkat kesucian Arahat dalam seminggu sudah tidak muncul di dunia ini, sama seperti Ughatitannu dan Vipancitannu....

boro-boro Neyya Puggala seminggu.... Sekarang ini Arahat yang ada mungkin bisa dihitung dengan jari....   :), sedangkan di jaman Sang Buddha mungkin puluhan ribu, atau ratusan ribu bahkan mungkin jutaan.
Bila saudara Karuna Murti  telah membaca sebagian besar Sutta, mungkin baru akan mengerti mengapa demikian...

Quote
_/\_

 _/\_ 



Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 16 September 2008, 09:12:01 AM
Saudara Tesla yang baik, prosesnya sederhana memang, tetapi saudara Tesla tidak menjawab pertanyaan saya yaitu bagaimana prosesnya mengendapnya Nivarana...? (maksudnya proses batin yang terjadi sehingga bisa terjadi demikian)
saya sudah menjelaskan prosesnya...
yg belum adalah saya belum menjelaskan proses seperti yg Anda mau.

Quote
bagi seorang yang pernah mengalami tentu dia dapat menceritakan mengapa dan bagaimana prosesnya,
Setahu saya didunia ini tak ada sesuatu yang terjadi begitu saja, seseorang yang mengalami sesuatu tentu dapat menceritakan bagaimana pengalaman yang telah ia alami, bagaimana caranya mendadak bisa lepas, mengapa bisa lepas dsbnya...
lucu sekali... bagaimana proses kita bisa sampai di samsara ini?

tulisan mengenai "melepas" sebenarnya sudah ada tulisan2 bhikkhu yg mengulas... mis: Ajahn Bram... (mis: tentang meditasi ketika sakit giginya...)
semakin Anda memperumit dg tahapan2, Anda semakin tidak melepas. :)

Quote
Teman-teman yang meditasi Vipassana Mahasi Sayadaw ada juga yang timbul salah anggapan, ada yang menganggap telah mencapai tingkat kesucian Sakadagami, bahkan ada yang menganggap dirinya telah mencapai tingkat kesucian Anagami, dia mengklaim tahu rasanya bagaimana menjadi Anagami dsbnya. Bagi saya ini hal biasa, sering terjadi pada meditator pemula.
bagi saya, saya tidak bisa mengukur mereka.
apakah mereka benar2 Anagami atau hanya merasa Anagami, saya tidak tahu.
hal itu tidak mengganggu saya.

Quote
Dalam menanggapi pengalalaman pengalaman ini kita perlu membandingkan dengan Mahaparinibbana Sutta, yaitu membandingkan dengan Sutta-sutta atau Dhamma dan Vinaya.
Jika orang ini bersikeras walaupun berbeda dengan sutta (atau Dhamma) dan vinaya maka orang ini tentu telah salah mengerti.
itu hak Anda utk membanding2kan dg referensi sutta. hak saya jg utk membiarkan mereka. :)

Quote
Seperti saya katakan sebelumnya, inilah cara yang tepat. bayangkan bila dua orang berbeda keyakinan mengadu argumentasi berlandaskan keyakinan masing-masing.....  :) bisa dibayangkan akibatnya kan? bahkan perang di dunia juga berawal dari adu argumentasi berlandaskan keyakinan masing-masing......
saya tidak merasa kita sedang adu argumentasi.
menurut saya kita saling berdiskusi.
perbedaannya, dalam berdiskusi, kita saling menghargai perbedaan pendapat.
kalau sedang beradu argumentasi, kita saling mencekoki pendapat kita ke orang lain.

Quote
tentu salah satu pihak harus mengalah dan berusaha melihat persoalan dari sudut pandang lawan bicaranya kan...?
yg penting adalah saling menghargai adanya perbedaan.
tentunya itu hak Anda juga berpendapat, salah satu harus mengalah & hanya tinggal 1 suara.

Quote
Dan.... percayalah.... tidak menjadi beban pemikiran bagi saya, kan tinggal di letting go...?   :) Selain itu saya beranggapan diskusi Dhamma (Dhamma sakkacha) baik dan dianjurkan di Maha Manggala Sutta.
kenapa Anda tidak letting go dari sekarang?

Quote
Wah saudara Tesla menganggap itu beban, apakah suatu pengetahuan atau pemikiran adalah beban...?
Menurut saya suatu pemikiran menjadi beban pada saat orang itu menganggap pemikiran itu sebagai beban. Karena ia menciptakan suatu konsep terhadap pemikiran itu sendiri, bila ia melihat secara alami bahwa pemikiran yang timbul akan lenyap kembali maka pikiran yang muncul tersebut tidak menjadi beban bagi orang tersebut.

Coba diperhatikan, saudara Tesla menganggap pikiran saya menjadi beban sedangkan saya tidak beranggapan demikian, maka yang memikul pemikiran saya tentu adalah saudara Tesla sendiri kan...? dan pemikiran itu menjadi beban saudara Tesla bukan beban saya kan?
di reply #44 saya sudah menjelaskannya:

pengetahuan itu sendiri adalah netral...
kitalah yg menjadikannya beban & memikulnya ke mana2...
karena ini masalah batin tentu saja ada perbedaan dg beban fisik.
melepas bukan artinya menolak, krn menolak hanya seperti menurunkan satu beban & memikul beban yg lain... (beban dari memiliki pengetahuan menjadi beban menolak pengetahuan)
melepas batin sesederhana kata let it go.
& hanya ketika rekan Fabian let it go, rekan Fabian akan merasakan perbedaannya, apa yg tadi telah dipikul kemana-mana.


Quote
Dalam meditasi saya selalu berusaha menerima apapun yang muncul, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, tidak berusaha membuat dia lepas, hanya mengamati apa adanya.... Saya terbiasa menerima hal-hal demikian, jadi saya harap pemikiran saya jangan menjadi beban saudara Tesla....
di sini ada pergeseran pemahaman, krn dalam let it go, tidak ada usaha.
kalau ada usaha maka kalimatnya jadi push it go :))

Quote
Quote
yg saya lihat sekarang saudara Fabian, mencari & memasang standar2 kepada diri sendiri...

Ya... saya bisa mengerti saudara Tesla berasumsi demikian, tetapi sekali lagi itu hanya asumsi saudara Tesla, saya bukan memasang standar terhadap diri saya sendiri, sebagai siswa Sang Buddha saya berpatokan pada Tipitaka.... kalaupun tulisan saya dianggap standar, percayalah saya akan mengurangi ego saya dengan mengatakan apa yang saya ucapkan tidak benar bila bertentangan dengan Tipitaka.
yup sudah jelas sekali Anda terkurung dalam Tipitaka, Anda sendiri mengakuinya.
jadi kapan Anda bisa bebas?

Quote
Karena selama ini pengetahuan yang saya dapatkan dengan membaca Tipitaka luar biasa besar jasanya dalam membantu saya berlatih meditasi. (pelajaran Dhamma itu yang menjadi pembimbing saya, bukan menjadi beban seperti asumsi saudara Tesla), bukankah Sang Buddha telah mengatakan Dhamma dan Vinaya itulah yang akan menjadi pembimbingmu setelah Aku tiada...? Coba renungkan... yang manakah yang disebut Dhamma-Vinaya? (atau Sutta-Vinaya....sama saja).
Dhamma bukanlah Sutta.
mengatakan dhamma adalah sutta adalah fanatisme theravada.
sutta mungkin memuat uraian dhamma.
tapi dhamma tidak hanya dalam sutta.
kebenaran ada di mana-mana. di dalam mesjid, gereja, pura, dsb... ;)

Quote
Oh ya saudara Tesla saya melihat ada beberapa teman-teman netter yang terperangkap pada suatu konsep yang menolak Tipitaka (kecuali sedikit bagian tertentu) dan saya menamakan konsepnya tersebut konsep "tidak melekat", konsep "bebas", konsep "melepas", atau konsep "tanpa konsep", nah yang terakhir ini sering tidak disadari oleh teman-teman para netter, mereka membentuk suatu konsep baru yang saya sebut konsep "tanpa konsep" yang berarti adalah suatu konsep juga bila terus dilekati..... bukankah demikian...?
sebelumnya biarkan saja mereka...
mula2 bukankah kita harus melihat diri kita sendiri dulu?
bila mereka menolak bagian2 tertentu dalam Tipitaka, apa bedanya dg saya yg menerima seluruh bagian dalam Tipitaka? bukankah saya dan mereka sama saja? sama sama melekat pada Tipitaka (sebagian ataupun seluruhnya).

Quote
Sedangkan menurut pendapat saya, apakah muncul konsep atau tidak muncul konsep biarkan saja, toh akan lenyap dengan sendirinya, terima dan perhatikan saja, dan itu akan lenyap dengan sendirinya, inilah cara melepas yang sebenarnya menurut Vipassana, jangan berusaha dilepas, karena itu adalah penolakan halus yang akan membuat konsep tersebut melekat dalam batin (timbul kebencian)
Jadi kesimpulannya? don't take it too seriously lah...
sejauh yg saya baca, Andalah yg menggeser maknanya menjadi "berusaha dilepas".
& tentu saja saya setuju, hal itu merupakan penolakan bathin (kebencian). bukan melepas yg sebenarnya.

_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 16 September 2008, 09:19:00 AM
Saudara Karuna Murti yang baik, saya menghargai bahwa saudara menerima apa yang benar dan lebih mengutamakan kebenaran.

Mengenai pencerahan bertahap, mungkin saudara Karuna murti masih ada perbedaan pendapat sedikit dengan saya. Walaupun pencerahan dari Anuloma hingga Magga-Phala terjadi pada waktu satu kali duduk, tetapi itupun tidak terjadi mendadak, pertama ia memasuki Anuloma lebih dahulu, kemudian ia memasuki Gotrabhu, lalu baru masuk ke Magga, setelah selesai Magga baru tercapai Phala. Semua proses ini terjadi secara berurutan, ini berarti tidak seketika. Bila seketika maka dari Sankharupekkha nana langsung masuk ke Magga, bila langsung demikian baru bisa dianggap pencerahan seketika.

Bila ingin digambarkan proses dari awal hingga akhir kurang lebih seperti kita mendorong mobil yang mogok, karena akinya mati. awal kita dorong dia tidak hidup, hanya setelah kekuatan dorong cukup maka mesin bisa hidup, demikian juga dengan meditasi Vipassana tak mungkin tercapai pencerahan tanpa cukup melatih faktor-faktor batin yang diperlukan sebagai pemicu. dan ini semua terjadi secara gradual, yaitu sedikit demi sedikit faktor batin bertambah kuat.


Ketika semua proses terjadi dengan cepat sekali, kelihatannya memang seperti seketika, tetapi tetap ada proses yang bertahap. Seperti reaksi kimia, ada reaksi spontan dan reaksi tidak spontan. Dalam reaksi spontan pun, masih ada tahapan tahapan reaksi yang terjadi walaupun dalam sepersekian detik / sepersekian satuan waktu.

ini saya setuju dengan bro fabian.

Iya memang benar... apakah salah jika saya memberi pendapat pribadi...? Apakah ada kesan saya mengatakan link tersebut tidak benar...? bila saya perhatikan kembali kata-kata saya diatas, saya hanya menyiratkan bahwa menurut pendapat saya, neyya puggala yang mencapai tingkat kesucian Arahat dalam seminggu sudah tidak muncul di dunia ini, sama seperti Ughatitannu dan Vipancitannu....

boro-boro Neyya Puggala seminggu.... Sekarang ini Arahat yang ada mungkin bisa dihitung dengan jari....   :), sedangkan di jaman Sang Buddha mungkin puluhan ribu, atau ratusan ribu bahkan mungkin jutaan.
Bila saudara Karuna Murti  telah membaca sebagian besar Sutta, mungkin baru akan mengerti mengapa demikian...


Apakah Ughatitanu dan vipancittanu masih terjadi pada saat ini, kita sendiri tidak akan tahu, karena bahkan para arahat (savaka buddha) sendiri kadang tidak bisa mengidentifikasi tingkat pencapaian arahat (savaka buddha) lainnya. Hanya seorang sammasambuddha yang bisa mengetahui DENGAN PASTI tingkat pencapaian kesucian seseorang.

Jadi menurut saya, pintu untuk ughatitanu dan vipancittanu sendiri masih terbuka. Terlalu spekulatif bila mengatakan bahwa ketika tidak adanya seorang sammasambuddha yang masih hidup didunia, hal tersebut tidak bisa terjadi.




[/quote]
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sumedho on 16 September 2008, 09:22:56 AM
definisi dhamma sepertinya jadi rancu.

dhamma -> ajaran sang buddha
dhamma -> kebenaran
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 16 September 2008, 09:37:11 AM
dhamma= kebenaran.

Ajaran Buddha adalah Buddha Dhamma yaitu kenyataan tentang Dukkha.

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 16 September 2008, 10:45:14 AM
Saudara Karuna Murti yang baik, saya menghargai bahwa saudara menerima apa yang benar dan lebih mengutamakan kebenaran.

Mengenai pencerahan bertahap, mungkin saudara Karuna murti masih ada perbedaan pendapat sedikit dengan saya. Walaupun pencerahan dari Anuloma hingga Magga-Phala terjadi pada waktu satu kali duduk, tetapi itupun tidak terjadi mendadak, pertama ia memasuki Anuloma lebih dahulu, kemudian ia memasuki Gotrabhu, lalu baru masuk ke Magga, setelah selesai Magga baru tercapai Phala. Semua proses ini terjadi secara berurutan, ini berarti tidak seketika. Bila seketika maka dari Sankharupekkha nana langsung masuk ke Magga, bila langsung demikian baru bisa dianggap pencerahan seketika.

Untuk menjernihkan batin ini memerlukan waktu dan tak terjadi secara tiba-tiba. Theravada tidak menganut paham Satori seperti dalam Zen, semuanya terjadi melalui "proses gradual", setelah mampu melakukan ini, baru bisa melakukan itu (setelah mengerti atau bisa pelajaran SD baru bisa mencerna pelajaran SMP).

Quote
Bila ingin digambarkan proses dari awal hingga akhir kurang lebih seperti kita mendorong mobil yang mogok, karena akinya mati. awal kita dorong dia tidak hidup, hanya setelah kekuatan dorong cukup maka mesin bisa hidup, demikian juga dengan meditasi Vipassana tak mungkin tercapai pencerahan tanpa cukup melatih faktor-faktor batin yang diperlukan sebagai pemicu. dan ini semua terjadi secara gradual, yaitu sedikit demi sedikit faktor batin bertambah kuat.

Quote
Quote
Yang saya bantah adalah pencerahan bertahap, karena hal ini tidak dikenal dalam Theravada.

Bolehkah saya tahu referensinya saudara Karuna Murti ambil dari Sutta mana...?

mungkin ada perbedaan ruang lingkup pencerahan.
mungkin dr 1 sisi (karuna), pencerahan adalah ariya magga.
sedangkan dari sisi lain (fabian), pencerahan dimulai dari Anuloma.

kalau dilihat dari proses citta vitthi, kesadaran anuloma & gotrabhu jg terjadi sebelum memasuki jhana...

_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 16 September 2008, 12:27:45 PM
Iya memang benar... apakah salah jika saya memberi pendapat pribadi...? Apakah ada kesan saya mengatakan link tersebut tidak benar...? bila saya perhatikan kembali kata-kata saya diatas, saya hanya menyiratkan bahwa menurut pendapat saya, neyya puggala yang mencapai tingkat kesucian Arahat dalam seminggu sudah tidak muncul di dunia ini, sama seperti Ughatitannu dan Vipancitannu....

boro-boro Neyya Puggala seminggu.... Sekarang ini Arahat yang ada mungkin bisa dihitung dengan jari....   :), sedangkan di jaman Sang Buddha mungkin puluhan ribu, atau ratusan ribu bahkan mungkin jutaan.
Bila saudara Karuna Murti  telah membaca sebagian besar Sutta, mungkin baru akan mengerti mengapa demikian...


Apakah Ughatitanu dan vipancittanu masih terjadi pada saat ini, kita sendiri tidak akan tahu, karena bahkan para arahat (savaka buddha) sendiri kadang tidak bisa mengidentifikasi tingkat pencapaian arahat (savaka buddha) lainnya. Hanya seorang sammasambuddha yang bisa mengetahui DENGAN PASTI tingkat pencapaian kesucian seseorang.

Jadi menurut saya, pintu untuk ughatitanu dan vipancittanu sendiri masih terbuka. Terlalu spekulatif bila mengatakan bahwa ketika tidak adanya seorang sammasambuddha yang masih hidup didunia, hal tersebut tidak bisa terjadi.

dear dilbert,

yang saya tangkap dari ko fabian adalah bahwa pencapaian kesucian itu akan lebih sulit, sudah tidak "se-instan" pada waktu ada sammasambuddha.

kalau boleh saya ralat sedikit pernyataan ko fabian menurut pengertian saya :
Quote
menurut pendapat saya, neyya puggala, Ughatitannu dan Vipancitannu yang mencapai tingkat kesucian Arahat dalam seminggu sudah tidak muncul di dunia ini

dimana dalam hal ini ko fabian tidak meneybutkan bahwa saat tidak ada sammasambuddha, maka tidak akan ada ughatitanu dan vipancittanu

ini dikarenakan kemampuan untuk dapat melihat "kematangan batin" seseorang, hanya dapat dilakukan oleh seorang samma sambuddha........... sehingga beliau memberikan ceramah yang disesuaikan dengan tingkatan batin dari para pendengarnya......

cmiiw...........  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 16 September 2008, 12:44:54 PM
"kematangan Batin" = apakah sama artinya seperti waktu kisah Angulimala? dimana SAng BUddha datang ketika korban Angulimala sudah mencapai 999 ?  ^:)^ ^:)^ mohon pencerahan ...
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 16 September 2008, 12:55:12 PM
Tujuan Sang Buddha datang ketika Angulimala mencari korban ke 1000 adalah menghentikan upaya Anggulimala membunuh korban ke 1000, yaitu ibu kandung Angulimala. Mungkin saja pada saat itu batin Angulimala telah matang untuk berhenti membunuh.

Sedangkan batin Angulimala dianggap matang mencapai tingkat kesucian pada saat setelah ia menempuh Kehidupan Suci dan setelah membacakan Paritta yang menyelamatkan seorang ibu yang melahirkan dan bayi yang dilahirkan. Sebelumnya Angulimala merasa bersalah dan belum siap untuk mencapai tingkat kesucian. Setelah melakukan tindakan cinta kasih tersebut, perasaan bersalahnya hilang.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 16 September 2008, 01:09:45 PM
Gan En Bro Karuna  _/\_

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Indra on 16 September 2008, 01:14:58 PM
Tujuan Sang Buddha datang ketika Angulimala mencari korban ke 1000 adalah menghentikan upaya Anggulimala membunuh korban ke 1000, yaitu ibu kandung Angulimala. Mungkin saja pada saat itu batin Angulimala telah matang untuk berhenti membunuh.

Sedangkan batin Angulimala dianggap matang mencapai tingkat kesucian pada saat setelah ia menempuh Kehidupan Suci dan setelah membacakan Paritta yang menyelamatkan seorang ibu yang melahirkan dan bayi yang dilahirkan. Sebelumnya Angulimala merasa bersalah dan belum siap untuk mencapai tingkat kesucian. Setelah melakukan tindakan cinta kasih tersebut, perasaan bersalahnya hilang.

Karuna,
pada saat membaca Paritta tsb, bukankah Angulimala telah menjadi seorang Arahat? karena Parittanya berbunyi "Sejak aku menjadi seorang Ariya ..."
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sumedho on 16 September 2008, 01:28:45 PM
bukannya sesudah aku menjalani kehidupan suci?

Quote
"Then in that case, Angulimala, go to that woman and on arrival say to her, 'Sister, since I was born in the noble birth, I do not recall intentionally killing a living being. Through this truth may there be wellbeing for you, wellbeing for your fetus.'"
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Indra on 16 September 2008, 01:38:58 PM
bukannya sesudah aku menjalani kehidupan suci?

Quote
"Then in that case, Angulimala, go to that woman and on arrival say to her, 'Sister, since I was born in the noble birth, I do not recall intentionally killing a living being. Through this truth may there be wellbeing for you, wellbeing for your fetus.'"

yg Bold, mungkin bisa diinterpretasikan "sejak aku lahir kembali dalam kemuliaan" ... maksudnya telah terlahir kembali sbg Ariya
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 16 September 2008, 01:42:07 PM
Kisahnya kan Angulimala tidak bisa bermeditasi dengan baik, karena batinnya belum matang (masih inget-inget kelakuannya dulu). Karena kasus baca Paritta itu, dan sukses, batinnya jadi matang. Sejak saat itu meditasinya mengalami kemajuan pesat.

http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/hecker/wheel312.html
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 16 September 2008, 01:43:36 PM
Tujuan Sang Buddha datang ketika Angulimala mencari korban ke 1000 adalah menghentikan upaya Anggulimala membunuh korban ke 1000, yaitu ibu kandung Angulimala. Mungkin saja pada saat itu batin Angulimala telah matang untuk berhenti membunuh.

Sedangkan batin Angulimala dianggap matang mencapai tingkat kesucian pada saat setelah ia menempuh Kehidupan Suci dan setelah membacakan Paritta yang menyelamatkan seorang ibu yang melahirkan dan bayi yang dilahirkan. Sebelumnya Angulimala merasa bersalah dan belum siap untuk mencapai tingkat kesucian. Setelah melakukan tindakan cinta kasih tersebut, perasaan bersalahnya hilang.

Karuna,
pada saat membaca Paritta tsb, bukankah Angulimala telah menjadi seorang Arahat? karena Parittanya berbunyi "Sejak aku menjadi seorang Ariya ..."

Dear Indra

Ariya Sangha terdiri dari 4 pasang mahluk yaitu :
1. Sotapatti Magga dan Phala
2. Sakadagami Magga dan Phala
3. Anagami MAgga dan Phala
4. Arahatta Magga dan Phala

Jadi Ariya belum tentu Arahat loh......... cmiiw........  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 16 September 2008, 01:48:46 PM
Kisahnya kan Angulimala tidak bisa bermeditasi dengan baik, karena batinnya belum matang (masih inget-inget kelakuannya dulu). Karena kasus baca Paritta itu, dan sukses, batinnya jadi matang. Sejak saat itu meditasinya mengalami kemajuan pesat.

http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/hecker/wheel312.html

JIka batin nya belom matang, jadi apa yang menyebabkan SAng Buddha datang pada saat Angulimala telah membunuh mencapai 999? kenapa tidak sejak awal mula2 sebelum jatuh banyak korban?atau malah lebih dari 999?  ???
 _/\_ mohon pencerahan
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: nyanadhana on 16 September 2008, 02:02:43 PM
Kisahnya kan Angulimala tidak bisa bermeditasi dengan baik, karena batinnya belum matang (masih inget-inget kelakuannya dulu). Karena kasus baca Paritta itu, dan sukses, batinnya jadi matang. Sejak saat itu meditasinya mengalami kemajuan pesat.

http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/hecker/wheel312.html

JIka batin nya belom matang, jadi apa yang menyebabkan SAng Buddha datang pada saat Angulimala telah membunuh mencapai 999? kenapa tidak sejak awal mula2 sebelum jatuh banyak korban?atau malah lebih dari 999?  ???
 _/\_ mohon pencerahan

Salah persepsi...bukan Buddha yang datang pada Angulimala tapi Angulimala lah yang waktu itu sedang melihat Buddha sedang berjalan untuk pergi pindapatta,merasa daripada harus membunuh ibunya maka ia berpikiran untuk mendapatkan jari seorang Buddha. angulimala mengejar Buddha padahal Buddha berjalan kaki dan tidak berlari.namun Angulimala tidak berhasil mengejar Sang Buddha.

Sang Buddha tahu bahwa angulimala tidak mengenal diriNya adalah seorang Buddha dan jika waktu itu,dengan pikiran jahatnya,maka Angulimala bisa terjatuh lebih dalam lagi.

Lalu Buddha berhenti dan verse ini diucapkan...Angulimala aku dari tadi tidak berlari, aku sudah berhenti...kenapa kamu masih berlari...singkat kata mendengar hal itu ,Angulimala tersadarkan dan menjadi murid Buddha yang berlindung dalam tiratana dan mencapai tingkat kesucian Arahat.

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 16 September 2008, 02:09:18 PM
Kisahnya kan Angulimala tidak bisa bermeditasi dengan baik, karena batinnya belum matang (masih inget-inget kelakuannya dulu). Karena kasus baca Paritta itu, dan sukses, batinnya jadi matang. Sejak saat itu meditasinya mengalami kemajuan pesat.

http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/hecker/wheel312.html

JIka batin nya belom matang, jadi apa yang menyebabkan SAng Buddha datang pada saat Angulimala telah membunuh mencapai 999? kenapa tidak sejak awal mula2 sebelum jatuh banyak korban?atau malah lebih dari 999?  ???
 _/\_ mohon pencerahan

dear Che NA,

seingat saya, Buddha sudah beberapa kali bertemu dengan Angulimala dalam kehidupan2 lampaunya bahkan pernah menjadi pamannya di cerita Jataka 513

Pun jika Angulimala sampai membunuh ibunya, maka tanpa ampun Angulimala akan langsung masuk ke Neraka Avici.

Sementara pada saat jari sudah 999, Buddha melihat bahwa Angulimala sudah mempunyai cukup timbunan kamma baik yang sudah matang, yang memungkinkan Angulimala untuk beralih ke arah kebajikan dan nantinya akan mencapai kesucian........

cmiiw........  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Indra on 16 September 2008, 02:11:46 PM
Klarifikasi:

Quote
Angulimala's noble birth, or spiritual rebirth, began with his ordination as a monk and culminated in his attainment of sainthood.

Kelahiran Mulia Angulimala, kelahiran kembali secara spiritual, dimulai sejak panahbisannya sebagai seorang bhikkhu dan puncaknya adalah pencapaian kesuciannya.

Jadi yang dimaksudkan adalah "Sejak aku menjadi bhikkhu ..."

Salah persepsi...bukan Buddha yang datang pada Angulimala tapi Angulimala lah yang waktu itu sedang melihat Buddha sedang berjalan untuk pergi pindapatta,merasa daripada harus membunuh ibunya maka ia berpikiran untuk mendapatkan jari seorang Buddha. angulimala mengejar Buddha padahal Buddha berjalan kaki dan tidak berlari.namun Angulimala tidak berhasil mengejar Sang Buddha.


Quote
Now, when their lives had crossed again, and the Buddha saw the grave danger in which Angulimala had placed himself, he did not hesitate to walk the thirty miles to meet him and save him.
Sekarang, ketika bertemu lagi dalam kehidupan ini, dan Sang Budha melihat bahaya besar yang sedang diahadapi Angulimala, Beliau tidak segan2 berjalan sejauh 30 mil untuk menjumpainya dan menyelamatkannya.

Jelas, bahwa Sang Buddha yang datang jauh2 untuk menjumpai Angulimala untuk menyelamatkannya. Setelah datang, Sang Buddha melakukan sesuatu (berjalan) agar Angulimala dapat melihatNya.

sumber: http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/hecker/wheel312.html
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 16 September 2008, 02:12:00 PM

Salah persepsi...bukan Buddha yang datang pada Angulimala tapi Angulimala lah yang waktu itu sedang melihat Buddha sedang berjalan untuk pergi pindapatta,merasa daripada harus membunuh ibunya maka ia berpikiran untuk mendapatkan jari seorang Buddha. angulimala mengejar Buddha padahal Buddha berjalan kaki dan tidak berlari.namun Angulimala tidak berhasil mengejar Sang Buddha.

dear nyana,

dari link bro karuna, di Majjhima Nikaya 86 disebutkan :

Quote
Cowherds, shepherds and plowmen passing by saw him taking the road to where Angulimala was, and said: "Do not take that road, monk. On that road is the bandit Angulimala who is murderous, bloody-handed, given to harming and violence; he is merciless to all living beings. Villages and towns and districts are being laid waste by him. He is constantly murdering people, and he wears their fingers as a garland. Men have come along this road in groups of ten, twenty, thirty and even forty from time to time, but still they have fallen into Angulimala's hands."

When this was said, the Blessed One went on in silence. For a second and a third time those people warned him. Still the Blessed One went on in silence.

dimana disini jelas disebutkan bahwa Buddha mengambil jalan yang menuju ke tempat dimana Angulimala berada..... cmiiw  _/\_

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 16 September 2008, 02:13:32 PM
Kisahnya kan Angulimala tidak bisa bermeditasi dengan baik, karena batinnya belum matang (masih inget-inget kelakuannya dulu). Karena kasus baca Paritta itu, dan sukses, batinnya jadi matang. Sejak saat itu meditasinya mengalami kemajuan pesat.

http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/hecker/wheel312.html

JIka batin nya belom matang, jadi apa yang menyebabkan SAng Buddha datang pada saat Angulimala telah membunuh mencapai 999? kenapa tidak sejak awal mula2 sebelum jatuh banyak korban?atau malah lebih dari 999?  ???
 _/\_ mohon pencerahan

Salah persepsi...bukan Buddha yang datang pada Angulimala tapi Angulimala lah yang waktu itu sedang melihat Buddha sedang berjalan untuk pergi pindapatta,merasa daripada harus membunuh ibunya maka ia berpikiran untuk mendapatkan jari seorang Buddha. angulimala mengejar Buddha padahal Buddha berjalan kaki dan tidak berlari.namun Angulimala tidak berhasil mengejar Sang Buddha.

Sang Buddha tahu bahwa angulimala tidak mengenal diriNya adalah seorang Buddha dan jika waktu itu,dengan pikiran jahatnya,maka Angulimala bisa terjatuh lebih dalam lagi.

Lalu Buddha berhenti dan verse ini diucapkan...Angulimala aku dari tadi tidak berlari, aku sudah berhenti...kenapa kamu masih berlari...singkat kata mendengar hal itu ,Angulimala tersadarkan dan menjadi murid Buddha yang berlindung dalam tiratana dan mencapai tingkat kesucian Arahat.


Maaf klo salah, pada saat membaca kisahnya yang saya "tangkap"  SAng BUddha "sengaja" datang untuk "menyadarkan " Angulimala..  _/\_ mohon koreksi  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 16 September 2008, 02:15:50 PM
Gan En untuk penjelasan Ko Indra, Bro Markos _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: nyanadhana on 16 September 2008, 02:17:33 PM
Tambahan dari nyana.
wong ini nonton dari felem Angulimala kok....hauhauhauhauhauha......jadi ingetnya yang versi felem bukan Sutta.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Lily W on 16 September 2008, 02:21:54 PM
DD.... saya tambahkan dikit (seperti di film Angulimala)... ;D

Setelah Sang Buddha mengucapkan kata2 itu (Angulimala aku dari tadi tidak berlari, aku sudah berhenti...kenapa kamu masih berlari) ... Angulimala memperlihatkan meditasinya kepada Sang Buddha. Ternyata ada salah persepsi dalam meditasinya dan Sang Buddha menjelaskan kepada Angulimala...singkat kata mendengar hal itu ,Angulimala tersadarkan dan menjadi murid Sang Buddha yang berlindung dalam tiratana....dst...

_/\_ :lotus:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: nyanadhana on 16 September 2008, 02:29:37 PM
tapi co ba jawab pertanyaan Che Na soal kenapa Buddha ga cegah Angulimala membunuh 999 orang , for me sendiri. Buddha bukanlah makluh mukjizat yang bisa menghentikan kamma orang-orang so 999 orang itu juga mungkin memiliki kamma lampaui dengan Angulimala dan itu sebagai faktor alami kamma.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 16 September 2008, 02:46:55 PM


Kok Angulimala ya..?   :)

definisi dhamma sepertinya jadi rancu.

dhamma -> ajaran sang buddha
dhamma -> kebenaran


Memang benar demikianlah adanya, Dhamma yang mana..? antara Dhamma yang sebenarnya dan Dhamma menurut artian ajaran Sang Buddha, atau Dhamma agama lain...?

Kebenaran ada dimana-mana.... wah ini logika luar biasa... hebat sekali....

agama lain mengajarkan ada pencipta, agama lain mengatakan persembahan kurban bersifat mulia, mungkin ini yang disebut kebenaran yang ada di agama lain...

itulah sebabnya saya mem-posting topik ini... saya ini bodoh sekali, sehingga saya sering bingung menghadapi umat Buddha yang berusaha menyamakan ajaran Sang Buddha dengan ajaran lain... mungkin disebabkan pikiran saya sempit... Saya selalu mengutip dari Tipitaka... mungkin harusnya saya kutip dari Injil, bukankah kebenaran juga ada disana...?

Saya sekarang sudah sadar bahwa belajar Dhamma kemudian dibawa kemana-mana untuk dijadikan pegangan hidup adalah beban... (ada yang mengoreksi saya, terima kasih...) cuma saya masih bingung, untuk apa ya saya belajar Dhamma? apakah untuk sekedar menang debat? atau sesuai dengan Kalama Sutta yang berbunyi...

"When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them."

Ah.. saya ini bodoh ya...  :) mengikuti Kalama Sutta dengan membawa-bawa ajaran Sang Buddha dan menjadikannya sebagai pandangan hidup..., itu kan membawa beban...  :)  sebaiknya ajaran Sang Buddha jangan dijadikan sebagai pegangan hidup, dengan demikian maka baru kita disebut melepas...  :) barulah kita disebut tidak melekat pada konsep..... :) Saya baru mengerti sekarang, bahwa ajaran Sang Buddha itu hanya sekedar konsep... dan itu harus dilepas...  :)

Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman yang telah membuka wawasan saya.

Mungkin sekarang saya harus membuka wawasan saya yang sempit dengan mulai menyembelih kurban di hari Idul Adha, dan mencari keselamatan dengan menerima juru selamat tertentu, karena ini juga Dhamma kan?
Oh ya mungkin lebih baik menerima juru selamat tertentu maka semua persoalan beres... jadi tidak terjebak pada paham lepas atau tidak.....
 
Aduh saudara Sumedho, saya malu sekali, ternyata saya ini orang yang berpandangan sempit... saya ini hanya penuh konsep.... oleh karena itu saya harus berubah sekarang... harus membuka wawasan saya...
maaf teman-teman, saya telah membuat anda kesal dengan kebodohan saya yang hanya terpaku pada Tipitaka...

Sekarang saya tahu kita harus juga melihat Dhamma yang ada di agama-agama lain... oleh karena itu saya harus mengadopsi Dhamma-Dhamma lain seperti menyembelih kurban dan lain-lain....

Sekali lagi teman-teman... saya mengucapkan terima kasih telah membuka wawasan saya...
Ini adalah pencerahan kedua yang saya terima setelah mendapatkan pencerahan pertama dari pak Hudoyo.......  _/\_



 (((semoga anda semua berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))

 _/\_




 
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 16 September 2008, 02:52:17 PM
The second irony ;D
_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 16 September 2008, 02:55:53 PM
Saudara Sumedho yang baik...mana yah poin pencerahan saya yang pertama yang saya dapatkan dari pak Hudoyo...? saya cari-cari nggak ada tuh.. dipindahkan kemana ya...? yang diskusi waktu Pak Hudoyo bilang Khrisnamurti memperbaiki kesalahan para Bhikkhu yang dilakukan selama lebih dua ribu tahun, dengan pencerahan yang dicapai oleh Khrisnamurti...

terima kasih  sebelumnya ya...?

(((semoga anda berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 16 September 2008, 03:02:43 PM
Kebenaran ada dimana-mana.... wah ini logika luar biasa... hebat sekali....

agama lain mengajarkan ada pencipta, agama lain mengatakan persembahan kurban bersifat mulia, mungkin ini yang disebut kebenaran yang ada di agama lain...

itulah sebabnya saya mem-posting topik ini... saya ini bodoh sekali, sehingga saya sering bingung menghadapi umat Buddha yang berusaha menyamakan ajaran Sang Buddha dengan ajaran lain... mungkin disebabkan pikiran saya sempit... Saya selalu mengutip dari Tipitaka... mungkin harusnya saya kutip dari Injil, bukankah kebenaran juga ada disana...?
ajaran agama merupakan suatu pandangan. pandangan adalah produk pikiran.
produk pikiran tentu saja berbeda2 tiap orang.
dhamma yg saya maksud adalah kebenaran.
mis: Anda bisa melihat ketidak kekalan di mana mana.
namun bukan hanya orang Buddhist (atau orang yg telah membaca Tipitaka) saja yg bisa.

ntar cari sutta tentang ini ah :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 16 September 2008, 03:16:26 PM
Kebenaran ada dimana-mana.... wah ini logika luar biasa... hebat sekali....

agama lain mengajarkan ada pencipta, agama lain mengatakan persembahan kurban bersifat mulia, mungkin ini yang disebut kebenaran yang ada di agama lain...

itulah sebabnya saya mem-posting topik ini... saya ini bodoh sekali, sehingga saya sering bingung menghadapi umat Buddha yang berusaha menyamakan ajaran Sang Buddha dengan ajaran lain... mungkin disebabkan pikiran saya sempit... Saya selalu mengutip dari Tipitaka... mungkin harusnya saya kutip dari Injil, bukankah kebenaran juga ada disana...?
ajaran agama merupakan suatu pandangan. pandangan adalah produk pikiran.
produk pikiran tentu saja berbeda2 tiap orang.
dhamma yg saya maksud adalah kebenaran.
mis: Anda bisa melihat ketidak kekalan di mana mana.
namun bukan hanya orang Buddhist (atau orang yg telah membaca Tipitaka) saja yg bisa.

ntar cari sutta tentang ini ah :))

Jika yang dimaksud Dhamma adalah Kebenaran .. Maka Klo menurut saya Tipitaka itu adalah "penunjuk jalan" menuju Dhamma itu sendiri..  ^:)^ mohon koreksi  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 16 September 2008, 03:18:26 PM


Kebenaran ada dimana-mana.... wah ini logika luar biasa... hebat sekali....

agama lain mengajarkan ada pencipta, agama lain mengatakan persembahan kurban bersifat mulia, mungkin ini yang disebut kebenaran yang ada di agama lain...

itulah sebabnya saya mem-posting topik ini... saya ini bodoh sekali, sehingga saya sering bingung menghadapi umat Buddha yang berusaha menyamakan ajaran Sang Buddha dengan ajaran lain... mungkin disebabkan pikiran saya sempit... Saya selalu mengutip dari Tipitaka... mungkin harusnya saya kutip dari Injil, bukankah kebenaran juga ada disana...?
ajaran agama merupakan suatu pandangan. pandangan adalah produk pikiran.
produk pikiran tentu saja berbeda2 tiap orang.
dhamma yg saya maksud adalah kebenaran.
mis: Anda bisa melihat ketidak kekalan di mana mana.
namun bukan hanya orang Buddhist (atau orang yg telah membaca Tipitaka) saja yg bisa.

ntar cari sutta tentang ini ah :))

Saudara Tesla yang baik...   :)

Terima kasih sudah memberitahu tahu bahwa di agama lain juga ada ajaran mengenai  ketidak kekalan (anicca)... tolong... kapan-kapan kasih tahu saya dimana... ya... ? maklum.. setahu saya cuma di Tipitaka ada ajaran mengenai anicca.... (saya harus membuka wawasan lebih luas lagi...)

terima kasih, dan (((semoga anda berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 16 September 2008, 03:18:53 PM
Quote
3. DUTTHATTHAKA SUTTA

Korupsi

1.    Beberapa orang berbicara dengan niat jahat sementara yang lain dengan keyakinan bahwa mereka benar. Tetapi orang bijaksana tidak akan masuk ke dalam persengketaan apa pun yang telah muncul. Karena itu, manusia bijaksana terbebas dari semua penghalang mental.    (780)

2.    Manusia yang dikuasai oleh nafsu yang kuat dan terus menurutkan kecenderungannya, akan sulit meninggalkan pandangan-pandangan yang dilekatinya. Sesudah sampai pada kesimpulannya sendiri, dia berbicara sesuai dengan pengetahuannya sendiri.    (781)

3.    Jika seseorang, tanpa diminta, memuji-muji keluhuran dan prakteknya sendiri di depan orang lain, atau berbicara tentang dirinya sendiri, maka para bijaksana mengatakan bahwa dia tidak luhur.    (782)

4.    Manusia yang tenang dan berdisiplin, yang menghindari perbuatan memuji diri dalam hal keluhurannya, dengan menyatakan, 'Demikianlah saya,' maka para bijaksana menyebut dirinya luhur. Di dalam diri orang itu tidak ada kesombongan tentang dunia.    (783)

5.    Bila orang memiliki pandangan-pandangan yang tidak murni --walaupun terbentuk secara mental, tersusun karena sebab, dan dianggap tinggi--, pandangan-pandangan yang mementingkan keuntungan pribadi, maka dia akan mengalami ketenangan yang tidak stabil.    (784)

6.    Sulit untuk meninggalkan ide-ide yang sudah dikukuhi, yang dicapai lewat penilaian tentang doktrin. Oleh karenanya, dalam hal pandangan-pandangan ini, dia menolak satu pandangan dan melekati yang lain.    (785)

7.    Bagi manusia yang memiliki keutamaan spiritual, di mana pun di dunia ini dia tidak akan memiliki pandangan yang terbentuk secara mental tentang berbagai tingkat dumadi. Karena dia telah mengikis kegelapan batin dan kesombongan, dengan cara bagaimana dia dapat dikategorikan? Dia tidak dapat dikategorikan dengan cara apa pun juga.    (786)

8.    Dia yang melekat akan masuk ke dalam perdebatan tentang doktrin. Dengan apa dan bagaimana seseorang yang tidak melekat dapat dicirikan? Dia tidak memiliki apa pun untuk direngkuh atau ditolak; dia telah memurnikan semua pandangannya itu di sini.    (787)

sumber: http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=957

Quote
4. SUDDHATTHAKA SUTTA

Kemurnian

1.    'Aku melihat orang yang suci murni, agung dan sehat; kemurnian seseorang muncul dari apa yang dilihatnya' -- maka, karena memegang pendapat ini serta karena melihat pandangan ini sebagai yang terbaik, dia menganggap bahwa pengetahuan bergantung pada melihat makhluk yang suci murni.    (788)

2.    Jika kemurnian seseorang berasal dari apa yang dilihat, atau jika lewat pengetahuan ini dia dapat terbebas dari penderitaan, maka sesuatu yang bukan Jalan Mulia bisa membuat manusia yang melekati segala sesuatu menjadi manusia suci. Pandangan ini saja sudah menunjukkan sifat manusia ini.    (789)

3.    Tidak satu brahmana pun menyatakan bahwa kesucian dicapai dari sumber di luar diri, seperti misalnya: dari apa yang dilihat, didengar atau dikognisi (dipahami), atau dari peraturan atau ritual. Tak ternoda oleh perbuatan jasa maupun non jasa, dia telah membuang ego; di sini dia tidak melakukan tindakan apa pun yang bisa menghasilkan akibat [kelahiran ulang].    (790)

4.    Mereka yang meninggalkan satu hal untuk mengambil hal lain dan mengikuti kemelekatan tidak akan pernah memadamkan nafsu. Mereka bagaikan kera yang melepas satu dahan untuk merenggut dahan lain, hanya untuk dilepaskan lagi.    (791)

5.    Manusia yang melekati ide-ide --walaupun telah menjalani sendiri praktek-praktek kesucian tertentu-- berarti melorot turun dari keadaan yang tinggi menuju yang rendah. Namun manusia bijaksana, setelah memahami Kebenaran lewat sarana pengetahuan [tertinggi], tidak akan pergi dari yang tinggi menuju yang rendah.    (792)

6.    Dia yang telah melepaskan diri dari apa pun yang dilihat, didengar atau dikognisi, bagaimanakah manusia bisa meragukan manusia yang berpandangan terang, yang berperilaku lurus seperti ini?    (793)

7.    Mereka tidak berspekulasi, mereka tidak menjunjung tinggi pandangan yang mana pun dan mengatakan 'Inilah kemurnian tertinggi.' Mereka melepaskan simpul kemelekatan dogma dan tidak merindukan apa pun di dunia ini.    (794)

8.    Brahmana yang telah melampaui batas-batas keberadaan duniawi tidak memiliki kemelekatan setelah mengetahui atau melihat. Dia tidak bersuka ria di dalam nafsu maupun dalam keadaan tanpa-nafsu. Baginya, tidak ada apa pun di sini yang dapat direnggut sebagai yang tertinggi.    (795)

sumber: http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=958

_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 16 September 2008, 03:21:04 PM


Kebenaran ada dimana-mana.... wah ini logika luar biasa... hebat sekali....

agama lain mengajarkan ada pencipta, agama lain mengatakan persembahan kurban bersifat mulia, mungkin ini yang disebut kebenaran yang ada di agama lain...

itulah sebabnya saya mem-posting topik ini... saya ini bodoh sekali, sehingga saya sering bingung menghadapi umat Buddha yang berusaha menyamakan ajaran Sang Buddha dengan ajaran lain... mungkin disebabkan pikiran saya sempit... Saya selalu mengutip dari Tipitaka... mungkin harusnya saya kutip dari Injil, bukankah kebenaran juga ada disana...?
ajaran agama merupakan suatu pandangan. pandangan adalah produk pikiran.
produk pikiran tentu saja berbeda2 tiap orang.
dhamma yg saya maksud adalah kebenaran.
mis: Anda bisa melihat ketidak kekalan di mana mana.
namun bukan hanya orang Buddhist (atau orang yg telah membaca Tipitaka) saja yg bisa.


ntar cari sutta tentang ini ah :))

Saudara Tesla yang baik...   :)

Terima kasih sudah memberitahu tahu bahwa di agama lain juga ada ajaran mengenai  ketidak kekalan (anicca)... tolong... kapan-kapan kasih tahu saya dimana... ya... ? maklum.. setahu saya cuma di Tipitaka ada ajaran mengenai anicca.... (saya harus membuka wawasan lebih luas lagi...)

terima kasih, dan (((semoga anda berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))




sesuai judul... logika anda memang aneh :hammer: ;D

dimana saya ada mengatakan bahwa ajaran lain ada mengajarkan anicca (walaupun ternyata kemungkinan besar ada)?
tolong dibaca ulang, kalimat saya menyiratkan bahwa:
seseorang dapat melihat anicca, tanpa sebelumnya belajar tentang anicca
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 16 September 2008, 03:23:24 PM
Kebenaran ada dimana-mana.... wah ini logika luar biasa... hebat sekali....

agama lain mengajarkan ada pencipta, agama lain mengatakan persembahan kurban bersifat mulia, mungkin ini yang disebut kebenaran yang ada di agama lain...

itulah sebabnya saya mem-posting topik ini... saya ini bodoh sekali, sehingga saya sering bingung menghadapi umat Buddha yang berusaha menyamakan ajaran Sang Buddha dengan ajaran lain... mungkin disebabkan pikiran saya sempit... Saya selalu mengutip dari Tipitaka... mungkin harusnya saya kutip dari Injil, bukankah kebenaran juga ada disana...?
ajaran agama merupakan suatu pandangan. pandangan adalah produk pikiran.
produk pikiran tentu saja berbeda2 tiap orang.
dhamma yg saya maksud adalah kebenaran.
mis: Anda bisa melihat ketidak kekalan di mana mana.
namun bukan hanya orang Buddhist (atau orang yg telah membaca Tipitaka) saja yg bisa.

ntar cari sutta tentang ini ah :))

Jika yang dimaksud Dhamma adalah Kebenaran .. Maka Klo menurut saya Tipitaka itu adalah "penunjuk jalan" menuju Dhamma itu sendiri..  ^:)^ mohon koreksi  _/\_

setuju _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 16 September 2008, 03:26:48 PM
definisi dhamma sepertinya jadi rancu.

dhamma -> ajaran sang buddha
dhamma -> kebenaran


Dhamma terdiri dari dua yaitu :
1. Pannati Dhamma yaitu kebenaran yang sesuai dengan konsep
2. Paramattha Dhamma yaitu  realitas, kenyataan / hakekat sesungguhnya dan prosesnya tidak tergantung dari label / sebutan / nama yang disandangnya

nah tinggal tergantung mau Dhamma mana yang didiskusikan  ;D

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 16 September 2008, 03:27:07 PM


Kok Angulimala ya..?   :)

definisi dhamma sepertinya jadi rancu.

dhamma -> ajaran sang buddha
dhamma -> kebenaran


Memang benar demikianlah adanya, Dhamma yang mana..? antara Dhamma yang sebenarnya dan Dhamma menurut artian ajaran Sang Buddha, atau Dhamma agama lain...?

Kebenaran ada dimana-mana.... wah ini logika luar biasa... hebat sekali....

agama lain mengajarkan ada pencipta, agama lain mengatakan persembahan kurban bersifat mulia, mungkin ini yang disebut kebenaran yang ada di agama lain...

itulah sebabnya saya mem-posting topik ini... saya ini bodoh sekali, sehingga saya sering bingung menghadapi umat Buddha yang berusaha menyamakan ajaran Sang Buddha dengan ajaran lain... mungkin disebabkan pikiran saya sempit... Saya selalu mengutip dari Tipitaka... mungkin harusnya saya kutip dari Injil, bukankah kebenaran juga ada disana...?

Saya sekarang sudah sadar bahwa belajar Dhamma kemudian dibawa kemana-mana untuk dijadikan pegangan hidup adalah beban... (ada yang mengoreksi saya, terima kasih...) cuma saya masih bingung, untuk apa ya saya belajar Dhamma? apakah untuk sekedar menang debat? atau sesuai dengan Kalama Sutta yang berbunyi...

"When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them."

Ah.. saya ini bodoh ya...  :) mengikuti Kalama Sutta dengan membawa-bawa ajaran Sang Buddha dan menjadikannya sebagai pandangan hidup..., itu kan membawa beban...  :)  sebaiknya ajaran Sang Buddha jangan dijadikan sebagai pegangan hidup, dengan demikian maka baru kita disebut melepas...  :) barulah kita disebut tidak melekat pada konsep..... :) Saya baru mengerti sekarang, bahwa ajaran Sang Buddha itu hanya sekedar konsep... dan itu harus dilepas...  :)

Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman yang telah membuka wawasan saya.

Mungkin sekarang saya harus membuka wawasan saya yang sempit dengan mulai menyembelih kurban di hari Idul Adha, dan mencari keselamatan dengan menerima juru selamat tertentu, karena ini juga Dhamma kan?
Oh ya mungkin lebih baik menerima juru selamat tertentu maka semua persoalan beres... jadi tidak terjebak pada paham lepas atau tidak.....
 
Aduh saudara Sumedho, saya malu sekali, ternyata saya ini orang yang berpandangan sempit... saya ini hanya penuh konsep.... oleh karena itu saya harus berubah sekarang... harus membuka wawasan saya...
maaf teman-teman, saya telah membuat anda kesal dengan kebodohan saya yang hanya terpaku pada Tipitaka...

Sekarang saya tahu kita harus juga melihat Dhamma yang ada di agama-agama lain... oleh karena itu saya harus mengadopsi Dhamma-Dhamma lain seperti menyembelih kurban dan lain-lain....

Sekali lagi teman-teman... saya mengucapkan terima kasih telah membuka wawasan saya...
Ini adalah pencerahan kedua yang saya terima setelah mendapatkan pencerahan pertama dari pak Hudoyo.......  _/\_



 (((semoga anda semua berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))

 _/\_



Anda punya Low-Self-Esteem Syndrome? Atau sedang akting?

Kalau baca Tipitaka bener2, di situ Buddha sendiri katakan bahwa dhamma yang diajarkannya (selama 45 tahun tanpa henti) hanyalah sehelai daun dhamma dibandingkan dengan daun di hutan.

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Lily W on 16 September 2008, 03:31:49 PM
Bro Kainyn...

Sesuai dengan postingan Bro Markos......Itu yang Pannati Dhamma atau Paramatha Dhamma? ;D

_/\_ :lotus:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 16 September 2008, 03:32:45 PM
Jika yang dimaksud Dhamma adalah Kebenaran .. Maka Klo menurut saya Tipitaka itu adalah "penunjuk jalan" menuju Dhamma itu sendiri..  ^:)^ mohon koreksi  _/\_

setuju _/\_

dear tesla

Hal serupa mengenai penunjuk jalan pernah saya ungkap pada diskusi dengan salah satu meditator

Saya mengibaratkan Tipitaka sebagai peta/penunjuk jalan dimana peta ini akan memberikan arah
Namun hendaknya janganlah peta dipegang terus di depan mata, karena akan membuat jadi menabrak atau tersandung  ;D
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 16 September 2008, 03:35:26 PM
Bro Kainyn...

Sesuai dengan postingan Bro Markos......Itu yang Pannati Dhamma atau Paramatha Dhamma? ;D

_/\_ :lotus:

Pannati Dhamma.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 16 September 2008, 03:36:50 PM
Dear Bro Kai,

Kembali saya ulangi bahwa Dhamma sebagai kebenaran itu dibagi menjadi dua yaitu :
1. Pannati Dhamma yaitu kebenaran yang sesuai dengan konsep
2. Paramattha Dhamma yaitu  realitas, kenyataan / hakekat sesungguhnya dan prosesnya tidak tergantung dari label / sebutan / nama yang disandangnya


Tolong dilihat bahwa ko fabian mendiskusikan Tipitaka sebagai Kebenaran Mutlak/Paramattha Dhamma

sementara yang dimaksud daun lainnya adalah Pannati Dhamma/kebenaran relatif.

mengapa bisa disebut Paramattha Dhamma? Karena seperti yang dikatakan oleh Buddha, bahwa segenggam daun itu sudah cukup untuk membawa ke arah pembebasan/Nibbana

semoga bisa dimengerti yah...........  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 16 September 2008, 03:39:07 PM


Kok Angulimala ya..?   :)

definisi dhamma sepertinya jadi rancu.

dhamma -> ajaran sang buddha
dhamma -> kebenaran


Memang benar demikianlah adanya, Dhamma yang mana..? antara Dhamma yang sebenarnya dan Dhamma menurut artian ajaran Sang Buddha, atau Dhamma agama lain...?

Kebenaran ada dimana-mana.... wah ini logika luar biasa... hebat sekali....

agama lain mengajarkan ada pencipta, agama lain mengatakan persembahan kurban bersifat mulia, mungkin ini yang disebut kebenaran yang ada di agama lain...

itulah sebabnya saya mem-posting topik ini... saya ini bodoh sekali, sehingga saya sering bingung menghadapi umat Buddha yang berusaha menyamakan ajaran Sang Buddha dengan ajaran lain... mungkin disebabkan pikiran saya sempit... Saya selalu mengutip dari Tipitaka... mungkin harusnya saya kutip dari Injil, bukankah kebenaran juga ada disana...?

Saya sekarang sudah sadar bahwa belajar Dhamma kemudian dibawa kemana-mana untuk dijadikan pegangan hidup adalah beban... (ada yang mengoreksi saya, terima kasih...) cuma saya masih bingung, untuk apa ya saya belajar Dhamma? apakah untuk sekedar menang debat? atau sesuai dengan Kalama Sutta yang berbunyi...

"When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them."

Ah.. saya ini bodoh ya...  :) mengikuti Kalama Sutta dengan membawa-bawa ajaran Sang Buddha dan menjadikannya sebagai pandangan hidup..., itu kan membawa beban...  :)  sebaiknya ajaran Sang Buddha jangan dijadikan sebagai pegangan hidup, dengan demikian maka baru kita disebut melepas...  :) barulah kita disebut tidak melekat pada konsep..... :) Saya baru mengerti sekarang, bahwa ajaran Sang Buddha itu hanya sekedar konsep... dan itu harus dilepas...  :)

Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman yang telah membuka wawasan saya.

Mungkin sekarang saya harus membuka wawasan saya yang sempit dengan mulai menyembelih kurban di hari Idul Adha, dan mencari keselamatan dengan menerima juru selamat tertentu, karena ini juga Dhamma kan?
Oh ya mungkin lebih baik menerima juru selamat tertentu maka semua persoalan beres... jadi tidak terjebak pada paham lepas atau tidak.....
 
Aduh saudara Sumedho, saya malu sekali, ternyata saya ini orang yang berpandangan sempit... saya ini hanya penuh konsep.... oleh karena itu saya harus berubah sekarang... harus membuka wawasan saya...
maaf teman-teman, saya telah membuat anda kesal dengan kebodohan saya yang hanya terpaku pada Tipitaka...

Sekarang saya tahu kita harus juga melihat Dhamma yang ada di agama-agama lain... oleh karena itu saya harus mengadopsi Dhamma-Dhamma lain seperti menyembelih kurban dan lain-lain....

Sekali lagi teman-teman... saya mengucapkan terima kasih telah membuka wawasan saya...
Ini adalah pencerahan kedua yang saya terima setelah mendapatkan pencerahan pertama dari pak Hudoyo.......  _/\_



 (((semoga anda semua berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))

 _/\_



Anda punya Low-Self-Esteem Syndrome? Atau sedang akting?

Kalau baca Tipitaka bener2, di situ Buddha sendiri katakan bahwa dhamma yang diajarkannya (selama 45 tahun tanpa henti) hanyalah sehelai daun dhamma dibandingkan dengan daun di hutan.



Jadi  kesimpulannya Tipitaka adalah "bagian" dari Dhamma ??  _/\_ Mohon koreksi  ^:)^
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 16 September 2008, 03:48:49 PM
...
Tolong dilihat bahwa ko fabian mendiskusikan Tipitaka sebagai Kebenaran Mutlak/Paramattha Dhamma

sementara yang dimaksud daun lainnya adalah Pannati Dhamma/kebenaran relatif.

mengapa bisa disebut Paramattha Dhamma? Karena seperti yang dikatakan oleh Buddha, bahwa segenggam daun itu sudah cukup untuk membawa ke arah pembebasan/Nibbana
...

Jadi  kesimpulannya Tipitaka adalah "bagian" dari Dhamma ??  _/\_ Mohon koreksi  ^:)^

Apakah Tipitaka ataupun ajaran lainnya, ketika belum direalisasikan, semua hanyalah Pannati Dhamma.
Untuk mewujudkan dhamma itu sendiri, tidaklah selalu memerlukan sepotong, sehelai daun, apalagi seluruh hutan.

Paramatha Dhamma adalah sesuatu yang tidak bisa didiskusikan. Ia hanya bisa "dikemas" ke dalam apa yang bisa dikognisi oleh indera, dan menjadi Pannati Dhamma.

Mengutip dari yang dikutip tesla:

2.    Jika kemurnian seseorang berasal dari apa yang dilihat, atau jika lewat pengetahuan ini dia dapat terbebas dari penderitaan, maka sesuatu yang bukan Jalan Mulia bisa membuat manusia yang melekati segala sesuatu menjadi manusia suci. Pandangan ini saja sudah menunjukkan sifat manusia ini.    (789)

Mungkin memang ada sebagian orang mengatakan Paramatha Dhamma (kebenaran tertinggi) hanya ada di satu buku atau ajaran tertentu. Itu sah2 saja. Bagi saya, tidak begitu.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 16 September 2008, 03:55:02 PM
Jika yang dimaksud Dhamma adalah Kebenaran .. Maka Klo menurut saya Tipitaka itu adalah "penunjuk jalan" menuju Dhamma itu sendiri..  ^:)^ mohon koreksi  _/\_

setuju _/\_

dear tesla

Hal serupa mengenai penunjuk jalan pernah saya ungkap pada diskusi dengan salah satu meditator

Saya mengibaratkan Tipitaka sebagai peta/penunjuk jalan dimana peta ini akan memberikan arah
Namun hendaknya janganlah peta dipegang terus di depan mata, karena akan membuat jadi menabrak atau tersandung  ;D

Anumodana _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 16 September 2008, 03:59:07 PM
Jadi  kesimpulannya Tipitaka adalah "bagian" dari Dhamma ??  _/\_ Mohon koreksi  ^:)^
menurut saya, Tipitaka memuat Dhamma, namun bukan hanya satu2nya yg memuat Dhamma...
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 16 September 2008, 04:03:55 PM
Dear Bro Kai,

Kembali saya ulangi bahwa Dhamma sebagai kebenaran itu dibagi menjadi dua yaitu :
1. Pannati Dhamma yaitu kebenaran yang sesuai dengan konsep
2. Paramattha Dhamma yaitu  realitas, kenyataan / hakekat sesungguhnya dan prosesnya tidak tergantung dari label / sebutan / nama yang disandangnya


Tolong dilihat bahwa ko fabian mendiskusikan Tipitaka sebagai Kebenaran Mutlak/Paramattha Dhamma

sementara yang dimaksud daun lainnya adalah Pannati Dhamma/kebenaran relatif.

mengapa bisa disebut Paramattha Dhamma? Karena seperti yang dikatakan oleh Buddha, bahwa segenggam daun itu sudah cukup untuk membawa ke arah pembebasan/Nibbana

semoga bisa dimengerti yah...........  _/\_

menyontek dari buku Abhidhamma Ultimate Science, yg termasuk Paramattha Dhamma adalah Citta, Cetasika, Rupa & Nibbana.

lain dari itu adalah Pannati, termasuk Tipitaka... CMIIW
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 16 September 2008, 04:09:17 PM
Jadi  kesimpulannya Tipitaka adalah "bagian" dari Dhamma ??  _/\_ Mohon koreksi  ^:)^
menurut saya, Tipitaka memuat Dhamma, namun bukan hanya satu2nya yg memuat Dhamma...
Setuju   _/\_ Jika Dhamma = Kebenaran .. Maka Kebenaran ada dimana saja   _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 16 September 2008, 04:54:29 PM


Jadi  kesimpulannya Tipitaka adalah "bagian" dari Dhamma ??  _/\_ Mohon koreksi  ^:)^
menurut saya, Tipitaka memuat Dhamma, namun bukan hanya satu2nya yg memuat Dhamma...
Setuju   _/\_ Jika Dhamma = Kebenaran .. Maka Kebenaran ada dimana saja   _/\_


Saudara Che Na yang baik,

Untuk mengetahui yang dimaksud Dhamma oleh Sang Buddha, kita harus kembali menilik Dhammanussati (perenungan terhadap Dhamma) yaitu: Yaitu Dhamma dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing.

Dhamma yang dimaksud disini tak bisa diselami oleh orang yang batinnya tak terlatih atau orang yang tak bijaksana. Dalam berbagai sutta Sang Buddha menjelaskan mengenai Dhamma, singkat kata seperti perumpamaan daun simsapa, Dhamma yaitu segala sesuatu yang diajarkan Oleh Sang Buddha yang membawa kebebasan.

kebenaran memang ada dimana-mana, si Ryan membunuh sekian banyak orang jg merupakan kebenaran, tapi jelas bukan Dhamma yang dimaksud Sang Buddha, karena dihantam tsunami kuat rakyat aceh banyak yang meninggal juga merupakan kebenaran, tetapi bukan itu yang diajarkan Sang Buddha, Pandangan salah ada pada setiap puthujana, ini adalah kebenaran, tetapi bukan ini yang diajarkan Sang Buddha. Apa yang diajarkan Sang Buddha singkatnya:

1. dukkha
2. sebab dari Dukkha
3. Berhentinya Dukkha
4. Jalan untuk menghentikan dukkha, yaitu jalan Ariya berunsur delapan.

Dan ini yang tak diajarkan oleh agama lain, agama lain tak mengajarkan Tilakkhana, agama lain tak mengajarkan jalan Ariya berunsur delapan, satta bhojanga, tidak mengajarkan Satipatthana, padahal ini semua diperlukan untuk merealisasi (menyelami Dhamma).

Apabila seseorang telah merealisasi Dhamma tentu ia akan melihat empat kebenaran Ariya dan Jalan Ariya berunsur delapan.

Semoga keterangan ini membantu...

semoga kita semua berusaha merealisasi Dhamma.

((( Semoga kita semua berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 16 September 2008, 05:07:36 PM
kebenaran memang ada dimana-mana, si Ryan membunuh sekian banyak orang jg merupakan kebenaran, tapi jelas bukan Dhamma yang dimaksud Sang Buddha, karena dihantam tsunami kuat rakyat aceh banyak yang meninggal juga merupakan kebenaran, tetapi bukan itu yang diajarkan Sang Buddha, Pandangan salah ada pada setiap puthujana, ini adalah kebenaran, tetapi bukan ini yang diajarkan Sang Buddha. Apa yang diajarkan Sang Buddha singkatnya:

1. dukkha
2. sebab dari Dukkha
3. Berhentinya Dukkha
4. Jalan untuk menghentikan dukkha, yaitu jalan Ariya berunsur delapan.

saudara Fabian yg baik,
dalam kasus pembunuhan Ryan & bencana alam tsunami, menurut saya banyak sekali Buddha Dhamma nya. anda bisa lihat keterkondisian, penderitaan, ketidak kekalan di sana.

Quote
Dan ini yang tak diajarkan oleh agama lain, agama lain tak mengajarkan Tilakkhana, agama lain tak mengajarkan jalan Ariya berunsur delapan, satta bhojanga, tidak mengajarkan Satipatthana, padahal ini semua diperlukan untuk merealisasi (menyelami Dhamma).
setelah saya membaca ulang Simsapa Sutta, saya jadi ingin menampilkannya kembali di sini:

"Therefore your duty is the contemplation, 'This is stress... This is the origination of stress... This is the cessation of stress.' Your duty is the contemplation, 'This is the path of practice leading to the cessation of stress.'"

menurut saya ini cukup. :)

Quote
semoga kita semua berusaha merealisasi Dhamma.

((( Semoga kita semua berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))
_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 16 September 2008, 06:22:23 PM
kebenaran memang ada dimana-mana, si Ryan membunuh sekian banyak orang jg merupakan kebenaran, tapi jelas bukan Dhamma yang dimaksud Sang Buddha, karena dihantam tsunami kuat rakyat aceh banyak yang meninggal juga merupakan kebenaran, tetapi bukan itu yang diajarkan Sang Buddha, Pandangan salah ada pada setiap puthujana, ini adalah kebenaran, tetapi bukan ini yang diajarkan Sang Buddha. Apa yang diajarkan Sang Buddha singkatnya:

1. dukkha
2. sebab dari Dukkha
3. Berhentinya Dukkha
4. Jalan untuk menghentikan dukkha, yaitu jalan Ariya berunsur delapan.

saudara Fabian yg baik,
dalam kasus pembunuhan Ryan & bencana alam tsunami, menurut saya banyak sekali Buddha Dhamma nya. anda bisa lihat keterkondisian, penderitaan, ketidak kekalan di sana.

Quote
Dan ini yang tak diajarkan oleh agama lain, agama lain tak mengajarkan Tilakkhana, agama lain tak mengajarkan jalan Ariya berunsur delapan, satta bhojanga, tidak mengajarkan Satipatthana, padahal ini semua diperlukan untuk merealisasi (menyelami Dhamma).
setelah saya membaca ulang Simsapa Sutta, saya jadi ingin menampilkannya kembali di sini:

"Therefore your duty is the contemplation, 'This is stress... This is the origination of stress... This is the cessation of stress.' Your duty is the contemplation, 'This is the path of practice leading to the cessation of stress.'"

menurut saya ini cukup. :)

Quote
semoga kita semua berusaha merealisasi Dhamma.

((( Semoga kita semua berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))
_/\_


Saudara Tesla yang baik,

kayaknya yang ini kita lebih sejalan....

"When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them."

(((Semoga kita semua berbahagia dan bebas dari penderitaan)))


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 16 September 2008, 09:03:46 PM
[at]Fabian c
Saudara fabian yang baik,kenapa anda sampai sekarang belum menjelaskan apa2 kepada saya tentang pertanyaan yang telah saya lontarkan dulu? :)
Oh ya saudara fabian saran saya akan tulisan anda adalah jangan sampai menyesatkan para pemula...
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 16 September 2008, 09:41:42 PM
Saudara Sumedho yang baik...mana yah poin pencerahan saya yang pertama yang saya dapatkan dari pak Hudoyo...? saya cari-cari nggak ada tuh.. dipindahkan kemana ya...? yang diskusi waktu Pak Hudoyo bilang Khrisnamurti memperbaiki kesalahan para Bhikkhu yang dilakukan selama lebih dua ribu tahun, dengan pencerahan yang dicapai oleh Khrisnamurti...

terima kasih  sebelumnya ya...?

(((semoga anda berbahagia dan terbebas dari penderitaan)))




ahh... terima kasih pak Hudoyo... saya sudah
tercerahkan... jujur saja, selama meditasi
sekian lama dengan mengikuti metode Mahasi
Sayadaw saya memang tak pernah melihat aku, saya
kira tak ada lagi yang perlu saya komentari
disini... cukup sampai disini. Saya harus
membersihkan batin yang sudah tercerahkan ini...
terima kasih,

sukhi hotu
fabian

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4351.msg74952#msg74952

Quote
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4351.msg74253#msg74253

Quote
'ATTA' BUKAN HANYA SEKADAR "PANDANGAN SALAH", MELAINKAN SUATU KESADARAN YANG SANGAT DALAM DI DALAM BATIN PUTHUJJANA, yang berasal jauh di bawah sadar (anusaya). ... Oleh karena itu, sangat sukar menghancurkan/melenyapkan 'atta' itu.

Inilah salah satu kesalahan terbesar para bhikkhu penghafal ajaran Sang Guru (tipitaka-dhara) yang sudah berlarut-larut selama 2000 tahun, sehingga umat Buddha mempunyai kesan bahwa 'atta' HANYA sekadar "pandangan salah" (miccha-ditthi). ... Contohnya: Rekan Fabian, praktisi vipassana Mahasi Sayadaw yang sudah sangat senior. ... Kesalahpahaman ini begitu mendalam sehingga ia tidak bisa melihat hakikat akunya sendiri.

Kesalahan para bhikkhu Tipitaka-dhara itu telah diluruskan kembali oleh pencerahan J. Krishnamurti pada abad ke-20 M.

ahh... terima kasih pak Hudoyo... saya sudah tercerahkan... jujur saja, selama meditasi sekian lama dengan mengikuti metode Mahasi Sayadaw saya memang tak pernah melihat aku, saya kira tak ada lagi yang perlu saya komentari disini... cukup sampai disini. Saya harus membersihkan batin yang sudah tercerahkan ini...
terima kasih,

sukhi hotu

fabian

;D
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 16 September 2008, 09:56:29 PM
Quote
'ATTA' BUKAN HANYA SEKADAR "PANDANGAN SALAH", MELAINKAN SUATU KESADARAN YANG SANGAT DALAM DI DALAM BATIN PUTHUJJANA, yang berasal jauh di bawah sadar (anusaya). ... Oleh karena itu, sangat sukar menghancurkan/melenyapkan 'atta' itu.

Inilah salah satu kesalahan terbesar para bhikkhu penghafal ajaran Sang Guru (tipitaka-dhara) yang sudah berlarut-larut selama 2000 tahun, sehingga umat Buddha mempunyai kesan bahwa 'atta' HANYA sekadar "pandangan salah" (miccha-ditthi). ... Contohnya: Rekan Fabian, praktisi vipassana Mahasi Sayadaw yang sudah sangat senior. ... Kesalahpahaman ini begitu mendalam sehingga ia tidak bisa melihat hakikat akunya sendiri.

Kesalahan para bhikkhu Tipitaka-dhara itu telah diluruskan kembali oleh pencerahan J. Krishnamurti pada abad ke-20 M.

ahh... terima kasih pak Hudoyo... saya sudah tercerahkan... jujur saja, selama meditasi sekian lama dengan mengikuti metode Mahasi Sayadaw saya memang tak pernah melihat aku, saya kira tak ada lagi yang perlu saya komentari disini... cukup sampai disini. Saya harus membersihkan batin yang sudah tercerahkan ini...
terima kasih,

sukhi hotu

fabian
Entah apa artinya semua ini? :))
Biarkanlah dia mengalir sebagaimana mestinya...
Tiada arus tanpa air,tiada air tanpa arus,arus dan air sama2 mengalir.... :)
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 16 September 2008, 11:16:29 PM
Iya memang benar... apakah salah jika saya memberi pendapat pribadi...? Apakah ada kesan saya mengatakan link tersebut tidak benar...? bila saya perhatikan kembali kata-kata saya diatas, saya hanya menyiratkan bahwa menurut pendapat saya, neyya puggala yang mencapai tingkat kesucian Arahat dalam seminggu sudah tidak muncul di dunia ini, sama seperti Ughatitannu dan Vipancitannu....

boro-boro Neyya Puggala seminggu.... Sekarang ini Arahat yang ada mungkin bisa dihitung dengan jari....   :), sedangkan di jaman Sang Buddha mungkin puluhan ribu, atau ratusan ribu bahkan mungkin jutaan.
Bila saudara Karuna Murti  telah membaca sebagian besar Sutta, mungkin baru akan mengerti mengapa demikian...


Apakah Ughatitanu dan vipancittanu masih terjadi pada saat ini, kita sendiri tidak akan tahu, karena bahkan para arahat (savaka buddha) sendiri kadang tidak bisa mengidentifikasi tingkat pencapaian arahat (savaka buddha) lainnya. Hanya seorang sammasambuddha yang bisa mengetahui DENGAN PASTI tingkat pencapaian kesucian seseorang.

Jadi menurut saya, pintu untuk ughatitanu dan vipancittanu sendiri masih terbuka. Terlalu spekulatif bila mengatakan bahwa ketika tidak adanya seorang sammasambuddha yang masih hidup didunia, hal tersebut tidak bisa terjadi.

dear dilbert,

yang saya tangkap dari ko fabian adalah bahwa pencapaian kesucian itu akan lebih sulit, sudah tidak "se-instan" pada waktu ada sammasambuddha.

kalau boleh saya ralat sedikit pernyataan ko fabian menurut pengertian saya :
Quote
menurut pendapat saya, neyya puggala, Ughatitannu dan Vipancitannu yang mencapai tingkat kesucian Arahat dalam seminggu sudah tidak muncul di dunia ini

dimana dalam hal ini ko fabian tidak meneybutkan bahwa saat tidak ada sammasambuddha, maka tidak akan ada ughatitanu dan vipancittanu

ini dikarenakan kemampuan untuk dapat melihat "kematangan batin" seseorang, hanya dapat dilakukan oleh seorang samma sambuddha........... sehingga beliau memberikan ceramah yang disesuaikan dengan tingkatan batin dari para pendengarnya......

cmiiw...........  _/\_

kalau penjelasan dari sdr.markos saya setuju sekali.
"Sungguh sulit untuk terlahir sebagai manusia."
"Lebih sulit untuk terlahir sebagai manusia dan mendengar DHARMA."
"Jauh lebih sulit lagi untuk terlahir sebagai manusia dan mendapatkan ajaran dari seorang sammasambuddha."

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 17 September 2008, 01:18:43 AM

Terima kasih saudara Ryu,
Tempatnya sudah dipindahkan, terima kasih me-mosting kembali,

Oh ya untuk Saudara Dilbert saya setuju pendapat anda, sulit menemukan Dhamma yang benar (Dhamma ajaran Sang Buddha, bukan Dhamma versi ajaran agama lain, atau ajaran diluar Buddha Dhamma), ironinya ada ajaran seorang Sammasambuddha, tapi kok menyimak ajaran diluar ajaran Sammasambuddha...?

Tapi fenomena ini memang sudah diramalkan oleh Sang Buddha lebih dari 2500 tahun yang lalu:

"In the same way, in the course of the future there will be monks who won't listen when discourses that are words of the Tathagata — deep, deep in their meaning, transcendent, connected with emptiness — are being recited. They won't lend ear, won't set their hearts on knowing them, won't regard these teachings as worth grasping or mastering. But they will listen when discourses that are literary works — the works of poets, elegant in sound, elegant in rhetoric, the work of outsiders, words of disciples — are recited. They will lend ear and set their hearts on knowing them. They will regard these teachings as worth grasping & mastering.[/b]
"In this way the disappearance of the discourses that are words of the Tathagata — deep, deep in their meaning, transcendent, connected with emptiness — will come about.
"Thus you should train yourselves: 'We will listen when discourses that are words of the Tathagata — deep, deep in their meaning, transcendent, connected with emptiness — are being recited. We will lend ear, will set our hearts on knowing them, will regard these teachings as worth grasping & mastering.' That's how you should train yourselves."

(Samyutta Nikaya XX.7 Ani Sutta)

Luar biasa ya...? Sang Buddha tahu apa yang akan terjadi sekarang ini...

Marilah kita ikuti nasehat Sang Buddha,

"Kami akan mendengar jika khotbah yang merupakan perkataan Sang Tathagata, yang dalam artinya, diatas duniawi, berhubungan dengan kekosongan diuncarkan. Kami akan memasang telinga, kami akan berusaha meresapi dan merealisasinya, kami akan menganggap ajaran ini sebagai berharga untuk di jalankan dan dikuasai."


jangan sampai kita melakukan yang dicela Sang Buddha berikut ini,

"tetapi mereka mendengarkan jika khotbah yang hasil karya sastra, hasil karya pujangga, kedengarannya elegan, retorikanya elegan, hasil karya Non-Buddhis, dan hasil karya siswa diuncarkan."


Sebenarnya inilah maksud saya dengan pencerahan yang di posting saudara Ryu diatas, inilah satorinya, yaitu ajaran yang bukan berasal dari Sang Tathagata, dimirip-miripkan dengan ajaran Beliau, ajaran Non-Buddhis (outsiders) dipuja-puja, bahkan para Bhikkhu yang telah bersusah payah melindungi ajaran Sang Tathagata dihujat, saya kutipkan kembali,

"Inilah salah satu kesalahan terbesar para bhikkhu penghafal ajaran Sang Guru (tipitaka-dhara) yang sudah berlarut-larut selama 2000 tahun, sehingga umat Buddha mempunyai kesan bahwa 'atta' HANYA sekadar "pandangan salah" (miccha-ditthi)"

Dan tahukah poin pentingnya?

"Kesalahan para bhikkhu Tipitaka-dhara itu telah diluruskan kembali oleh pencerahan J. Krishnamurti pada abad ke-20 M."

Sang Buddha memang luar biasa, Beliau telah dapat meramalkan apa yang akan terjadi.

Mudah-mudahan sekarang teman teman netter mengerti apa yang saya maksud dengan pencerahan diatas, pencerahannya adalah pencerahan Aristoteles bukan pencerahan Buddhis. (EUREKA....) TELAH KUTEMUKAN......  :)

(((Semoga kita melaksanakan apa yang dinasehatkan oleh Sang Buddha 2500 tahun yang lalu...)))

Sukhi Hotu....

 _/\_


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: El Sol on 17 September 2008, 01:20:37 AM
Ricky VS Fabian

Bebek VS Naga?

this is what they said...

;D

Fabian hati2...dia itu ANAK DHAMMA  :)) :)) :)) (duh sakit perut lage..hahaha)...

dia MMD tiap detik loh... ;D

;D
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 17 September 2008, 06:49:15 AM
Ricky VS Fabian

Bebek VS Naga?

this is what they said...

;D

Fabian hati2...dia itu ANAK DHAMMA  :)) :)) :)) (duh sakit perut lage..hahaha)...

dia MMD tiap detik loh... ;D

;D
sakit perut sol, sana ke wc gih :))

Kaga mau ikutan? lo khan saudara seperguruan :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 17 September 2008, 08:23:59 AM

Saya sekarang sudah sadar bahwa belajar Dhamma kemudian dibawa kemana-mana untuk dijadikan pegangan hidup adalah beban... (ada yang mengoreksi saya, terima kasih...) cuma saya masih bingung, untuk apa ya saya belajar Dhamma? apakah untuk sekedar menang debat? atau sesuai dengan Kalama Sutta yang berbunyi...

...

Ah.. saya ini bodoh ya...  :) mengikuti Kalama Sutta dengan membawa-bawa ajaran Sang Buddha dan menjadikannya sebagai pandangan hidup..., itu kan membawa beban...  :)  sebaiknya ajaran Sang Buddha jangan dijadikan sebagai pegangan hidup, dengan demikian maka baru kita disebut melepas...  :) barulah kita disebut tidak melekat pada konsep..... :) Saya baru mengerti sekarang, bahwa ajaran Sang Buddha itu hanya sekedar konsep... dan itu harus dilepas...  :)

Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman yang telah membuka wawasan saya.

Mungkin sekarang saya harus membuka wawasan saya yang sempit dengan mulai menyembelih kurban di hari Idul Adha, dan mencari keselamatan dengan menerima juru selamat tertentu, karena ini juga Dhamma kan?
Oh ya mungkin lebih baik menerima juru selamat tertentu maka semua persoalan beres... jadi tidak terjebak pada paham lepas atau tidak.....
 
Aduh saudara Sumedho, saya malu sekali, ternyata saya ini orang yang berpandangan sempit... saya ini hanya penuh konsep.... oleh karena itu saya harus berubah sekarang... harus membuka wawasan saya...
maaf teman-teman, saya telah membuat anda kesal dengan kebodohan saya yang hanya terpaku pada Tipitaka...

Sekarang saya tahu kita harus juga melihat Dhamma yang ada di agama-agama lain... oleh karena itu saya harus mengadopsi Dhamma-Dhamma lain seperti menyembelih kurban dan lain-lain....
...

Kalo untuk yang ini, "satori"-nya tentang apa yah?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 17 September 2008, 08:46:07 AM
Oh ya untuk Saudara Dilbert saya setuju pendapat anda, sulit menemukan Dhamma yang benar (Dhamma ajaran Sang Buddha, bukan Dhamma versi ajaran agama lain, atau ajaran diluar Buddha Dhamma), ironinya ada ajaran seorang Sammasambuddha, tapi kok menyimak ajaran diluar ajaran Sammasambuddha...?
menurut saya lebih sulit lagi...
kitab pali bisa jd acuan, namun tidak bisa dibilang 'mutlak' ajaran Sang Buddha.

Quote
Tapi fenomena ini memang sudah diramalkan oleh Sang Buddha lebih dari 2500 tahun yang lalu:

"In the same way, in the course of the future there will be monks who won't listen when discourses that are words of the Tathagata — deep, deep in their meaning, transcendent, connected with emptiness — are being recited. They won't lend ear, won't set their hearts on knowing them, won't regard these teachings as worth grasping or mastering. But they will listen when discourses that are literary works — the works of poets, elegant in sound, elegant in rhetoric, the work of outsiders, words of disciples — are recited. They will lend ear and set their hearts on knowing them. They will regard these teachings as worth grasping & mastering.[/b]
"In this way the disappearance of the discourses that are words of the Tathagata — deep, deep in their meaning, transcendent, connected with emptiness — will come about.
"Thus you should train yourselves: 'We will listen when discourses that are words of the Tathagata — deep, deep in their meaning, transcendent, connected with emptiness — are being recited. We will lend ear, will set our hearts on knowing them, will regard these teachings as worth grasping & mastering.' That's how you should train yourselves."

(Samyutta Nikaya XX.7 Ani Sutta)

Luar biasa ya...? Sang Buddha tahu apa yang akan terjadi sekarang ini...

Marilah kita ikuti nasehat Sang Buddha,

"Kami akan mendengar jika khotbah yang merupakan perkataan Sang Tathagata, yang dalam artinya, diatas duniawi, berhubungan dengan kekosongan diuncarkan. Kami akan memasang telinga, kami akan berusaha meresapi dan merealisasinya, kami akan menganggap ajaran ini sebagai berharga untuk di jalankan dan dikuasai."


jangan sampai kita melakukan yang dicela Sang Buddha berikut ini,

"tetapi mereka mendengarkan jika khotbah yang hasil karya sastra, hasil karya pujangga, kedengarannya elegan, retorikanya elegan, hasil karya Non-Buddhis, dan hasil karya siswa diuncarkan."

oleh krn itu kita harus mempraktekkan sendiri dhamma yg diajarkan SB.
bukan mempromosikan kitab kita yg paling T O P...
dlm Buddhisme sendiri masih byk kitab lain yg sering tdk sejalan dg kitab Pali.
kita tidak perlu mengadu siapa yg paling dekat dg ajaran SB.
setuju?

Quote
Sebenarnya inilah maksud saya dengan pencerahan yang di posting saudara Ryu diatas, inilah satorinya, yaitu ajaran yang bukan berasal dari Sang Tathagata, dimirip-miripkan dengan ajaran Beliau, ajaran Non-Buddhis (outsiders) dipuja-puja, bahkan para Bhikkhu yang telah bersusah payah melindungi ajaran Sang Tathagata dihujat, saya kutipkan kembali,

"Inilah salah satu kesalahan terbesar para bhikkhu penghafal ajaran Sang Guru (tipitaka-dhara) yang sudah berlarut-larut selama 2000 tahun, sehingga umat Buddha mempunyai kesan bahwa 'atta' HANYA sekadar "pandangan salah" (miccha-ditthi)"
biarkan saja...
diri sendiri adalah penolong bagi diri sendiri...
penghapal tipitaka jg ga bisa buat kita jd arahat.
hudoyo jg ga bisa.
JK juga ga bisa.
SB jg ga bisa...
setuju?

Quote
Dan tahukah poin pentingnya?

"Kesalahan para bhikkhu Tipitaka-dhara itu telah diluruskan kembali oleh pencerahan J. Krishnamurti pada abad ke-20 M."
ini pandangan bpk hudoyo, tentu saja setiap orang memiliki pandangan yg beda2...
apakah ini menghujat? menurut saya tidak...
bg orang yg men-nomor #1-kan kitab pali tentu sj ini menghujat

Quote
Sang Buddha memang luar biasa, Beliau telah dapat meramalkan apa yang akan terjadi.

Mudah-mudahan sekarang teman teman netter mengerti apa yang saya maksud dengan pencerahan diatas, pencerahannya adalah pencerahan Aristoteles bukan pencerahan Buddhis. (EUREKA....) TELAH KUTEMUKAN......  :)
menurut saya:
gila deh menilai pencerahan orang lain...

Quote
(((Semoga kita melaksanakan apa yang dinasehatkan oleh Sang Buddha 2500 tahun yang lalu...)))

Sang Buddha kemudian berkata kepada para bhikkhu, "Para bhikkhu, barang siapa yang mencintai dan menghormati-Ku seharusnya berkelakuan seperti Attadattha. Kalian tidak menghormat saya hanya dengan memberikan bunga-bunga, wangi-wangian, dupa, atau datang menjenguk-Ku. Kalian memberi penghormatan kepada saya bila mempraktekkan Dhamma yang telah Kuajarkan kepada kalian seperti Lokuttara Dhamma."

ayo berantas ritual pemujaan Buddha!!! =))

Quote
Sukhi Hotu....

 _/\_
_/\_


[/quote]
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 17 September 2008, 08:59:05 AM

Saya sekarang sudah sadar bahwa belajar Dhamma kemudian dibawa kemana-mana untuk dijadikan pegangan hidup adalah beban... (ada yang mengoreksi saya, terima kasih...) cuma saya masih bingung, untuk apa ya saya belajar Dhamma? apakah untuk sekedar menang debat? atau sesuai dengan Kalama Sutta yang berbunyi...

...

Ah.. saya ini bodoh ya...  :) mengikuti Kalama Sutta dengan membawa-bawa ajaran Sang Buddha dan menjadikannya sebagai pandangan hidup..., itu kan membawa beban...  :)  sebaiknya ajaran Sang Buddha jangan dijadikan sebagai pegangan hidup, dengan demikian maka baru kita disebut melepas...  :) barulah kita disebut tidak melekat pada konsep..... :) Saya baru mengerti sekarang, bahwa ajaran Sang Buddha itu hanya sekedar konsep... dan itu harus dilepas...  :)

Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman yang telah membuka wawasan saya.

Mungkin sekarang saya harus membuka wawasan saya yang sempit dengan mulai menyembelih kurban di hari Idul Adha, dan mencari keselamatan dengan menerima juru selamat tertentu, karena ini juga Dhamma kan?
Oh ya mungkin lebih baik menerima juru selamat tertentu maka semua persoalan beres... jadi tidak terjebak pada paham lepas atau tidak.....
 
Aduh saudara Sumedho, saya malu sekali, ternyata saya ini orang yang berpandangan sempit... saya ini hanya penuh konsep.... oleh karena itu saya harus berubah sekarang... harus membuka wawasan saya...
maaf teman-teman, saya telah membuat anda kesal dengan kebodohan saya yang hanya terpaku pada Tipitaka...

Sekarang saya tahu kita harus juga melihat Dhamma yang ada di agama-agama lain... oleh karena itu saya harus mengadopsi Dhamma-Dhamma lain seperti menyembelih kurban dan lain-lain....
...

Kalo untuk yang ini, "satori"-nya tentang apa yah?


rekan2 sekalian,
semoga jg ada lagi yg salah memahami ucapan saya...

sama seperti awan...
setiap hari awan itu ada di langit...
tetapi kita tidak melekatinya...
dia datang dia pergi...
tidak menghasilkan penderitaan apa2 bagi kita...

bukan suruh bikin penyedot raksasa buat ngisep itu awan yach :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 17 September 2008, 09:26:17 AM
rekan2 sekalian,
semoga jg ada lagi yg salah memahami ucapan saya...

sama seperti awan...
setiap hari awan itu ada di langit...
tetapi kita tidak melekatinya...
dia datang dia pergi...
tidak menghasilkan penderitaan apa2 bagi kita...

bukan suruh bikin penyedot raksasa buat ngisep itu awan yach :))
Sayang sekali, saya sungguhan tidak paham. Maksudnya apa yah?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 17 September 2008, 09:31:12 AM
^pencerahan ariostoteles rekan Fabian...

mengikuti Kalama Sutta dengan membawa-bawa ajaran Sang Buddha dan menjadikannya sebagai pandangan hidup..., itu kan membawa beban...  Smiley  sebaiknya ajaran Sang Buddha jangan dijadikan sebagai pegangan hidup, dengan demikian maka baru kita disebut melepas...  Smiley barulah kita disebut tidak melekat pada konsep..... Smiley Saya baru mengerti sekarang, bahwa ajaran Sang Buddha itu hanya sekedar konsep... dan itu harus dilepas...

Mungkin sekarang saya harus membuka wawasan saya yang sempit dengan mulai menyembelih kurban di hari Idul Adha, dan mencari keselamatan dengan menerima juru selamat tertentu, karena ini juga Dhamma kan?
Oh ya mungkin lebih baik menerima juru selamat tertentu maka semua persoalan beres... jadi tidak terjebak pada paham lepas atau tidak.....
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 17 September 2008, 09:43:03 AM
^pencerahan ariostoteles rekan Fabian...

mengikuti Kalama Sutta dengan membawa-bawa ajaran Sang Buddha dan menjadikannya sebagai pandangan hidup..., itu kan membawa beban...  Smiley  sebaiknya ajaran Sang Buddha jangan dijadikan sebagai pegangan hidup, dengan demikian maka baru kita disebut melepas...  Smiley barulah kita disebut tidak melekat pada konsep..... Smiley Saya baru mengerti sekarang, bahwa ajaran Sang Buddha itu hanya sekedar konsep... dan itu harus dilepas...

Mungkin sekarang saya harus membuka wawasan saya yang sempit dengan mulai menyembelih kurban di hari Idul Adha, dan mencari keselamatan dengan menerima juru selamat tertentu, karena ini juga Dhamma kan?
Oh ya mungkin lebih baik menerima juru selamat tertentu maka semua persoalan beres... jadi tidak terjebak pada paham lepas atau tidak.....


Ya, saya tahu tentang "pencerahan" itu. fabian c bilang sudah 2x "pencerahan", yang satu sudah dijelaskan, satu lagi belum dijelaskan, jadinya saya tanyakan.
Lalu saya juga tidak mengerti tentang hubungan tulisan "awan yang berlalu", "pertanyaan saya pada fabian c", dan "salah mengerti ucapan anda".
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 17 September 2008, 09:45:41 AM
Yang diatas itu koan, gak seharusnya dibahas. ;D
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 17 September 2008, 09:51:02 AM
Hm... sepertinya saya mengerti.
Kalo hal2 aneh yang diucapkan "senior" ataupun "saudara sedhamma", dianggap dalam maknanya, tidak untuk dibahas. Dinamakan "Koan".

Kalo hal2 aneh yang diucapkan "orang luar" ataupun "saudara tidak sedhamma", bisa jadi dianggap sindiran, untuk dibahas dan ditunjukkan kesalahannya.

Terima kasih untuk penjelasannya.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 17 September 2008, 09:52:23 AM
 =)) =)) =))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 17 September 2008, 10:14:10 AM
sudah sudah...
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 17 September 2008, 10:16:16 AM

Saya sekarang sudah sadar bahwa belajar Dhamma kemudian dibawa kemana-mana untuk dijadikan pegangan hidup adalah beban... (ada yang mengoreksi saya, terima kasih...) cuma saya masih bingung, untuk apa ya saya belajar Dhamma? apakah untuk sekedar menang debat? atau sesuai dengan Kalama Sutta yang berbunyi...

...

Ah.. saya ini bodoh ya...  :) mengikuti Kalama Sutta dengan membawa-bawa ajaran Sang Buddha dan menjadikannya sebagai pandangan hidup..., itu kan membawa beban...  :)  sebaiknya ajaran Sang Buddha jangan dijadikan sebagai pegangan hidup, dengan demikian maka baru kita disebut melepas...  :) barulah kita disebut tidak melekat pada konsep..... :) Saya baru mengerti sekarang, bahwa ajaran Sang Buddha itu hanya sekedar konsep... dan itu harus dilepas...  :)

Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman yang telah membuka wawasan saya.

Mungkin sekarang saya harus membuka wawasan saya yang sempit dengan mulai menyembelih kurban di hari Idul Adha, dan mencari keselamatan dengan menerima juru selamat tertentu, karena ini juga Dhamma kan?
Oh ya mungkin lebih baik menerima juru selamat tertentu maka semua persoalan beres... jadi tidak terjebak pada paham lepas atau tidak.....
 
Aduh saudara Sumedho, saya malu sekali, ternyata saya ini orang yang berpandangan sempit... saya ini hanya penuh konsep.... oleh karena itu saya harus berubah sekarang... harus membuka wawasan saya...
maaf teman-teman, saya telah membuat anda kesal dengan kebodohan saya yang hanya terpaku pada Tipitaka...

Sekarang saya tahu kita harus juga melihat Dhamma yang ada di agama-agama lain... oleh karena itu saya harus mengadopsi Dhamma-Dhamma lain seperti menyembelih kurban dan lain-lain....
...

Kalo untuk yang ini, "satori"-nya tentang apa yah?


Yang diatas itu koan, gak seharusnya dibahas. ;D

KOan itu apa yah?  ???
SAtori itu apa yah?  ???
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 17 September 2008, 10:30:57 AM
Koan itu cerita-cerita ZEN, yg kadang2 sulit dimengerti seperti sebuah teka-teki...

Satori adalah istilah pencerahan dalam Buddhisme ZEN
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 17 September 2008, 11:31:31 AM
Koan itu cerita-cerita ZEN, yg kadang2 sulit dimengerti seperti sebuah teka-teki...

Satori adalah istilah pencerahan dalam Buddhisme ZEN
O... JAdi inget KOmik Zen.. :-? :-? :-?
JAdi klo ga ngerti2 "koan" ... Maka harus di "ketok" dulu kepalanya baru mendapatkan "satori"   ;D
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 17 September 2008, 11:37:27 AM
Koan itu cerita-cerita ZEN, yg kadang2 sulit dimengerti seperti sebuah teka-teki...

Satori adalah istilah pencerahan dalam Buddhisme ZEN
O... JAdi inget KOmik Zen.. :-? :-? :-?
JAdi klo ga ngerti2 "koan" ... Maka harus di "ketok" dulu kepalanya baru mendapatkan "satori"   ;D

hahaha... ga harus gitu... :))
kalau ga ngerti makna dari koan, coba posting di board 'Chan atau Zen' |link (http://dhammacitta.org/forum/index.php?board=7.0)|
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 17 September 2008, 01:09:56 PM
Hm... sepertinya saya mengerti.
Kalo hal2 aneh yang diucapkan "senior" ataupun "saudara sedhamma", dianggap dalam maknanya, tidak untuk dibahas. Dinamakan "Koan".

Kalo hal2 aneh yang diucapkan "orang luar" ataupun "saudara tidak sedhamma", bisa jadi dianggap sindiran, untuk dibahas dan ditunjukkan kesalahannya.

Terima kasih untuk penjelasannya.

takut nya kek gini nih :))

http://www.thewisdom.com.tw/Big5/AnimationInfoAForm.phtml?FV_Id=24
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 17 September 2008, 04:36:32 PM
mo modify ga bisa ini link downloadnya hehehehe
http://rapidshare.com/files/145974150/020921.swf.html
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 17 September 2008, 09:32:13 PM
Tatiyampi om fabain yang baik,
Ini terakhir kalinya saya meminta penjelasaan dari anda,jika anda masih berdiam diri,maka saya mundur... :)
Terima kasih dan sekian...

NB:Semoga apa yang anda tulisan dengan niat yang baik tidak menyesatkan para pemula kedalam kefanatikan...
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Hendra Susanto on 17 September 2008, 10:03:26 PM
xiiixiixiiiixi... (http://i269.photobucket.com/albums/jj73/LotharGuard/Lucu/monkey35.gif)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: bond on 18 September 2008, 09:24:39 AM
Tatiyampi om fabain yang baik,
Ini terakhir kalinya saya meminta penjelasaan dari anda,jika anda masih berdiam diri,maka saya mundur... :)
Terima kasih dan sekian...

NB:Semoga apa yang anda tulisan dengan niat yang baik tidak menyesatkan para pemula kedalam kefanatikan...
_/\_

Salam,
Riky
^-^
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 19 September 2008, 07:07:24 AM
Tatiyampi om fabain yang baik,
Ini terakhir kalinya saya meminta penjelasaan dari anda,jika anda masih berdiam diri,maka saya mundur... :)
Terima kasih dan sekian...

NB:Semoga apa yang anda tulisan dengan niat yang baik tidak menyesatkan para pemula kedalam kefanatikan...
_/\_

Salam,
Riky
Sama khan seperti Pa Hudoyo yang tidak mau menanggapi postingan yang dianggap tidak penting :))
sudah merasakan hal yang sama yah :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 19 September 2008, 08:41:49 AM
 [at] ryu : Ssst.... udah lah bro........  ^-^

yang sudah lalu, biarlah berlalu.........  ;)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 19 September 2008, 08:55:01 AM
[at] ryu : Ssst.... udah lah bro........  ^-^

yang sudah lalu, biarlah berlalu.........  ;)

_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 19 September 2008, 10:09:18 AM
Sama khan seperti Pa Hudoyo yang tidak mau menanggapi postingan yang dianggap tidak penting :))
sudah merasakan hal yang sama yah :))

Beda lho. Pak Hudoyo biasanya akan menjawab, walaupun isinya bisa jadi kata2 pedas. Kalo fabian c ini, menurut saya mungkin terlalu mulia untuk bicara dengan kasta "paria".
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 19 September 2008, 10:15:13 AM
kasta paria tuh apaan? di sini paria tuh jenis tumbuh2an/buah2an kalo gak salah :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 19 September 2008, 10:18:55 AM
Weleh..weleh dari Therevada ke Zen sampe ke Hindu...  :)) :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 19 September 2008, 10:21:13 AM
Kasta terbuang. Bukanlah salah satu di antara 4 kasta. Dianggap lebih rendah dari binatang.
Ketika orang dari kasta tinggi (Brahmana dan Ksatria) hadir, Paria ini bahkan tidak boleh menatap, hanya membungkuk di tanah. Orang dari Kasta lain boleh memperkosa, memperbudak, merampok kasta paria ini tanpa melanggar hukum.



Weleh..weleh dari Therevada ke Zen sampe ke Hindu...  :)) :))
Ini bukan hanya Hindu, tapi tradisi di sana. Di zaman Buddha pun masih kental tradisi seperti ini.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Che Na on 19 September 2008, 10:23:37 AM

Weleh..weleh dari Therevada ke Zen sampe ke Hindu...  :)) :))
Ini bukan hanya Hindu, tapi tradisi di sana. Di zaman Buddha pun masih kental tradisi seperti ini.

 :| maaf kan cuma j/k  ^:)^ ^:)^
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 19 September 2008, 10:26:25 AM
Kasta terbuang. Bukanlah salah satu di antara 4 kasta. Dianggap lebih rendah dari binatang.
Ketika orang dari kasta tinggi (Brahmana dan Ksatria) hadir, Paria ini bahkan tidak boleh menatap, hanya membungkuk di tanah. Orang dari Kasta lain boleh memperkosa, memperbudak, merampok kasta paria ini tanpa melanggar hukum.



Weleh..weleh dari Therevada ke Zen sampe ke Hindu...  :)) :))
Ini bukan hanya Hindu, tapi tradisi di sana. Di zaman Buddha pun masih kental tradisi seperti ini.
ooo apakahn kasta paria disini selalu menunduk ditanah? sepertinya tidak deh :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 19 September 2008, 10:27:13 AM
:| maaf kan cuma j/k  ^:)^ ^:)^

Ga apa. Itu cuma info kok.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 19 September 2008, 10:28:33 AM
Kasta terbuang. Bukanlah salah satu di antara 4 kasta. Dianggap lebih rendah dari binatang.
Ketika orang dari kasta tinggi (Brahmana dan Ksatria) hadir, Paria ini bahkan tidak boleh menatap, hanya membungkuk di tanah. Orang dari Kasta lain boleh memperkosa, memperbudak, merampok kasta paria ini tanpa melanggar hukum.



Weleh..weleh dari Therevada ke Zen sampe ke Hindu...  :)) :))
Ini bukan hanya Hindu, tapi tradisi di sana. Di zaman Buddha pun masih kental tradisi seperti ini.
ooo apakahn kasta paria disini selalu menunduk ditanah? sepertinya tidak deh :))

Tidak ada kasta paria di sini. Tetapi sepertinya ada yang memperlakukan orang lain seperti kasta paria, di mana kata2 dari si "paria" tidak perlu diindahkan.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 19 September 2008, 10:42:20 AM
Kasta terbuang. Bukanlah salah satu di antara 4 kasta. Dianggap lebih rendah dari binatang.
Ketika orang dari kasta tinggi (Brahmana dan Ksatria) hadir, Paria ini bahkan tidak boleh menatap, hanya membungkuk di tanah. Orang dari Kasta lain boleh memperkosa, memperbudak, merampok kasta paria ini tanpa melanggar hukum.



Weleh..weleh dari Therevada ke Zen sampe ke Hindu...  :)) :))
Ini bukan hanya Hindu, tapi tradisi di sana. Di zaman Buddha pun masih kental tradisi seperti ini.
ooo apakahn kasta paria disini selalu menunduk ditanah? sepertinya tidak deh :))

Tidak ada kasta paria di sini. Tetapi sepertinya ada yang memperlakukan orang lain seperti kasta paria, di mana kata2 dari si "paria" tidak perlu diindahkan.

Wah Sekarang semuanya sudah mulai bisa menilai batin orang :))
Riky mode = on :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 19 September 2008, 10:45:49 AM
Wah Sekarang semuanya sudah mulai bisa menilai batin orang :))
Riky mode = on :))

Bukan bathin yang saya nilai, tapi kelakuan yang terlihat. Dan memang yang saya lihat adalah omongan Riky_dave tidak dijawab.

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 19 September 2008, 11:00:46 AM
dear Kai

Dalam Pañha Sutta, Gradual Sayings (Anguttara Nikâya II. 53-54), Sang Buddha mengajarkan bagaimana cara menjawab suatu pertanyaan (AN 4.42).

Dalam Pañha Sutta tersebut, dikatakan ada empat cara menjawab pertanyaan-pertanyaan, yaitu:
1]. Ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab secara langsung dan singkat (misalnya: iya / tidak);
2]. Ada jenis pertanyaan yang harus dijawab secara analisis (mendefinisikan sebanyak mungkin dalam penjelasan dengan berbagai contoh);
3]. Ada jenis pertanyaan yang harus dijawab dengan sebuah pertanyaan balik sebagai jawabannya;
4]. Ada pula jenis pertanyaan yang harus dijawab dengan diam/ tidak perlu dijawab.”

Siapa pun yang mengetahui hal tersebut dengan benar menghubungkan dengan Dhamma, maka ia dikatakan mahir dalam empat tipe pertanyaan tersebut. Sulit untuk mengalahkannya.

Ia mengetahui hal-hal yang sesuai dan yang tidak sesuai, sehingga menolak hal-hal yang tidak memiliki makna dan menguasai hal-hal yang memiliki makna.

Jadi jika seseorang tidak menjawab, bukan berarti orang tersebut sombong atau merasa tinggi.

Dari yang saya pernah tahu mengenai ko fabian, dia bukan lah org yang sombong atau yang mengganggap org lain lebih rendah walaupun memang pengetahuan ko fabian sudah dalam.

Dia berkenan menjawab jika memang org yang bertanya memang beritikad untuk berdiskusi, bukan untuk berdebat/yang membuta dengan hanya berdasar pengalaman semata

Mirip seperti cerita Buddha yang menundukkan dengan kesaktian.
Pada kebanyakan kasus, Buddha bisa memberi pengertian, dengan cinta kasih, dan ajakan, namun pada kasus tertentu, Buddha juga unjuk kesaktiannya seperti memunculkan api dan air sekaligus


semoga bisa dimengerti yah  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 19 September 2008, 11:10:53 AM
Wah Sekarang semuanya sudah mulai bisa menilai batin orang :))
Riky mode = on :))

Bukan bathin yang saya nilai, tapi kelakuan yang terlihat. Dan memang yang saya lihat adalah omongan Riky_dave tidak dijawab.


Ya itu khan hak masing2 untuk mau menjawab atau tidak, bukan seperti :
Quote
Beda lho. Pak Hudoyo biasanya akan menjawab, walaupun isinya bisa jadi kata2 pedas. Kalo fabian c ini, menurut saya mungkin terlalu mulia untuk bicara dengan kasta "paria".
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 19 September 2008, 11:19:13 AM
markosprawira,

Pertanyaan yang didiamkan oleh Buddha adalah 10 pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan Dhamma yaitu:
dunia kekal/tidak kekal/terbatas/tidak terbatas; tubuh sama/beda dengan jiwa; setelah meninggal Tathagata ada/tidak ada/ada & tidak ada/bukan ada & bukan tidak ada.

Rasanya tidak ada pertanyaan mengenai hal itu di sini. Memang tidak semua pertanyaan perlu diberikan jawaban, tetapi setidaknya berbaik hatilah untuk tidak mengabaikannya.

Quote
Dari yang saya pernah tahu mengenai ko fabian, dia bukan lah org yang sombong atau yang mengganggap org lain lebih rendah walaupun memang pengetahuan ko fabian sudah dalam.

Dia berkenan menjawab jika memang org yang bertanya memang beritikad untuk berdiskusi, bukan untuk berdebat/yang membuta dengan hanya berdasar pengalaman semata
Saya memang tidak kenal fabian c. Semoga demikian adanya.

 _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 19 September 2008, 11:35:05 AM
markosprawira,

Pertanyaan yang didiamkan oleh Buddha adalah 10 pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan Dhamma yaitu:
dunia kekal/tidak kekal/terbatas/tidak terbatas; tubuh sama/beda dengan jiwa; setelah meninggal Tathagata ada/tidak ada/ada & tidak ada/bukan ada & bukan tidak ada.

Rasanya tidak ada pertanyaan mengenai hal itu di sini. Memang tidak semua pertanyaan perlu diberikan jawaban, tetapi setidaknya berbaik hatilah untuk tidak mengabaikannya.
 _/\_


dear Kai,

Kalau saya boleh koreksi mengenai 10 pertanyaan yang tidak berhubungan Buddha Dhamma, itu bisa dilakukan oleh seorang Sammasambuddha

Ini dikarenakan seorang sammasambuddha bisa melihat kualitas batin seseorang, sehingga bisa menjawab dengan tepat, sesuai dengan yang diinginkan oleh penanya.

Namun kita sebagai putthujhana, yang masih begitu lekat dengan akusala, belum bisa menjawab yang cocok dengan penanya dan biasanya sering menjadi perdebatan

Tidak menjawab/mendiamkan juga saya lakukan pada salah satu member milis buddhis, setelah sekian banyak mencoba menjawab tapi dia terus bertanya tapi tidak ingin membuat diskusi yang baik

Mengapa demikian? karena member itu sebenarnya bukan bertanya, melainkan mempromosikan "produknya", sehingga dia mengkritisi buddhism benar untuk mencari2 kelemahan, bukan karena dia tidak mengerti

Member2 lain pun pada awalnya berusaha menjawab, tapi setelah kelihatan tujuan sebenarnya member itu, mayoritas juga mendiamkan karena selain percuma saja menjawab, pun berpotensi untuk memperbanyak akusala citta, yang notabene menurunkan kualitas batin kita

semoga ini bisa bermanfaat untuk kita semua  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 19 September 2008, 11:37:30 AM
apakah sesuai dengan ini "Logika aneh umat Buddha" :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 19 September 2008, 07:41:03 PM
[at]ryu..
Saya tidak tahu mau berkata apa kepada anda,bertanya dan menyindir apakah itu hal yang sama walau mungkin terlihat sama?:)

[at]Kainyn
Terima kasih atas postingan anda yang menurut saya mungkin juga merasa heran dengan tingkah laku dari saudara fabian yang mengindahkan postingan saya,tapi biarkan saya toh,sudah tatiyampi, didalam Buddhisme hanya mengenal tingkat tertinggi menurut saya adalah TATIYAMPI,saya sudah mengatakan mundur kalau saudara fabian juga tidak berkenan menjelaskan atau lebih tepatnya memperjelas semua kata2 yang telah dipostingkan olehnya yang meragukan saya... :)
_/\_

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 19 September 2008, 08:05:25 PM
[at]ryu..
Saya tidak tahu mau berkata apa kepada anda,bertanya dan menyindir apakah itu hal yang sama walau mungkin terlihat sama?:)

[at]Kainyn
Terima kasih atas postingan anda yang menurut saya mungkin juga merasa heran dengan tingkah laku dari saudara fabian yang mengindahkan postingan saya,tapi biarkan saya toh,sudah tatiyampi, didalam Buddhisme hanya mengenal tingkat tertinggi menurut saya adalah TATIYAMPI,saya sudah mengatakan mundur kalau saudara fabian juga tidak berkenan menjelaskan atau lebih tepatnya memperjelas semua kata2 yang telah dipostingkan olehnya yang meragukan saya... :)
_/\_

Salam hangat,
Riky
kakakakak lihatlah apa adanya riky, apabila anda merasa tersindir berarti anda melihat tersindir apa adanya :))

Belajarlah lebih sabar :)) atau memang tidak ada yang namanya kesabaran yah :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 19 September 2008, 08:39:26 PM
[at]Ryu,...
Bingung jadinya saya.. :))
Apa yang anda katakan saudara ryu?Pernyataan anda telah bergeser dengan posting pertama anda  yang berhubungan dengan pak hudoyo...
Saya akan copy pastekan kepada anda :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4873.msg83912#msg83912
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 19 September 2008, 09:02:28 PM
Maksud aye khan dah jelas :))
Pa Hudoyo khan apabila tidak mau menjawab postingan orang itu khan hak Dia (misalnya bagi beliau postingan itu tidak penting dijawab/dianggap ngejunk), Sama juga dengan Fabian, kenapa harus seperti merengek2 minta jawaban sampe ketiga kali gitu :))
Jadi :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4873.msg84024#msg84024
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 19 September 2008, 09:09:48 PM
Maksud aye khan dah jelas :))
Pa Hudoyo khan apabila tidak mau menjawab postingan orang itu khan hak Dia (misalnya bagi beliau postingan itu tidak penting dijawab/dianggap ngejunk), Sama juga dengan Fabian, kenapa harus seperti merengek2 minta jawaban sampe ketiga kali gitu :))
Jadi :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4873.msg84024#msg84024
Memang hak dia om ryu,siapa yang merengek2?:)
Jadi dimana dong hak bertanya saya?
Saya juga punya hak untuk bertanya bukan?Dan sebaliknya saudara fabian juga berhak untuk tidak menjawab dan saya berhak mengajukan permintaan/lebih jelasnya disebut pertanggungjawaban atas postingnya sebanyak apapun,tapi 3 kali menurut saya itu sudah lebih dari cukup untuk mengetahui apakah saudara fabian berkenan untuk menjawab atau tidak dan lagi yang lebih penting bahwa apa yang saya tanyakan bukan merupakan sindiran terhadap pribadi saudara fabian,bukan berupa ngejunk tak karuan,juga tidak melenceng dari topik/postingan saudara fabian.:)
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 19 September 2008, 09:12:21 PM
Maksud aye khan dah jelas :))
Pa Hudoyo khan apabila tidak mau menjawab postingan orang itu khan hak Dia (misalnya bagi beliau postingan itu tidak penting dijawab/dianggap ngejunk), Sama juga dengan Fabian, kenapa harus seperti merengek2 minta jawaban sampe ketiga kali gitu :))
Jadi :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4873.msg84024#msg84024
Memang hak dia om ryu,siapa yang merengek2?:)
Jadi dimana dong hak bertanya saya?
Saya juga punya hak untuk bertanya bukan?Dan sebaliknya saudara fabian juga berhak untuk tidak menjawab dan saya berhak mengajukan permintaan/lebih jelasnya disebut pertanggungjawaban atas postingnya sebanyak apapun,tapi 3 kali menurut saya itu sudah lebih dari cukup untuk mengetahui apakah saudara fabian berkenan untuk menjawab atau tidak dan lagi yang lebih penting bahwa apa yang saya tanyakan bukan merupakan sindiran terhadap pribadi saudara fabian,bukan berupa ngejunk tak karuan,juga tidak melenceng dari topik/postingan saudara fabian.:)
_/\_

Salam,
Riky
Ya sudah tunggu aja, barangkali terlewat atau bagaimana, khan kita tidak tau apa yang ada dalam batin fabian , oce! :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Hendra Susanto on 19 September 2008, 09:16:48 PM
Quote
lagi yang lebih penting bahwa apa yang saya tanyakan bukan merupakan sindiran terhadap pribadi saudara fabian,bukan berupa ngejunk tak karuan,juga tidak melenceng dari topik/postingan saudara fabian.

Quote
NB:Semoga apa yang anda tulisan dengan niat yang baik tidak menyesatkan para pemula kedalam kefanatikan...

klo ini termasuk sindiran/ngejunk atau apa bos??
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: K.K. on 20 September 2008, 08:32:37 AM
[at]Kainyn
Terima kasih atas postingan anda yang menurut saya mungkin juga merasa heran dengan tingkah laku dari saudara fabian yang mengindahkan postingan saya,tapi biarkan saya toh,sudah tatiyampi, didalam Buddhisme hanya mengenal tingkat tertinggi menurut saya adalah TATIYAMPI,saya sudah mengatakan mundur kalau saudara fabian juga tidak berkenan menjelaskan atau lebih tepatnya memperjelas semua kata2 yang telah dipostingkan olehnya yang meragukan saya... :)

 _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 20 September 2008, 09:07:04 AM
 :outoftopic: :backtotopic:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 20 September 2008, 09:11:15 AM
Sepertinya memang aneh logika umat Buddha :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Pitu Kecil on 20 September 2008, 09:35:17 AM
Topiknya aja udah "Aneh"  *  "Logika Aneh Umat Buddha" Kok gak bikin Topik "Logika Aneh Umat Manusia"
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 20 September 2008, 12:56:21 PM
Quote
lagi yang lebih penting bahwa apa yang saya tanyakan bukan merupakan sindiran terhadap pribadi saudara fabian,bukan berupa ngejunk tak karuan,juga tidak melenceng dari topik/postingan saudara fabian.

Quote
NB:Semoga apa yang anda tulisan dengan niat yang baik tidak menyesatkan para pemula kedalam kefanatikan...

klo ini termasuk sindiran/ngejunk atau apa bos??
Menurut anda sendiri om?
Menurut saya pribadi tulisan om fabian menyesatkan,maka dari itu saya meminta penjelasan dari saudara fabian,tapi mungkin dia sibuk atau memang tak berkenan menjelaskan kepada saya?
Entahlah...Yang penting saya sudah meminta sebanyak 3 kali dan menurut saya itu sudah lebih dari cukup,pernahkah saudara melihat didalam sutta ada permintaaan lebih dari 3 kali kepada Buddha Shakyamuni?
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 20 September 2008, 12:59:48 PM
Maksud aye khan dah jelas :))
Pa Hudoyo khan apabila tidak mau menjawab postingan orang itu khan hak Dia (misalnya bagi beliau postingan itu tidak penting dijawab/dianggap ngejunk), Sama juga dengan Fabian, kenapa harus seperti merengek2 minta jawaban sampe ketiga kali gitu :))
Jadi :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4873.msg84024#msg84024
Memang hak dia om ryu,siapa yang merengek2?:)
Jadi dimana dong hak bertanya saya?
Saya juga punya hak untuk bertanya bukan?Dan sebaliknya saudara fabian juga berhak untuk tidak menjawab dan saya berhak mengajukan permintaan/lebih jelasnya disebut pertanggungjawaban atas postingnya sebanyak apapun,tapi 3 kali menurut saya itu sudah lebih dari cukup untuk mengetahui apakah saudara fabian berkenan untuk menjawab atau tidak dan lagi yang lebih penting bahwa apa yang saya tanyakan bukan merupakan sindiran terhadap pribadi saudara fabian,bukan berupa ngejunk tak karuan,juga tidak melenceng dari topik/postingan saudara fabian.:)
_/\_

Salam,
Riky
Ya sudah tunggu aja, barangkali terlewat atau bagaimana, khan kita tidak tau apa yang ada dalam batin fabian , oce! :))
Justru oleh karena saya tidak tahu batin saudara fabian,maka saya meminta penjelasaannya sampai tatiyampi yang dianggap oleh anda sebagai "merengek2",pahamkah anda sekarang om ryu yang baik?
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 21 September 2008, 10:25:51 AM

Saudara Markos Prawira yang baik,

Terima kasih atas pembelaan anda, memang banyak orang yang salah sangka mengapa saya tidak menanggapi postingan-postingan terakhir, karena saya menilai hal ini sudah tidak bermanfaat, karena lama kelamaan kalau saya terlibat terus dalam perdebatan ini, akan menyia-nyiakan waktu saja.
Saya yakin anda tahu bahwa semua tulisan saya hanya ingin menerangkan bahwa kita sering timbul prasangka, inilah sebabnya rumor lebih cepat menyebar daripada fakta.

Menurut saya tidak perlu saya memperpanjang debat, karena nanti saya akan dituduh tak tahu diri yang mau menang sendiri, bisanya cuma berdebat.
Tentu anda juga bisa merasakan bahwa debat sering-sering hanya menambah kekotoran batin. Lebih baik menyudahi debat yang tak berkesudahan.

Kebenaran sebaik apapun akan ditolak oleh orang yang memang sudah bertekad untuk mendebat.

Mungkin perumpamaan saya berikut ini yang pernah saya postingkan di salah satu forum bisa menjadi pertimbangan pemikiran kita semua, betapa sia-sianya berdebat, bila yang dicari hanya PEMBENARAN, BUKAN MENCARI KEBENARAN. Dan kita cenderung mudah sekali terjebak pada hal itu.

Perumpamaannya demikian, harap diingat bahwa ini cuma perumpamaan:

Ada cerita mengenai orang kampung (umpamanya namanya si Mamat) yang suatu ketika pergi kekota untuk mencari kerja  Ia terkenal karena staminanya. Selama di kota ia suka sekali mengikuti kegiatan pencinta alam, dan ia terkenal diantara para koleganya.sebagai yang paling hebat dalam memanjat gunung. (karena ia di desa sering memanjat bukit).

Suatu ketika bos perusahaan tempatnya bekerja memiliki ide, dalam rangka promosi, perusahaan Ia mensponsori pendakian gunung Jayawijaya. Tentu tidak sulit ditebak bahwa salah satu orang yang dipilih untuk ikut dalam team  penaklukkan Puncak jayawijaya yang di pakai adalah si Mamat.
Singkatnya Mamat bersama dengan team yang lain pergi mEmanjat gunung. Dilengkapi dengan berbagai peralatan modern yang ada sekarang ini.

Dengan cermat Mamat mencatat semua pengalaman yang dia lakukan, treknya, suasananya, pokoknya arsipnya lengkap sekali. (karena Mamat memang sudah berpengalaman dalam mendaki gunung.

Setelah pulang kembali ke kotanya, suatu hari Mamat kembali ke desanya.
Di desanya Amat bertemu dengan teman mainnya sejak kecil (umpamanya namanya adalah Pailul). Lalu Amat menceritakan pengalamannya yang menegangkan mendaki puncak Jayawijaya kepada Pailul.

“Pada akhir ceritanya Pailul nyeletuk: oh ya...? ah nggak mungkin... mana ada gunung yang puncaknya diselimuti es...”

Lalu Mamat memperlihatkan petanya dan juga catatan pendakiannya kepada Pailul. Dengan berharap Pailul percaya apa yang diutarakannya.

Lalu Pailul setelah melihat peta dan catatan pendakian Mamat lalu bertanya kepada Mamat, “di Petanya tidak disebutkan kalau puncaknya diselimuti es kan...? itukan cuma peta..? kalau boleh saya tahu siapa yang menyusun catatan pendakian ini...? kamu kan...?”

Dengan sabar Mamat mengeluarkan foto-foto yang ia ambil ketika bersama timnya mendaki puncak Jayawijaya, termasuk foto ketika ia telah berhasil mengibarkan bendera perusahaannya di puncak Jayawijaya.

Lalu Pailul berkomentar,”Maaf saya sih pernah lihat foto si Oneng tetangga diujung gang, kenal kan...? sedang berjabatan tangan sama Pere..siden, juga si Bajuri suaminya, dia juga sedang salaman sama bintang pilem Rocky”, katanya sih dikerjain pake kompu...., kompu apa yah lupa, pokoknya dikerjain alat yang namanya ada kompunya...”

Dalam usahanya yang terakhir untuk menyadarkan si Pailul, Mamat lalu memperlihatkan videonya yang diambil selama mendaki puncak Jayawijaya.

Lalu Pailul bertanya kepada Mamat, “ini filmnya apa memang benar...?”

Mamat menjawab, “tentu saja, saya bikin videonya langsung...”

Lalu Pailul menjwab, “kalau memang video ini benar, maka Batman sama Superman juga benar dong.........”

                                  ------------- (end of story) ------------

Dari perumpamaan ini kita bisa menyimak beberapa hal,
Bila seseorang telah memiliki praduga, maka sulit mengubah praduga tersebut. Sebaik apapun fakta yang disodorkan.

Bila seseorang telah mengambil sikap tak percaya terhadap Tipitaka, tak ada seorangpun yang dapat mengubahnya menjadi percaya, walaupun pengetahuannya sendiri belum sampai kesitu.
Sutta yang sebenarnya lebih banyak memuat pengalaman praktek meditasi Sang Buddha dan para Arahat, bagi orang yang tidak mendalami meditasi maka sutta hanya merupakan teori.... seperti perumpamaan diatas.

Terima kasih kepada saudara Markos dan juga teman-teman netter yang telah meluangkan waktu membaca ini, dan saya rasa lebih bermanfaat bila saya lebih meluangkan waktu saya yang tersita, untuk meditasi. Saya rasa itulah yang terbaik.

((( Semoga kita semua berbahagia, dan bebas dari penderitaan )))

fabian


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 21 September 2008, 10:33:59 AM
 _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 21 September 2008, 10:50:17 AM
Saudara Markos Prawira yang baik,
Terima kasih atas pembelaan anda, memang banyak orang yang salah sangka mengapa saya tidak menanggapi postingan-postingan terakhir, karena saya menilai hal ini sudah tidak bermanfaat, karena lama kelamaan kalau saya terlibat terus dalam perdebatan ini, akan menyia-nyiakan waktu saja.
Akhirnya anda turun gunung juga ya? :)
Saya setuju dengan anda dengan kalimat diatas,tapi benarkah itu niat anda?
Mari kita jabarkan dan lihat dengan sesaksama,saya yakin bahwa para pengendali diri bisa melihatnya kecuali mereka lepas kendali?:)

Quote
Saya yakin anda tahu bahwa semua tulisan saya hanya ingin menerangkan bahwa kita sering timbul prasangka, inilah sebabnya rumor lebih cepat menyebar daripada fakta.

Menurut saya tidak perlu saya memperpanjang debat, karena nanti saya akan dituduh tua bangkotan yang tak tahu diri yang mau menang sendiri, bisanya cuma berdebat.
Tentu anda juga bisa merasakan bahwa debat sering-sering hanya menambah kekotoran batin. Lebih baik menyudahi debat yang tak berkesudahan.
Lantas apa yang anda lakukan dahulu dengan pak hudoyo dalam thread adbhidhamma dan vipassana dan beberap thread lainnya?Perlukah saya mengquotekan 1 per satu diskusi atau lebih tepatnya debat diantara kalian berdua saudara fabian yang baik?:)

Quote
Kebenaran sebaik apapun akan ditolak oleh orang yang memang sudah bertekad untuk mendebat.
Coba renungkan lebih dalam dan praktekan dalam diri anda dan juga sebaliknya dengan saya,setujukah anda? :)

Quote
Mungkin perumpamaan saya berikut ini yang pernah saya postingkan di salah satu forum bisa menjadi pertimbangan pemikiran kita semua, betapa sia-sianya berdebat, bila yang dicari hanya PEMBENARAN, BUKAN MENCARI KEBENARAN. Dan kita cenderung mudah sekali terjebak pada hal itu.
Andai anda dan saya bisa melihatnya lebih dalam,apakah anda yang benar atau saya yang benar?Entahlah...Who care with it?:)
Ketika memposting sesuatu sudah sewajarnya muncul "asumsi2/pertanyaan", tugas kita sebagai pemosting adalah menjelaskan/mengklarifikasikan bagian yang ditanyakan bukan dianggap sebagai ajang untuk mencari debat/pembenaran atau lebih tepatnya tanpa mengurangi sedikitpun rasa sopan saya kepada anda saya sebut sebagai pelarian atas sebuah tanggung jawab yang mungkin bisa menyesatkan orang lain jika anda tidak berkenan untuk memperjelas pernyataan anda? :)

Quote
Perumpamaannya demikian, harap diingat bahwa ini cuma perumpamaan:
Ada cerita mengenai orang kampung (umpamanya namanya si Mamat) yang suatu ketika pergi kekota untuk mencari kerja  Ia terkenal karena staminanya. Selama di kota ia suka sekali mengikuti kegiatan pencinta alam, dan ia terkenal diantara para koleganya.sebagai yang paling hebat dalam memanjat gunung. (karena ia di desa sering memanjat bukit).
Suatu ketika bos perusahaan tempatnya bekerja memiliki ide, dalam rangka promosi, perusahaan Ia mensponsori pendakian gunung Jayawijaya. Tentu tidak sulit ditebak bahwa salah satu orang yang dipilih untuk ikut dalam team  penaklukkan Puncak jayawijaya yang di pakai adalah si Mamat.
Singkatnya Mamat bersama dengan team yang lain pergi mEmanjat gunung. Dilengkapi dengan berbagai peralatan modern yang ada sekarang ini.
Dengan cermat Mamat mencatat semua pengalaman yang dia lakukan, treknya, suasananya, pokoknya arsipnya lengkap sekali. (karena Mamat memang sudah berpengalaman dalam mendaki gunung.
Setelah pulang kembali ke kotanya, suatu hari Mamat kembali ke desanya.
Di desanya Amat bertemu dengan teman mainnya sejak kecil (umpamanya namanya adalah Pailul). Lalu Amat menceritakan pengalamannya yang menegangkan mendaki puncak Jayawijaya kepada Pailul.
“Pada akhir ceritanya Pailul nyeletuk: oh ya...? ah nggak mungkin... mana ada gunung yang puncaknya diselimuti es...”
Lalu Mamat memperlihatkan petanya dan juga catatan pendakiannya kepada Pailul. Dengan berharap Pailul percaya apa yang diutarakannya.
Lalu Pailul setelah melihat peta dan catatan pendakian Mamat lalu bertanya kepada Mamat, “di Petanya tidak disebutkan kalau puncaknya diselimuti es kan...? itukan cuma peta..? kalau boleh saya tahu siapa yang menyusun catatan pendakian ini...? kamu kan...?”
Dengan sabar Mamat mengeluarkan foto-foto yang ia ambil ketika bersama timnya mendaki puncak Jayawijaya, termasuk foto ketika ia telah berhasil mengibarkan bendera perusahaannya di puncak Jayawijaya.
Lalu Pailul berkomentar,”Maaf saya sih pernah lihat foto si Oneng tetangga diujung gang, kenal kan...? sedang berjabatan tangan sama Pere..siden, juga si Bajuri suaminya, dia juga sedang salaman sama bintang pilem Rocky”, katanya sih dikerjain pake kompu...., kompu apa yah lupa, pokoknya dikerjain alat yang namanya ada kompunya...”
Dalam usahanya yang terakhir untuk menyadarkan si Pailul, Mamat lalu memperlihatkan videonya yang diambil selama mendaki puncak Jayawijaya.
Lalu Pailul bertanya kepada Mamat, “ini filmnya apa memang benar...?”
Mamat menjawab, “tentu saja, saya bikin videonya langsung...”
Lalu Pailul menjwab, “kalau memang video ini benar, maka Batman sama Superman juga benar dong.........”

                                  ------------- (end of story) ------------

Dari perumpamaan ini kita bisa menyimak beberapa hal,
Bila seseorang telah memiliki praduga, maka sulit mengubah praduga tersebut. Sebaik apapun fakta yang disodorkan.

Bila seseorang telah mengambil sikap tak percaya terhadap Tipitaka, tak ada seorangpun yang dapat mengubahnya menjadi percaya, walaupun pengetahuannya sendiri belum sampai kesitu.
Sutta yang sebenarnya lebih banyak memuat pengalaman praktek meditasi Sang Buddha dan para Arahat, bagi orang yang tidak mendalami meditasi maka sutta hanya merupakan teori.... seperti perumpamaan diatas.

Terima kasih kepada saudara Markos dan juga teman-teman netter yang telah meluangkan waktu membaca ini, dan saya rasa lebih bermanfaat bila saya lebih meluangkan waktu saya yang tersita, untuk meditasi. Saya rasa itulah yang terbaik.

((( Semoga kita semua berbahagia, dan bebas dari penderitaan )))

fabian
Benar saya setuju yang terbaik bagi anda adalah menyelami batin anda sendiri dan juga sebaliknya dengan saya...:)
Saran saya kepada anda hanya,"Berhentilah mengagung2kan Tipitaka dalam bentuk apapun,karena itu adalah bentuk kemelekatan"
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 21 September 2008, 01:44:01 PM
Bagaimana dengan pernyataan...

BERHENTILAH MENG-AGUNG AGUNG-KAN KETIDAKMELEKATAN, KARENA ITU JUGA MERUPAKAN KEMELEKATAN JUGA...

karena ada yang MELEKAT PADA KETIDAKMELEKATAN... yang paling benar kan seharusnya TIDAKMELEKAT PADA KEMELEKATAN.

Seperti dalam kalimat politik SEPAKAT UNTUK TIDAK SEPAKAT.
gimana nih... jadi OOT...

TANYA KENAPA ??


------------------------
Ada suatu cerita ZEN...

Seorang murid mendengar penjelasan guru-nya : Jangan berpegang pada kata kata karena Kata-Kata tidak mentransmisikan Pencerahan.

Oleh karena itu, murid tersebut membakar semua teks buddhis yang dimiliki. Ketika sang guru melihat hal tersebut, beliau berkata kepada muridnya : Bagaimanapun semua itu hanyalah kata kata saja.
-------------------------
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: bond on 21 September 2008, 03:57:43 PM
Quote
Menurut anda sendiri om?
Menurut saya pribadi tulisan om fabian menyesatkan,maka dari itu saya meminta penjelasan dari saudara fabian,tapi mungkin dia sibuk atau memang tak berkenan menjelaskan kepada saya?
Entahlah...Yang penting saya sudah meminta sebanyak 3 kali dan menurut saya itu sudah lebih dari cukup,pernahkah saudara melihat didalam sutta ada permintaaan lebih dari 3 kali kepada Buddha Shakyamuni?
Quote
Benar saya setuju yang terbaik bagi anda adalah menyelami batin anda sendiri dan juga sebaliknya dengan saya...
Saran saya kepada anda hanya,"Berhentilah mengagung2kan Tipitaka dalam bentuk apapun,karena itu adalah bentuk kemelekatan"

Gua rasa tulisan ***** diatas ini IQ , EQ, SQ nya super jongkok sekali. Makanya kalau belajar meditasi jangan sama *************** :))



Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 21 September 2008, 04:26:02 PM
Quote
Menurut anda sendiri om?
Menurut saya pribadi tulisan om fabian menyesatkan,maka dari itu saya meminta penjelasan dari saudara fabian,tapi mungkin dia sibuk atau memang tak berkenan menjelaskan kepada saya?
Entahlah...Yang penting saya sudah meminta sebanyak 3 kali dan menurut saya itu sudah lebih dari cukup,pernahkah saudara melihat didalam sutta ada permintaaan lebih dari 3 kali kepada Buddha Shakyamuni?
Quote
Benar saya setuju yang terbaik bagi anda adalah menyelami batin anda sendiri dan juga sebaliknya dengan saya...
Saran saya kepada anda hanya,"Berhentilah mengagung2kan Tipitaka dalam bentuk apapun,karena itu adalah bentuk kemelekatan"

Gua rasa tulisan ***** diatas ini IQ , EQ, SQ nya super jongkok sekali. Makanya kalau belajar meditasi jangan sama ************** :))




hush, sudahlah, jangan ikut2an :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: bond on 21 September 2008, 04:40:12 PM
:)) takut ada yg sakit jantung ya ryu :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 21 September 2008, 04:49:49 PM
Berhentilah bond :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: bond on 21 September 2008, 04:55:12 PM
Iya lupa injek remnya, jadi ngak berhenti, biasa pake rem tangan, diganti rem kaki jadi bingung :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 21 September 2008, 08:48:44 PM
:backtotopic:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Adhitthana on 22 September 2008, 01:22:31 AM
Anumodana  :lotus: ..... fabian c  _/\_

Semoga sdr fabian selalu berkenan hadir diforum ini  :)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 22 September 2008, 09:06:47 AM
Quote
Dari yang saya pernah tahu mengenai ko fabian, dia bukan lah org yang sombong atau yang mengganggap org lain lebih rendah walaupun memang pengetahuan ko fabian sudah dalam.

Dia berkenan menjawab jika memang org yang bertanya memang beritikad untuk berdiskusi, bukan untuk berdebat/yang membuta dengan hanya berdasar pengalaman semata

Saya memang tidak kenal fabian c. Semoga demikian adanya.

 _/\_

dear Kai,

Sekarang udah dikonfirmasi langsung oleh ko fabian khan???  ;)

Hal serupa juga sebenarnya saya rasakan pada waktu berbincang dengan beberapa member yang "ngeyel" karena sudah memegang konsep yang menyimpang dari Tipitaka, semata karena pengalamannya berbeda

Banyak yang berasumsi bahwa "berpedoman pada Tipitaka" adalah salah, karena ini menandakan kemelekatan.
Karena itu, maka Tipitaka harus ditinggalkan

Ini seperti menyalahkan orang yang berpedoman pada peta, sehingga peta harus "dibuang".
Namun mari kita kaji bersama, apakah benar orang yang berpedoman pada peta itu melekat pada "peta"?
Ataukah kita membutuhkan arah yang ditunjukkan oleh peta itu sehingga jika memang kita sudah "memahami" arah, maka peta tersebut sudah "tidak dibutuhkan" lagi?

Hal yang sama juga seyogyanya kita terapkan pada "individu/guru"
Misalnya Ada yang mengkultuskan individu/guru tertentu apalagi individu/guru tersebut sudah "terkenal" sehingga apapun yang dikatakan individu/guru itu, selalu dibenarkan oleh pengikutnya.
Padahal yang seharusnya dilihat, adalah "kebenaran" yang diberitahukan oleh guru itu

Itulah yang dianjurkan oleh Buddha kepada Upali, untuk ehipassiko/membuktikan dahulu ajaran Beliau, sebelum Upali menjadi pengikutnya

Hendaknya ini juga dilakukan oleh kita semua, untuk melihat dari kebenaran, bukan dari individunya semata

semoga bisa bermanfaat yah  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 22 September 2008, 06:52:10 PM
kebablasan...

 ;)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 22 September 2008, 07:54:01 PM
Bagaimana dengan pernyataan...

BERHENTILAH MENG-AGUNG AGUNG-KAN KETIDAKMELEKATAN, KARENA ITU JUGA MERUPAKAN KEMELEKATAN JUGA...
Saudara dilbert yang baik,
Saya tidak tahu apa maksud pernyataan anda diatas,entah apa "asumsi" anda terhadap tulisan saya selama ini...Jika anda merasa "terusik" maka sadarilah itu...:)
Apa maksud anda dengan "meng-agung agung-kan ketidakmelekatan"?
Siapa yang mengagung2kannya?:)
Tidak ada yang perlu diagungkan didalam dunia ini,bukankah begitu?
Saya sebagai member hanya memberikan saran kepada saudara fabian,yang terlihat terlalu fanatik terhadap Tipitaka,entah sudah sampai mana tingkatan batin,saya tidak tahu,tapi terlihat sangat fanatik,saya mengasumsikan bahkan apa yang dibicarakannya hanya kutipan2 dari sutta belaka bukan berdasarkan pengalaman pribadi... :)

Quote
karena ada yang MELEKAT PADA KETIDAKMELEKATAN... yang paling benar kan seharusnya TIDAKMELEKAT PADA KEMELEKATAN.
"TIDAKMELEKAT PADA KEMELEKATAN"
Jika ada yang paling benar tentu ada yang paling salah bukan?:)
Bukankah itu hanya konsep dan bentuk kemelekatan diri sendiri?
Berhentilah menipu diri sendiri,sadari dan amati semua tubuh ini,aku ini,pikiran ini,rasa ini... :)

Quote
Seperti dalam kalimat politik SEPAKAT UNTUK TIDAK SEPAKAT.
gimana nih... jadi OOT...

TANYA KENAPA ??
Entahlah,pencerahan dan kemelekatan bisa disetarakan dengan politik yang memang berbau sesat... :)


Quote
------------------------
Ada suatu cerita ZEN...

Seorang murid mendengar penjelasan guru-nya : Jangan berpegang pada kata kata karena Kata-Kata tidak mentransmisikan Pencerahan.

Oleh karena itu, murid tersebut membakar semua teks buddhis yang dimiliki. Ketika sang guru melihat hal tersebut, beliau berkata kepada muridnya : Bagaimanapun semua itu hanyalah kata kata saja.
-------------------------
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 22 September 2008, 07:58:31 PM
Quote
Menurut anda sendiri om?
Menurut saya pribadi tulisan om fabian menyesatkan,maka dari itu saya meminta penjelasan dari saudara fabian,tapi mungkin dia sibuk atau memang tak berkenan menjelaskan kepada saya?
Entahlah...Yang penting saya sudah meminta sebanyak 3 kali dan menurut saya itu sudah lebih dari cukup,pernahkah saudara melihat didalam sutta ada permintaaan lebih dari 3 kali kepada Buddha Shakyamuni?
Quote
Benar saya setuju yang terbaik bagi anda adalah menyelami batin anda sendiri dan juga sebaliknya dengan saya...
Saran saya kepada anda hanya,"Berhentilah mengagung2kan Tipitaka dalam bentuk apapun,karena itu adalah bentuk kemelekatan"
Gua rasa tulisan ***** diatas ini IQ , EQ, SQ nya super jongkok sekali. Makanya kalau belajar meditasi jangan sama *************** :))
Mungkin benar om bond,bahwa iq saya "super jongkok" sekali..Tapi saya heran kenapa pertanyaan orang yang "super jongkok" iq nya tidak bisa dijawab oleh orang yang dianggap sebagai "seekor naga"? :)
Kenapa sekarang sang naga malah bersembunyi dibalik guanya?
Masak sang naga "kalah" dengan anak kecil yang "super jongkok" iqnya? :)
Atau mungkin pengendalian diri anda membawa anda menjadi manusia super pintar iqnya?
Jadi silakan toh,gantikan sang naga yang menjawab pertanyaan saya jika anda merasa mampu,jangan hanya bisa berbicara saja... :)
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 22 September 2008, 08:11:29 PM
Quote
Dari yang saya pernah tahu mengenai ko fabian, dia bukan lah org yang sombong atau yang mengganggap org lain lebih rendah walaupun memang pengetahuan ko fabian sudah dalam.

Dia berkenan menjawab jika memang org yang bertanya memang beritikad untuk berdiskusi, bukan untuk berdebat/yang membuta dengan hanya berdasar pengalaman semata

Saya memang tidak kenal fabian c. Semoga demikian adanya.

 _/\_

dear Kai,

Sekarang udah dikonfirmasi langsung oleh ko fabian khan???  ;)
Entah apa yang dikonfirmasi kan oleh saudara fabian malahan terlihat melarikan diri dari tanggung jawab.. :)

Quote
Hal serupa juga sebenarnya saya rasakan pada waktu berbincang dengan beberapa member yang "ngeyel" karena sudah memegang konsep yang menyimpang dari Tipitaka, semata karena pengalamannya berbeda
Wow..atas dasar apa anda berbicara seperti yang saya boldkan diatas? :)

Quote
Banyak yang berasumsi bahwa "berpedoman pada Tipitaka" adalah salah, karena ini menandakan kemelekatan.
Karena itu, maka Tipitaka harus ditinggalkan
Maaf sekali,saya tidak pernah berkata bahwa "ini benar,ini salah" "ini yang harus diikuti,ini yang harus ditinggalkan"... :)
Dan saya tegaskan sekali lagi kepada anda,saya tidak pernah berasumsi bahwa berpedoman pada Tipitaka adalah salah
Perlu anda ingat bahwa ajaran SB adalah "Dukkha dan pemberhentian dukkha",dimana SB mengajarkan untuk belajar TIPITAKA?
Saya rasa anda tahu "isi" tipitaka itu apa bukan?
Bukankah tipitaka berisi semua ajaran Bhagava selama 45 tahun dia mengajar dan mungkin juga ajaran2 para murid2nya(Arahat) benarkah begitu adanya?:)

Quote
Ini seperti menyalahkan orang yang berpedoman pada peta, sehingga peta harus "dibuang".
Namun mari kita kaji bersama, apakah benar orang yang berpedoman pada peta itu melekat pada "peta"?
Ataukah kita membutuhkan arah yang ditunjukkan oleh peta itu sehingga jika memang kita sudah "memahami" arah, maka peta tersebut sudah "tidak dibutuhkan" lagi?
Pahami dulu diri anda sendiri,dan jangan terlalu banyak berspekulasi tentang tulisan orang lain,anda tidak akan pernah memahami batin orang lain.. :)

Quote
Hal yang sama juga seyogyanya kita terapkan pada "individu/guru"
Misalnya Ada yang mengkultuskan individu/guru tertentu apalagi individu/guru tersebut sudah "terkenal" sehingga apapun yang dikatakan individu/guru itu, selalu dibenarkan oleh pengikutnya.
Padahal yang seharusnya dilihat, adalah "kebenaran" yang diberitahukan oleh guru itu
Menurut anda,diri anda sendiri bagaimana?Apa yang anda lihat dan cari sampai saat ini selama anda masih bernafas dan ketika anda membaca balasan posting saya ini?
Coba tanyakan pada diri anda sendiri dahulu sebelum membalas posting saya yang 1 ini.. :)

Quote
Itulah yang dianjurkan oleh Buddha kepada Upali, untuk ehipassiko/membuktikan dahulu ajaran Beliau, sebelum Upali menjadi pengikutnya
Hendaknya ini juga dilakukan oleh kita semua, untuk melihat dari kebenaran, bukan dari individunya semata
semoga bisa bermanfaat yah  _/\_
Dan apa yang dilakukan oleh saudara fabian dkk,apakah sama dengan yang anda katakan diatas?:)
_/\_

Salam,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 22 September 2008, 10:02:58 PM
Siapa yang mengagung2kannya?:)
Tidak ada yang perlu diagungkan didalam dunia ini,bukankah begitu?
Saya sebagai member hanya memberikan saran kepada saudara fabian,yang terlihat terlalu fanatik terhadap Tipitaka,entah sudah sampai mana tingkatan batin,saya tidak tahu,tapi terlihat sangat fanatik,saya mengasumsikan bahkan apa yang dibicarakannya hanya kutipan2 dari sutta belaka bukan berdasarkan pengalaman pribadi... :)


membicarakan/mempelajari sutta apakah bukan pengalaman pribadi juga ? sepanjang pengetahuan saya, para praktisi meditasi terkenal (yang dianggap praktek dan memiliki pengalaman pribadi) tidak pernah "menyerang" individu individu yang katakanlah dianggap intelektual AJARAN (SCHOLAR)... Ketika seorang yang sudah praktek tetapi memiliki kecenderungan pemikiran untuk "merendahkan" orang lain (yang katakanlah secara "pencerahan" lebih rendah), saya jadi meragukan tingkat praktek orang tersebut...

salam...
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 23 September 2008, 09:41:21 AM

membicarakan/mempelajari sutta apakah bukan pengalaman pribadi juga? sepanjang pengetahuan saya, para praktisi meditasi terkenal (yang dianggap praktek dan memiliki pengalaman pribadi) tidak pernah "menyerang" individu individu yang katakanlah dianggap intelektual AJARAN (SCHOLAR)... Ketika seorang yang sudah praktek tetapi memiliki kecenderungan pemikiran untuk "merendahkan" orang lain (yang katakanlah secara "pencerahan" lebih rendah), saya jadi meragukan tingkat praktek orang tersebut...

salam...

dear dilbert,

kebijaksanaan secara lengkapnya adalah :
~ Suttamayapanna (kebijaksanaan yg diperoleh dari belajar dan membaca)
~ Cintamayapanna (kebijaksanaan yg diperoleh melalui pemahaman dan pengalaman)
~ Bhavanamayapanna (kebijaksanaan yg diperoleh melalui meditasi)

jadi sangat benar apa yang anda sebut diatas bahwa juga adalah pengalaman pribadi, yang akan membawa kebijaksanaan bagi pribadi yang bersangkutan  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 23 September 2008, 10:13:18 AM
Quote
Dari yang saya pernah tahu mengenai ko fabian, dia bukan lah org yang sombong atau yang mengganggap org lain lebih rendah walaupun memang pengetahuan ko fabian sudah dalam.

Dia berkenan menjawab jika memang org yang bertanya memang beritikad untuk berdiskusi, bukan untuk berdebat/yang membuta dengan hanya berdasar pengalaman semata

Saya memang tidak kenal fabian c. Semoga demikian adanya.

 _/\_

dear Kai,

Sekarang udah dikonfirmasi langsung oleh ko fabian khan???  ;)
Entah apa yang dikonfirmasi kan oleh saudara fabian malahan terlihat melarikan diri dari tanggung jawab.. :)

Quote
Hal serupa juga sebenarnya saya rasakan pada waktu berbincang dengan beberapa member yang "ngeyel" karena sudah memegang konsep yang menyimpang dari Tipitaka, semata karena pengalamannya berbeda
Wow..atas dasar apa anda berbicara seperti yang saya boldkan diatas? :)

Quote
Banyak yang berasumsi bahwa "berpedoman pada Tipitaka" adalah salah, karena ini menandakan kemelekatan.
Karena itu, maka Tipitaka harus ditinggalkan
Maaf sekali,saya tidak pernah berkata bahwa "ini benar,ini salah" "ini yang harus diikuti,ini yang harus ditinggalkan"... :)
Dan saya tegaskan sekali lagi kepada anda,saya tidak pernah berasumsi bahwa berpedoman pada Tipitaka adalah salah
Perlu anda ingat bahwa ajaran SB adalah "Dukkha dan pemberhentian dukkha",dimana SB mengajarkan untuk belajar TIPITAKA?
Saya rasa anda tahu "isi" tipitaka itu apa bukan?
Bukankah tipitaka berisi semua ajaran Bhagava selama 45 tahun dia mengajar dan mungkin juga ajaran2 para murid2nya(Arahat) benarkah begitu adanya?:)

Quote
Ini seperti menyalahkan orang yang berpedoman pada peta, sehingga peta harus "dibuang".
Namun mari kita kaji bersama, apakah benar orang yang berpedoman pada peta itu melekat pada "peta"?
Ataukah kita membutuhkan arah yang ditunjukkan oleh peta itu sehingga jika memang kita sudah "memahami" arah, maka peta tersebut sudah "tidak dibutuhkan" lagi?
Pahami dulu diri anda sendiri,dan jangan terlalu banyak berspekulasi tentang tulisan orang lain,anda tidak akan pernah memahami batin orang lain.. :)

Quote
Hal yang sama juga seyogyanya kita terapkan pada "individu/guru"
Misalnya Ada yang mengkultuskan individu/guru tertentu apalagi individu/guru tersebut sudah "terkenal" sehingga apapun yang dikatakan individu/guru itu, selalu dibenarkan oleh pengikutnya.
Padahal yang seharusnya dilihat, adalah "kebenaran" yang diberitahukan oleh guru itu
Menurut anda,diri anda sendiri bagaimana?Apa yang anda lihat dan cari sampai saat ini selama anda masih bernafas dan ketika anda membaca balasan posting saya ini?
Coba tanyakan pada diri anda sendiri dahulu sebelum membalas posting saya yang 1 ini.. :)

Quote
Itulah yang dianjurkan oleh Buddha kepada Upali, untuk ehipassiko/membuktikan dahulu ajaran Beliau, sebelum Upali menjadi pengikutnya
Hendaknya ini juga dilakukan oleh kita semua, untuk melihat dari kebenaran, bukan dari individunya semata
semoga bisa bermanfaat yah  _/\_
Dan apa yang dilakukan oleh saudara fabian dkk,apakah sama dengan yang anda katakan diatas?:)
_/\_

Salam,
Riky

Dear Riky,

Selama kita menjadi putthujhana, selalu ada kebenaran relatif (Pannati Dhamma) yang benar menurut persepsi masing-masing.

Itu yang pernah saya sebut dengan "setiap org kecocokan masing2" 

cuma jika saya boleh saran, coba anda baca2 mengenai paham "Brahman" atau "Atman" dari Nigantha Nataputtha, juga bandingkan dengan JK dan MMD

Lalu bandingkan lagi dengan paham ANATTA dalam Buddhism

semoga bisa bermanfaat yah _/\_

sesuatu yang sudah berbeda sudut pandang, hendaknya
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 23 September 2008, 10:51:39 AM

Saudara Markos Prawira yang baik,

Terima kasih atas pembelaan anda, memang banyak orang yang salah sangka mengapa saya tidak menanggapi postingan-postingan terakhir, karena saya menilai hal ini sudah tidak bermanfaat, karena lama kelamaan kalau saya terlibat terus dalam perdebatan ini, akan menyia-nyiakan waktu saja.
Saya yakin anda tahu bahwa semua tulisan saya hanya ingin menerangkan bahwa kita sering timbul prasangka, inilah sebabnya rumor lebih cepat menyebar daripada fakta.

Menurut saya tidak perlu saya memperpanjang debat, karena nanti saya akan dituduh tak tahu diri yang mau menang sendiri, bisanya cuma berdebat.
Tentu anda juga bisa merasakan bahwa debat sering-sering hanya menambah kekotoran batin. Lebih baik menyudahi debat yang tak berkesudahan.

Kebenaran sebaik apapun akan ditolak oleh orang yang memang sudah bertekad untuk mendebat.

Mungkin perumpamaan saya berikut ini yang pernah saya postingkan di salah satu forum bisa menjadi pertimbangan pemikiran kita semua, betapa sia-sianya berdebat, bila yang dicari hanya PEMBENARAN, BUKAN MENCARI KEBENARAN. Dan kita cenderung mudah sekali terjebak pada hal itu.

Perumpamaannya demikian, harap diingat bahwa ini cuma perumpamaan:

Ada cerita mengenai orang kampung (umpamanya namanya si Mamat) yang suatu ketika pergi kekota untuk mencari kerja  Ia terkenal karena staminanya. Selama di kota ia suka sekali mengikuti kegiatan pencinta alam, dan ia terkenal diantara para koleganya.sebagai yang paling hebat dalam memanjat gunung. (karena ia di desa sering memanjat bukit).

Suatu ketika bos perusahaan tempatnya bekerja memiliki ide, dalam rangka promosi, perusahaan Ia mensponsori pendakian gunung Jayawijaya. Tentu tidak sulit ditebak bahwa salah satu orang yang dipilih untuk ikut dalam team  penaklukkan Puncak jayawijaya yang di pakai adalah si Mamat.
Singkatnya Mamat bersama dengan team yang lain pergi mEmanjat gunung. Dilengkapi dengan berbagai peralatan modern yang ada sekarang ini.

Dengan cermat Mamat mencatat semua pengalaman yang dia lakukan, treknya, suasananya, pokoknya arsipnya lengkap sekali. (karena Mamat memang sudah berpengalaman dalam mendaki gunung.

Setelah pulang kembali ke kotanya, suatu hari Mamat kembali ke desanya.
Di desanya Amat bertemu dengan teman mainnya sejak kecil (umpamanya namanya adalah Pailul). Lalu Amat menceritakan pengalamannya yang menegangkan mendaki puncak Jayawijaya kepada Pailul.

“Pada akhir ceritanya Pailul nyeletuk: oh ya...? ah nggak mungkin... mana ada gunung yang puncaknya diselimuti es...”

Lalu Mamat memperlihatkan petanya dan juga catatan pendakiannya kepada Pailul. Dengan berharap Pailul percaya apa yang diutarakannya.

Lalu Pailul setelah melihat peta dan catatan pendakian Mamat lalu bertanya kepada Mamat, “di Petanya tidak disebutkan kalau puncaknya diselimuti es kan...? itukan cuma peta..? kalau boleh saya tahu siapa yang menyusun catatan pendakian ini...? kamu kan...?”

Dengan sabar Mamat mengeluarkan foto-foto yang ia ambil ketika bersama timnya mendaki puncak Jayawijaya, termasuk foto ketika ia telah berhasil mengibarkan bendera perusahaannya di puncak Jayawijaya.

Lalu Pailul berkomentar,”Maaf saya sih pernah lihat foto si Oneng tetangga diujung gang, kenal kan...? sedang berjabatan tangan sama Pere..siden, juga si Bajuri suaminya, dia juga sedang salaman sama bintang pilem Rocky”, katanya sih dikerjain pake kompu...., kompu apa yah lupa, pokoknya dikerjain alat yang namanya ada kompunya...”

Dalam usahanya yang terakhir untuk menyadarkan si Pailul, Mamat lalu memperlihatkan videonya yang diambil selama mendaki puncak Jayawijaya.

Lalu Pailul bertanya kepada Mamat, “ini filmnya apa memang benar...?”

Mamat menjawab, “tentu saja, saya bikin videonya langsung...”

Lalu Pailul menjwab, “kalau memang video ini benar, maka Batman sama Superman juga benar dong.........”

                                  ------------- (end of story) ------------

Dari perumpamaan ini kita bisa menyimak beberapa hal,
Bila seseorang telah memiliki praduga, maka sulit mengubah praduga tersebut. Sebaik apapun fakta yang disodorkan.

Bila seseorang telah mengambil sikap tak percaya terhadap Tipitaka, tak ada seorangpun yang dapat mengubahnya menjadi percaya, walaupun pengetahuannya sendiri belum sampai kesitu.
Sutta yang sebenarnya lebih banyak memuat pengalaman praktek meditasi Sang Buddha dan para Arahat, bagi orang yang tidak mendalami meditasi maka sutta hanya merupakan teori.... seperti perumpamaan diatas.

Terima kasih kepada saudara Markos dan juga teman-teman netter yang telah meluangkan waktu membaca ini, dan saya rasa lebih bermanfaat bila saya lebih meluangkan waktu saya yang tersita, untuk meditasi. Saya rasa itulah yang terbaik.

((( Semoga kita semua berbahagia, dan bebas dari penderitaan )))

fabian





Seorang Mamat yg BAIK terhadap Pailul (teman baik sejak kecil)...
akan tidak putus asa membuat Pailul mengerti... walaupun itu kelihatanya
selalu dibantah dan spt tidak mungkin dijelasin....

maka Mamat yg BAIK (HATI) akan mengajak Pailul ke gunung yg meliputin ES tsb...

Pailul.. eh nanti ultah kamu gw ingin ngajak kamu ke kota main2... kamu pasti senang..
begitu juga saya... karna kita teman yg paling lama... kita akan makan es cream
(jadi secara rahasia.... Pailul diajak ke gunung Es tsb)!

Apakah Amat termasuk teman yg BAIK?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 23 September 2008, 12:45:28 PM
Quote
Dari perumpamaan ini kita bisa menyimak beberapa hal,
Bila seseorang telah memiliki praduga, maka sulit mengubah praduga tersebut. Sebaik apapun fakta yang disodorkan.

Bila seseorang telah mengambil sikap tak percaya terhadap Tipitaka, tak ada seorangpun yang dapat mengubahnya menjadi percaya, walaupun pengetahuannya sendiri belum sampai kesitu.
Sutta yang sebenarnya lebih banyak memuat pengalaman praktek meditasi Sang Buddha dan para Arahat, bagi orang yang tidak mendalami meditasi maka sutta hanya merupakan teori.... seperti perumpamaan diatas.

Terima kasih kepada saudara Markos dan juga teman-teman netter yang telah meluangkan waktu membaca ini, dan saya rasa lebih bermanfaat bila saya lebih meluangkan waktu saya yang tersita, untuk meditasi. Saya rasa itulah yang terbaik.

((( Semoga kita semua berbahagia, dan bebas dari penderitaan )))

fabian





Seorang Mamat yg BAIK terhadap Pailul (teman baik sejak kecil)...
akan tidak putus asa membuat Pailul mengerti... walaupun itu kelihatanya
selalu dibantah dan spt tidak mungkin dijelasin....

maka Mamat yg BAIK (HATI) akan mengajak Pailul ke gunung yg meliputin ES tsb...

Pailul.. eh nanti ultah kamu gw ingin ngajak kamu ke kota main2... kamu pasti senang..
begitu juga saya... karna kita teman yg paling lama... kita akan makan es cream
(jadi secara rahasia.... Pailul diajak ke gunung Es tsb)!

Apakah Amat termasuk teman yg BAIK?

Dan kalau melanjutkan andai2nya :

setelah Mamat mengajak Pailul ke Gunung Es, kemudian Pailul menjawab: Apakah menurut kamu ini Jayawijaya...? apakah memang benar ini Jayawijaya? kok nggak ada tulisannya ya...?

kadang kita harus tahu, kapan kita sudah "melekat" pada perbuatan baik bro........ 

Disini sudah jelas apa yang dituliskan oleh ko fabian _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: bond on 23 September 2008, 02:06:42 PM
Quote
Menurut anda sendiri om?
Menurut saya pribadi tulisan om fabian menyesatkan,maka dari itu saya meminta penjelasan dari saudara fabian,tapi mungkin dia sibuk atau memang tak berkenan menjelaskan kepada saya?
Entahlah...Yang penting saya sudah meminta sebanyak 3 kali dan menurut saya itu sudah lebih dari cukup,pernahkah saudara melihat didalam sutta ada permintaaan lebih dari 3 kali kepada Buddha Shakyamuni?
Quote
Benar saya setuju yang terbaik bagi anda adalah menyelami batin anda sendiri dan juga sebaliknya dengan saya...
Saran saya kepada anda hanya,"Berhentilah mengagung2kan Tipitaka dalam bentuk apapun,karena itu adalah bentuk kemelekatan"
Gua rasa tulisan ***** diatas ini IQ , EQ, SQ nya super jongkok sekali. Makanya kalau belajar meditasi jangan sama *************** :))
Mungkin benar om bond,bahwa iq saya "super jongkok" sekali..Tapi saya heran kenapa pertanyaan orang yang "super jongkok" iq nya tidak bisa dijawab oleh orang yang dianggap sebagai "seekor naga"? :)
Kenapa sekarang sang naga malah bersembunyi dibalik guanya?
Masak sang naga "kalah" dengan anak kecil yang "super jongkok" iqnya? :)
Atau mungkin pengendalian diri anda membawa anda menjadi manusia super pintar iqnya?
Jadi silakan toh,gantikan sang naga yang menjawab pertanyaan saya jika anda merasa mampu,jangan hanya bisa berbicara saja... :)
_/\_

Salam,
Riky

Justru sang naga sangat bijak, karena dia tahu betul, sekalipun dia jawab elu, elu ngak bakalan ngerti. Sekalipun gua mampu jawab pertanyaan elu. apa elu sanggup mengerti :)) karena elu uda mengaku sendiri anak kecil yg IQ super jongkok, jadi belajar yg bener yak, ntar kalo uda bener baru di jawab :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 23 September 2008, 09:50:13 PM
Quote
Menurut anda sendiri om?
Menurut saya pribadi tulisan om fabian menyesatkan,maka dari itu saya meminta penjelasan dari saudara fabian,tapi mungkin dia sibuk atau memang tak berkenan menjelaskan kepada saya?
Entahlah...Yang penting saya sudah meminta sebanyak 3 kali dan menurut saya itu sudah lebih dari cukup,pernahkah saudara melihat didalam sutta ada permintaaan lebih dari 3 kali kepada Buddha Shakyamuni?
Quote
Benar saya setuju yang terbaik bagi anda adalah menyelami batin anda sendiri dan juga sebaliknya dengan saya...
Saran saya kepada anda hanya,"Berhentilah mengagung2kan Tipitaka dalam bentuk apapun,karena itu adalah bentuk kemelekatan"
Gua rasa tulisan ***** diatas ini IQ , EQ, SQ nya super jongkok sekali. Makanya kalau belajar meditasi jangan sama *************** :))
Mungkin benar om bond,bahwa iq saya "super jongkok" sekali..Tapi saya heran kenapa pertanyaan orang yang "super jongkok" iq nya tidak bisa dijawab oleh orang yang dianggap sebagai "seekor naga"? :)
Kenapa sekarang sang naga malah bersembunyi dibalik guanya?
Masak sang naga "kalah" dengan anak kecil yang "super jongkok" iqnya? :)
Atau mungkin pengendalian diri anda membawa anda menjadi manusia super pintar iqnya?
Jadi silakan toh,gantikan sang naga yang menjawab pertanyaan saya jika anda merasa mampu,jangan hanya bisa berbicara saja... :)
_/\_

Salam,
Riky

Justru sang naga sangat bijak, karena dia tahu betul, sekalipun dia jawab elu, elu ngak bakalan ngerti. Sekalipun gua mampu jawab pertanyaan elu. apa elu sanggup mengerti :)) karena elu uda mengaku sendiri anak kecil yg IQ super jongkok, jadi belajar yg bener yak, ntar kalo uda bener baru di jawab :))
hehe,berati sama dong dengan kasus saya,jika saya asumsikan saya adalah orang yang bijak dan anda adalah orang yang bodoh setengah mati?Pantesan jawaban2 saya selama ini tidak ada yang dimengerti oleh anda...Sama saran saya,jadi belajar yang benar juga yak,tar kalau udah hebat "pengendalian diri" anda baru cari saya lagi kembali... :))
_/\_

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 23 September 2008, 09:56:01 PM
Siapa yang mengagung2kannya?:)
Tidak ada yang perlu diagungkan didalam dunia ini,bukankah begitu?
Saya sebagai member hanya memberikan saran kepada saudara fabian,yang terlihat terlalu fanatik terhadap Tipitaka,entah sudah sampai mana tingkatan batin,saya tidak tahu,tapi terlihat sangat fanatik,saya mengasumsikan bahkan apa yang dibicarakannya hanya kutipan2 dari sutta belaka bukan berdasarkan pengalaman pribadi... :)


membicarakan/mempelajari sutta apakah bukan pengalaman pribadi juga ? sepanjang pengetahuan saya, para praktisi meditasi terkenal (yang dianggap praktek dan memiliki pengalaman pribadi) tidak pernah "menyerang" individu individu yang katakanlah dianggap intelektual AJARAN (SCHOLAR)... Ketika seorang yang sudah praktek tetapi memiliki kecenderungan pemikiran untuk "merendahkan" orang lain (yang katakanlah secara "pencerahan" lebih rendah), saya jadi meragukan tingkat praktek orang tersebut...

salam...

Uhm..jika anda mengasumsikan saya sebagai praktisi meditasi terkenal maka sungguh bodohnya engkau saudaraku,..."Tidak ada yang perlu ditinggikan atau direndahkan didunia ini,yang perlu adalah meragukan hal tersebut sampai diehipassiko oleh diri sendiri oleh karena itu lah SB berkata EHIPASSIKO,OPANIYAKO,PACCATAM"
_/\_

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 23 September 2008, 09:57:51 PM

membicarakan/mempelajari sutta apakah bukan pengalaman pribadi juga? sepanjang pengetahuan saya, para praktisi meditasi terkenal (yang dianggap praktek dan memiliki pengalaman pribadi) tidak pernah "menyerang" individu individu yang katakanlah dianggap intelektual AJARAN (SCHOLAR)... Ketika seorang yang sudah praktek tetapi memiliki kecenderungan pemikiran untuk "merendahkan" orang lain (yang katakanlah secara "pencerahan" lebih rendah), saya jadi meragukan tingkat praktek orang tersebut...

salam...

dear dilbert,

kebijaksanaan secara lengkapnya adalah :
~ Suttamayapanna (kebijaksanaan yg diperoleh dari belajar dan membaca)
~ Cintamayapanna (kebijaksanaan yg diperoleh melalui pemahaman dan pengalaman)
~ Bhavanamayapanna (kebijaksanaan yg diperoleh melalui meditasi)

jadi sangat benar apa yang anda sebut diatas bahwa juga adalah pengalaman pribadi, yang akan membawa kebijaksanaan bagi pribadi yang bersangkutan  _/\_
_/\_
Dear markos,
Andai kebijaksanaan itu tidak menimbulkan "asumsi2" yang menyesatkan dan ketidak berkenaannya ybs untuk mengklarifikasi/memberikan penjelasan tentang bagian2 yang ditanyakan.. :)

_/\_
Salam hangat,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Riky_dave on 23 September 2008, 10:01:46 PM
Quote
Dari yang saya pernah tahu mengenai ko fabian, dia bukan lah org yang sombong atau yang mengganggap org lain lebih rendah walaupun memang pengetahuan ko fabian sudah dalam.

Dia berkenan menjawab jika memang org yang bertanya memang beritikad untuk berdiskusi, bukan untuk berdebat/yang membuta dengan hanya berdasar pengalaman semata

Saya memang tidak kenal fabian c. Semoga demikian adanya.

 _/\_

dear Kai,

Sekarang udah dikonfirmasi langsung oleh ko fabian khan???  ;)
Entah apa yang dikonfirmasi kan oleh saudara fabian malahan terlihat melarikan diri dari tanggung jawab.. :)

Quote
Hal serupa juga sebenarnya saya rasakan pada waktu berbincang dengan beberapa member yang "ngeyel" karena sudah memegang konsep yang menyimpang dari Tipitaka, semata karena pengalamannya berbeda
Wow..atas dasar apa anda berbicara seperti yang saya boldkan diatas? :)

Quote
Banyak yang berasumsi bahwa "berpedoman pada Tipitaka" adalah salah, karena ini menandakan kemelekatan.
Karena itu, maka Tipitaka harus ditinggalkan
Maaf sekali,saya tidak pernah berkata bahwa "ini benar,ini salah" "ini yang harus diikuti,ini yang harus ditinggalkan"... :)
Dan saya tegaskan sekali lagi kepada anda,saya tidak pernah berasumsi bahwa berpedoman pada Tipitaka adalah salah
Perlu anda ingat bahwa ajaran SB adalah "Dukkha dan pemberhentian dukkha",dimana SB mengajarkan untuk belajar TIPITAKA?
Saya rasa anda tahu "isi" tipitaka itu apa bukan?
Bukankah tipitaka berisi semua ajaran Bhagava selama 45 tahun dia mengajar dan mungkin juga ajaran2 para murid2nya(Arahat) benarkah begitu adanya?:)

Quote
Ini seperti menyalahkan orang yang berpedoman pada peta, sehingga peta harus "dibuang".
Namun mari kita kaji bersama, apakah benar orang yang berpedoman pada peta itu melekat pada "peta"?
Ataukah kita membutuhkan arah yang ditunjukkan oleh peta itu sehingga jika memang kita sudah "memahami" arah, maka peta tersebut sudah "tidak dibutuhkan" lagi?
Pahami dulu diri anda sendiri,dan jangan terlalu banyak berspekulasi tentang tulisan orang lain,anda tidak akan pernah memahami batin orang lain.. :)

Quote
Hal yang sama juga seyogyanya kita terapkan pada "individu/guru"
Misalnya Ada yang mengkultuskan individu/guru tertentu apalagi individu/guru tersebut sudah "terkenal" sehingga apapun yang dikatakan individu/guru itu, selalu dibenarkan oleh pengikutnya.
Padahal yang seharusnya dilihat, adalah "kebenaran" yang diberitahukan oleh guru itu
Menurut anda,diri anda sendiri bagaimana?Apa yang anda lihat dan cari sampai saat ini selama anda masih bernafas dan ketika anda membaca balasan posting saya ini?
Coba tanyakan pada diri anda sendiri dahulu sebelum membalas posting saya yang 1 ini.. :)

Quote
Itulah yang dianjurkan oleh Buddha kepada Upali, untuk ehipassiko/membuktikan dahulu ajaran Beliau, sebelum Upali menjadi pengikutnya
Hendaknya ini juga dilakukan oleh kita semua, untuk melihat dari kebenaran, bukan dari individunya semata
semoga bisa bermanfaat yah  _/\_
Dan apa yang dilakukan oleh saudara fabian dkk,apakah sama dengan yang anda katakan diatas?:)
_/\_

Salam,
Riky

Dear Riky,

Selama kita menjadi putthujhana, selalu ada kebenaran relatif (Pannati Dhamma) yang benar menurut persepsi masing-masing.
Itu yang pernah saya sebut dengan "setiap org kecocokan masing2"
Setuju saudara markos...
Tetapi ada baiknya jika "kebenaran" tersebut bisa dijelaskan jika ditanyakan karena bisa mengundang "asumsi2" yang menyesatkan bukan? :)
 
Quote
cuma jika saya boleh saran, coba anda baca2 mengenai paham "Brahman" atau "Atman" dari Nigantha Nataputtha, juga bandingkan dengan JK dan MMD

Lalu bandingkan lagi dengan paham ANATTA dalam Buddhism

semoga bisa bermanfaat yah _/\_

sesuatu yang sudah berbeda sudut pandang, hendaknya
Terima kasih atas sarannya saudaraku markos,tetapi saya jarang sekali membaca hal2 tersebut,bisakah anda memberikan terjemahannya kepada saya ke gmail saya?
Oleh karena waktu saya yang sangat sempit juga... :)
_/\_

Salam hangat,
Riky
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 23 September 2008, 10:55:43 PM
Uhm..jika anda mengasumsikan saya sebagai praktisi meditasi terkenal maka sungguh bodohnya engkau saudaraku,..."Tidak ada yang perlu ditinggikan atau direndahkan didunia ini,yang perlu adalah meragukan hal tersebut sampai diehipassiko oleh diri sendiri oleh karena itu lah SB berkata EHIPASSIKO,OPANIYAKO,PACCATAM"
_/\_

Salam hangat,
Riky

anda sangat betul sekali mengatakan ehiphassiko... sampai-sampai begitu salah mengagung-agungkan hanya praktek meditasi dan "merendahkan" pihak yg hanya mempelajari sutta. EHIPHASSIKO itu melihat kedalam buat pribadi masing-masing... tiada urusan dengan orang lain.

dan satu hal lagi, TIDAK ADA DALAM TULISAN SAYA EKSPLISIT MAUPUN IMPLISIT MENYATAKAN ANDA ITU SEORANG MEDITASI TERKENAL. ALIH ALIH SAYA KATAKAN BAHWA TIDAK ADA SEORANG MEDITATOR TERKENAL YANG BERKELAKUAN NEGATIF SEPERTI ITU... KAYAKNYA CUKUP JELAS.

SALAM
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 24 September 2008, 09:09:37 AM

membicarakan/mempelajari sutta apakah bukan pengalaman pribadi juga? sepanjang pengetahuan saya, para praktisi meditasi terkenal (yang dianggap praktek dan memiliki pengalaman pribadi) tidak pernah "menyerang" individu individu yang katakanlah dianggap intelektual AJARAN (SCHOLAR)... Ketika seorang yang sudah praktek tetapi memiliki kecenderungan pemikiran untuk "merendahkan" orang lain (yang katakanlah secara "pencerahan" lebih rendah), saya jadi meragukan tingkat praktek orang tersebut...

salam...

dear dilbert,

kebijaksanaan secara lengkapnya adalah :
~ Suttamayapanna (kebijaksanaan yg diperoleh dari belajar dan membaca)
~ Cintamayapanna (kebijaksanaan yg diperoleh melalui pemahaman dan pengalaman)
~ Bhavanamayapanna (kebijaksanaan yg diperoleh melalui meditasi)

jadi sangat benar apa yang anda sebut diatas bahwa juga adalah pengalaman pribadi, yang akan membawa kebijaksanaan bagi pribadi yang bersangkutan  _/\_
_/\_
Dear markos,
Andai kebijaksanaan itu tidak menimbulkan "asumsi2" yang menyesatkan dan ketidak berkenaannya ybs untuk mengklarifikasi/memberikan penjelasan tentang bagian2 yang ditanyakan.. :)

_/\_
Salam hangat,
Riky

dear Riky,

Budha sebagai manusia yang sempurna baik pengetahuan dan tindak tanduknya saja, masih juga tidak bisa mencerahkan semua orang

karena itu, wajar jika kebijaksanaan ko fabian yang selaras dengan Tipitaka pun, masih menimbulkan asumsi yang berbeda-beda

mengenai ko fabian yang tidak menjawab, saya rasa itu sudah pernah dijelaskan ko fabian di depan, namun anda tetap merasa itu bukan jawaban......

so, kembali itu asumsi anda, namun saya sih berasumsi ko fabian sudah menjawab.......

kembali saya katakan:
Selama kita menjadi putthujhana, selalu ada kebenaran relatif (Pannati Dhamma) yang benar menurut persepsi masing-masing.
Itu yang pernah saya sebut dengan "setiap org kecocokan masing2"


Terima kasih atas sarannya saudaraku markos,tetapi saya jarang sekali membaca hal2 tersebut,bisakah anda memberikan terjemahannya kepada saya ke gmail saya?
Oleh karena waktu saya yang sangat sempit juga...

Jika saya boleh katakan, selaras dengan 3 kebijaksanaan diatas, kebijaksanaan pertama didapat dari bnyk membaca

dengan banyak membaca, ada orang yang tertarik untuk mempraktekkan dalam hidupnya, sehingga pengalamannya akan bertambah, yang sekaligus akan menambah kebijaksanaannya

Selain itu, ada juga yang sekaligus mempraktekkan Bhavana, untuk dapat melihat bagaimana kondisi batinnya, dimana ini akan memadukan dengan kebijaksanaan yang didapat dari sutta dan pengalaman hidupnya

Disini sutta akan sangat berguna pada waktu Bhavana dan hasilnya berbeda.

Mengapa demikian? Karena pengalaman praktek dan Bhavana setiap orang pasti berbeda-beda karena masih terpengaruh Lobha, Dosa dan Moha.

Bahkan Buddha yang kondisi batinnya sudah matang pada waktu bertemu Buddha Dipankara, yang memungkinkan beliau untuk dapat langsung mencapai arahat saja, masih membutuhkan 4 assankheya kappa lagi untuk menyempurnakan paraminya
Buddha saja masih harus lahir dalam alam2 menyedihkan.

Jadi Sutta dalam hal ini Tipitaka, adalah kumpulan pengalaman beliau setelah sekian lama berjalan di lautan kehidupan, yang notabene sudah dibuktikan oleh entah berapa banyak orang dengan pencapaian arahat

Bahkan dalam kodifikasi Tipitaka saja, itu dilakukan dalam Konsili yang dihadiri oleh 10.000 orang Arahat, sehingga bisa membuahkan Tipitaka yang ada saat ini

Jadi jika ada yang menyebutkan bahwa ada orang yang bisa menyempurnakan ajaran Buddha, silahkan bro riky melihat kembali Dhammanussati

Svakkhato bhagavata Dhammo (Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagava)
Sanditthiko akaliko (untuk direalisasikan oleh diri kita secara langsung dan sekarang juga)
ehipassiko (dapat diuji dan dibuktikan)
opanayiko (untuk dikembangkan dalam batin kita)
paccattam veditabbo vinnuhi ti (untuk dicapai oleh para bijaksana dalam batin masing2)



Juga jika ada orang yang hanya menggunakan sebagian Tipitaka saja dan menganggap yang lainnya adalah salah karena mempunyai pengalaman yang berbeda, silahkan bro riky bandingkan saja, mau percaya dengan Tipitaka yang sudah bermanfaat pada sedemikian banyak pencapaian arahat, atau pada 1 orang yang pengalamannya berbeda???

Jika anda jarang membaca hal sebagaimana saya sarankan, salah satunya anda bisa baca dari komik Bodhi terbitan Ehipassiko Foundation.

Ada juga buku Anatta, dimana isinya mengenai paham2 "sesat" mengenai Atta, ada sekitar 62 paham........ banyak yang mirip Buddhism seperti Nigantha, namun ternyata akhirnya menjurus ke Atman/Brahman

Semoga bisa bermanfaat yah.........  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Hikoza83 on 24 September 2008, 12:14:48 PM
Quote
Budha sebagai manusia yang sempurna baik pengetahuan dan tindak tanduknya saja, masih juga tidak bisa mencerahkan semua orang

protes nih, bro !

Buddha adalah makhluk agung yang sempurna dalam welas asih dan kebijaksanaannya..

sempurna dalam welas asih, berarti tidak membeda-bedakan, mana yg dekat atau tidak dengan Beliau.
contohnya : dlm pernyataan Beliau ketika Devadatta sakit keras, bahwa Kasih Beliau terhadap Rahula dan Devadatta adalah sama.
dan berkat pernyataan kebenaran tersebut, Devadatta sembuh dari sakitnya.

sempurna dalam kebijaksanaan, berarti Beliau mahir dalam berbagai cara dalam membimbing semua makhluk dalam membebaskan diri dari penderitaan dan meraih kebahagiaan.

kita masih belum tercerahkan, bukan karena Sang Buddha tidak sempurna, melainkan karena kita yang belum sempurna dalam mempraktekkan Dharma yang Beliau ajarkan [jujur aje, saya iya]. Karena Guru Buddha tidak bisa mentransfer kualitas2 baik yang sempurna ke dalam diri kita, mencuci karma2 buruk kita,  dsb. Beliau menolong semua makhluk dengan mengajarkan Dharma. PR kita yang belum selesai2 jadi zaman bahula ampe sekarang yang musti jadi perhatian kita.. TANYA KENAPA??
 _/\_


By : Zen
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 24 September 2008, 01:07:58 PM
Quote
Budha sebagai manusia yang sempurna baik pengetahuan dan tindak tanduknya saja, masih juga tidak bisa mencerahkan semua orang

protes nih, bro !

Buddha adalah makhluk agung yang sempurna dalam welas asih dan kebijaksanaannya..

sempurna dalam welas asih, berarti tidak membeda-bedakan, mana yg dekat atau tidak dengan Beliau.
contohnya : dlm pernyataan Beliau ketika Devadatta sakit keras, bahwa Kasih Beliau terhadap Rahula dan Devadatta adalah sama.
dan berkat pernyataan kebenaran tersebut, Devadatta sembuh dari sakitnya.

sempurna dalam kebijaksanaan, berarti Beliau mahir dalam berbagai cara dalam membimbing semua makhluk dalam membebaskan diri dari penderitaan dan meraih kebahagiaan.

kita masih belum tercerahkan, bukan karena Sang Buddha tidak sempurna, melainkan karena kita yang belum sempurna dalam mempraktekkan Dharma yang Beliau ajarkan [jujur aje, saya iya]. Karena Guru Buddha tidak bisa mentransfer kualitas2 baik yang sempurna ke dalam diri kita, mencuci karma2 buruk kita,  dsb. Beliau menolong semua makhluk dengan mengajarkan Dharma. PR kita yang belum selesai2 jadi zaman bahula ampe sekarang yang musti jadi perhatian kita.. TANYA KENAPA??
 _/\_


By : Zen

Dear bro Zen,

anumodana atas masukan anda........ saya sebenarnya ingin menyatakan bahwa pada jaman Buddha saja, masih banyak orang yang tidak tercerahkan.

kenapa demikian? karena kondisi batin mereka yang belum matang.......

ini disebabkan apa yang anda sebut "kita yang belum sempurna dalam mempraktekkan Dharma yang Beliau ajarkan" atau jika boleh saya sebut dengan Tipitaka

semoga diskusi seperti ini bisa berkembang  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Hendra Susanto on 25 September 2008, 03:07:39 PM
Kpd YTH saudara Tesla,

Quote
Dhamma bukanlah Sutta.
mengatakan dhamma adalah sutta adalah fanatisme theravada.
sutta mungkin memuat uraian dhamma.
tapi dhamma tidak hanya dalam sutta.
kebenaran ada di mana-mana. di dalam mesjid, gereja, pura, dsb...

tolong diperjelas maksud diatas...

dhamma = kebenaran??
 
baik klo memang begitu kenapa engak disebutkan dhamma islam, dhamma kr****n, dhamma hindu??

tp yg disebutkan adalah dhamma sang buddha, bukan dhamma muhamad, dhamma yesus, dll??


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 25 September 2008, 03:39:38 PM
Kpd YTH saudara Tesla,

Quote
Dhamma bukanlah Sutta.
mengatakan dhamma adalah sutta adalah fanatisme theravada.
sutta mungkin memuat uraian dhamma.
tapi dhamma tidak hanya dalam sutta.
kebenaran ada di mana-mana. di dalam mesjid, gereja, pura, dsb...

tolong diperjelas maksud diatas...

dhamma = kebenaran??
 
baik klo memang begitu kenapa engak disebutkan dhamma islam, dhamma kr****n, dhamma hindu??

tp yg disebutkan adalah dhamma sang buddha, bukan dhamma muhamad, dhamma yesus, dll??


dhamma = kebenaran bukan milik siapa2
bukan milik Sang Buddha, bukan milik Muhammad, dll
soal penamaan Dhamma Buddha, Dhamma kr****n, Dhamma Muhamad, dll saya rasa tidak mempengaruhi dhamma (kebenaran) itu sendiri...

menurut saya, dhamma yg diajarkan sang Buddha utk kita lihat, bisa kita temui dimana saja
semua yg kita lihat bersifat tidak tetap
semua yg kita dengar bersifat tidak tetap
dst...

apa yg kita lihat tadi (0.00...1 detik yg lalu) sudah hilang :)
yg kita lihat sekarang sudah berbeda lagi...
semua selalu berubah...

anicca... anicca... anicca...
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 25 September 2008, 03:43:20 PM
dear tesla,

mungkin perlu diperjelas mengenai pembagian dhamma menjadi pannati/konsep dan paramattha/hakekat sesungguhnya
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: san on 25 September 2008, 03:43:27 PM
Kpd YTH saudara Tesla,

Quote
Dhamma bukanlah Sutta.
mengatakan dhamma adalah sutta adalah fanatisme theravada.
sutta mungkin memuat uraian dhamma.
tapi dhamma tidak hanya dalam sutta.
kebenaran ada di mana-mana. di dalam mesjid, gereja, pura, dsb...

tolong diperjelas maksud diatas...

dhamma = kebenaran??
 
baik klo memang begitu kenapa engak disebutkan dhamma islam, dhamma kr****n, dhamma hindu??

tp yg disebutkan adalah dhamma sang buddha, bukan dhamma muhamad, dhamma yesus, dll??




Kebenaran bukan miliki siapapun namun kebenaran berlaku bagi siapapun.
Para buddha mengajarkan kebenaran. Tapi yang mengajarkan kebenaran belum tentu buddha.

_/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Hendra Susanto on 25 September 2008, 03:57:52 PM
Quote
soal penamaan Dhamma Buddha, Dhamma kr****n, Dhamma Muhamad, dll saya rasa tidak mempengaruhi dhamma (kebenaran) itu sendiri...

wahh klo gak mempengaruhi jd dhamma sang buddha dgn dhamma kr****n dan dhamma muhamad sama donk???

jelas2 dhamma sang buddha mengajarkan soal anatta sedangkan dhamma kr****n dan dhamma muhamad mengajarkan atta... gmn nich???
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 25 September 2008, 03:58:43 PM
dear tesla,

mungkin perlu diperjelas mengenai pembagian dhamma menjadi pannati/konsep dan paramattha/hakekat sesungguhnya

dhamma secara pannati itu apa (misalnya)?
lalu secara paramattha itu apa (misalnya)?

Anumodana _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: san on 25 September 2008, 04:01:32 PM
Quote
soal penamaan Dhamma Buddha, Dhamma kr****n, Dhamma Muhamad, dll saya rasa tidak mempengaruhi dhamma (kebenaran) itu sendiri...

wahh klo gak mempengaruhi jd dhamma sang buddha dgn dhamma kr****n dan dhamma muhamad sama donk???

jelas2 dhamma sang buddha mengajarkan soal anatta sedangkan dhamma kr****n dan dhamma muhamad mengajarkan atta... gmn nich???

Klo begitu tinggal dibuktikan mana yang dhamma dan mana yang bukan dhamma ;D
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 25 September 2008, 04:03:40 PM
Quote
soal penamaan Dhamma Buddha, Dhamma kr****n, Dhamma Muhamad, dll saya rasa tidak mempengaruhi dhamma (kebenaran) itu sendiri...

wahh klo gak mempengaruhi jd dhamma sang buddha dgn dhamma kr****n dan dhamma muhamad sama donk???

jelas2 dhamma sang buddha mengajarkan soal anatta sedangkan dhamma kr****n dan dhamma muhamad mengajarkan atta... gmn nich???

secara de facto memang dhamma itu sudah tertranslate menjadi ajaran Buddha...
namun yg saya tulis disini sebagai kebenaran... shg agak ga nyambung... :hammer:

jadi mau dinamakan apapun, "melihat" tetaplah "melihat"...
mau dibilang "khan" "seeing" "khua" "caliak" dst... tetap saja begitu...
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: nyanadhana on 25 September 2008, 04:25:14 PM
Apa beda Dhamma sebagai Kebenaran dan Dhamma sebagai Ajaran Buddha...bukankah Ajaran Buddha adalah Kebenaran,kenapa membedakan namanya Dhamma Kebenaran dan Dhamma Ajaran Buddha?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 25 September 2008, 04:35:16 PM
Apa beda Dhamma sebagai Kebenaran dan Dhamma sebagai Ajaran Buddha...bukankah Ajaran Buddha adalah Kebenaran,kenapa membedakan namanya Dhamma Kebenaran dan Dhamma Ajaran Buddha?

beda donk, dhamma itu sendiri bukanlah suatu "ajaran"
dhamma itu kebenaran yg terus berlaku, kapanpun, dimanapun

ajaran Sang Buddha memuat kebenaran.
lebih tegasnya lagi ajaran adalah pointer dhamma. bukan dhamma itu sendiri...
kalau diteliti lagi, ajaran Buddha itu menganjurkan kita utk melihat dhamma yg sudah berlaku bagi diri kita sendiri... terlahir, menjadi tua, sakit (mati belum kali yah?)... singkat kata dukkha...

dimana saya belajar dhamma?
kalau menurut saya pribadi perjalanan hidup kita sendiri semuanya adalah dhamma.
hanya saja lebih sering saya tidak tertarik utk melihat dhamma yg menunjukkan segala sesuatu selalu tidak tetap (anicca)...
alih-alih (gaya bahasa orang lain :)) ) saya selalu berharap segala sesuatu itu nicca ketika saya menyukainya... semoga saya sehat selalu... semoga saya muda selalu.. semoga saya kaya selalu... :P
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: nyanadhana on 25 September 2008, 05:01:28 PM
Apakah analoginya begini.

Fisika adalah gerak yang ada pada tiap pribadi dan universal. ketika seorang menemukan Fisika dan merumuskan Fisika dinamakan Ilmu Fisika?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 25 September 2008, 05:19:15 PM
Kebenaran yang paling universal yaitu "hidup adalah dukha". kebenaran yang lain yang masih bisa dipertanyakan keknya kebenaran yang relatif yah hmmm.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 25 September 2008, 05:24:56 PM
Apakah analoginya begini.

Fisika adalah gerak yang ada pada tiap pribadi dan universal. ketika seorang menemukan Fisika dan merumuskan Fisika dinamakan Ilmu Fisika?

afaik, fisika sendiri adalah nama salah satu ilmu... jadi kata fisika memang merujuk pada ilmu fisika.

saya tidak menemukan yg berlaku utk semua hal di dunia, kecuali, yg dikatakan tilakhana, dukkha-anicca-anatta...

kalau utk benda di bumi, mungkin gravitasi yah? ;D semua terkena gravitasi... baik yg menemukan maupun yg tidak mengerti gravitasi.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 25 September 2008, 05:27:04 PM
Kebenaran yang paling universal yaitu "hidup adalah dukha". kebenaran yang lain yang masih bisa dipertanyakan keknya kebenaran yang relatif yah hmmm.
lho kok yg lain relatif??

kalau sudah mengalami (menyadari) dukkha, tentu saja penyebab dukkha itu ada, dst...
mungkin maksudnya belum menyadari penyebab dukkha yah?? (tapi tetap saja... disadari ataupun tidak disadari... penyebabnya ada, makanya hal tsb muncul :)) )

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Hendra Susanto on 25 September 2008, 09:50:59 PM
Quote
soal penamaan Dhamma Buddha, Dhamma kr****n, Dhamma Muhamad, dll saya rasa tidak mempengaruhi dhamma (kebenaran) itu sendiri...

wahh klo gak mempengaruhi jd dhamma sang buddha dgn dhamma kr****n dan dhamma muhamad sama donk???

jelas2 dhamma sang buddha mengajarkan soal anatta sedangkan dhamma kr****n dan dhamma muhamad mengajarkan atta... gmn nich???

secara de facto memang dhamma itu sudah tertranslate menjadi ajaran Buddha...
namun yg saya tulis disini sebagai kebenaran... shg agak ga nyambung... :hammer:

jadi mau dinamakan apapun, "melihat" tetaplah "melihat"...
mau dibilang "khan" "seeing" "khua" "caliak" dst... tetap saja begitu...

YTH Tesla,

Dhamma itu identik dengan buddha spt yang saya bilang klo dhamma disamakan dengan kebenaran disini jadi rancu salah satu ciri khas dari Dhamma ajaran sang buddha adalah anicca, dukkha, dan anatta apakah hal tersebut dapat ditemui dalam al quran/alkitab?

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 25 September 2008, 10:27:43 PM
YTH Tesla,

Dhamma itu identik dengan buddha spt yang saya bilang klo dhamma disamakan dengan kebenaran disini jadi rancu salah satu ciri khas dari Dhamma ajaran sang buddha adalah anicca, dukkha, dan anatta apakah hal tersebut dapat ditemui dalam al quran/alkitab?

OK,
bagi bro Hendra, Dhamma = ajaran Buddha
bagi saya, Dhamma = kebenaran
dari sini kita sudah ga ga ketemu, tidak perlu saling mencekoki pendapat kita ke orang lain. setuju? ;)

anicca, dukkha, anatta bagi saya berlaku utk semua hal di dunia,
Alkitab, Alquran termasuk jg Tipitaka...
bukan cuma dalam hal ajaran, pohon, sungai, awan, dll... jg mengalaminya
semuanya tidaklah tetap... tidaklah memuaskan... tidak ada yg dapat dilekati shg menghasilkan kepuasan, paling ada juga kepuasan palsu yg bertahan sebentar saja...

mengenai hal apakah ajaran lain seperti Alkitab/Alquran mengandung ajaran anicca dsb...
menurut saya ada sedikit kemiripan...
tanyakan saja pada orang beragama lain, saya yakin mereka berpendapat "dunia ini fana",
perbedaannya adalah bagi mereka, setelah kematian fisik ini ada "dunia yg tidak fana..."
pada umumnya mereka berpegang pada janji2 nanti di akherat (dunia yg tidak fana katanya...)

perbedaannya dg ajaran Buddha, Buddha mengajarkan utk melihat dukkha yg disebabkan pada ke-fana-an (anicca) di dunia (samsara). bukan terikat pada janji2 nanti, namun memecahkan masalahnya sekarang juga. selama kita melekat kepada kefanaan, disitu tidak akan ada kepuasan, selalu ada dukkha. utk mengakhiri dukkha, penyebab dukkha harus dihentikan, yaitu menlenyapkan kemelekatan...
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Hendra Susanto on 26 September 2008, 01:11:33 AM
Quote
anicca, dukkha, anatta bagi saya berlaku utk semua hal di dunia,
Alkitab, Alquran termasuk jg Tipitaka...

source please specially this one anatta

Quote
tanyakan saja pada orang beragama lain, saya yakin mereka berpendapat "dunia ini fana",
perbedaannya adalah bagi mereka, setelah kematian fisik ini ada "dunia yg tidak fana..."
pada umumnya mereka berpegang pada janji2 nanti di akherat (dunia yg tidak fana katanya...)

kontradiksi dengan statement awal anda ;D

n ini sedikit literature untuk anda

Orang jaman dahulu menganggap bahwa bumi datar, bukan berarti fakta bahwa bumi bulat tidak berlaku untuk orang jaman dahulu (Percaya atau tidak percaya bumi tetap bulat) ini adalah kebenaran universal.

tetapi Orang jaman dahulu tak mengajarkan bahwa bumi bulat, jadi orang jaman dahulu mengajarkan berdasarkan ketidak tahuan... Orang jaman dahulu seperti agama-agama lain (yang mengajarkan nicca, sukha dan atta)

Sang Buddha seperti Columbus... yang membuktikan bahwa bumi bulat...(yang mengajarkan anicca, dukkha dan anatta)



Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 26 September 2008, 01:17:15 AM
Quote
anicca, dukkha, anatta bagi saya berlaku utk semua hal di dunia,
Alkitab, Alquran termasuk jg Tipitaka...

source please specially this one anatta
dah jelaslah yg kita bicarakan beda...
bro Hendra mencari "ajaran" anatta,
sedang yg saya bilang adalah anatta, bukan ajaran anatta...

Quote
Quote
tanyakan saja pada orang beragama lain, saya yakin mereka berpendapat "dunia ini fana",
perbedaannya adalah bagi mereka, setelah kematian fisik ini ada "dunia yg tidak fana..."
pada umumnya mereka berpegang pada janji2 nanti di akherat (dunia yg tidak fana katanya...)

kontradiksi dengan statement awal anda ;D
tidak kok, Anda mencari ajaran Anatta, yg saya sebut bukan hanya mencangkup suatu ajaran.

Quote
n ini sedikit literature untuk anda

Orang jaman dahulu menganggap bahwa bumi datar, bukan berarti fakta bahwa bumi bulat tidak berlaku untuk orang jaman dahulu (Percaya atau tidak percaya bumi tetap bulat) ini adalah kebenaran universal.

tetapi Orang jaman dahulu tak mengajarkan bahwa bumi bulat, jadi orang jaman dahulu mengajarkan berdasarkan ketidak tahuan... Orang jaman dahulu seperti agama-agama lain (yang mengajarkan nicca, sukha dan atta)

Sang Buddha seperti Columbus... yang membuktikan bahwa bumi bulat...(yang mengajarkan anicca, dukkha dan anatta)


saya rasa sudah ga nyambung...
bro Hendra salah memahami kalimat saya ;D
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ryu on 26 September 2008, 06:38:40 AM
Quote
tanyakan saja pada orang beragama lain, saya yakin mereka berpendapat "dunia ini fana",
perbedaannya adalah bagi mereka, setelah kematian fisik ini ada "dunia yg tidak fana..."
pada umumnya mereka berpegang pada janji2 nanti di akherat (dunia yg tidak fana katanya...)

Om tesla, bukannya kalau nanya pada orang beragama lain, saya yakin mereka berpendapat "ada roh" ;D

"pada umumnya mereka berpegang pada janji2 nanti di akherat (dunia yg tidak fana katanya...)" Dibuddha juga jangan2 sama yah berpegang pada janji2 nanti Nibbana gitu? ;D
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tesla on 26 September 2008, 08:14:27 AM
Quote
tanyakan saja pada orang beragama lain, saya yakin mereka berpendapat "dunia ini fana",
perbedaannya adalah bagi mereka, setelah kematian fisik ini ada "dunia yg tidak fana..."
pada umumnya mereka berpegang pada janji2 nanti di akherat (dunia yg tidak fana katanya...)

Om tesla, bukannya kalau nanya pada orang beragama lain, saya yakin mereka berpendapat "ada roh" ;D

betul cek. ajarannya tentu saja tidak sama persis dg ajaran Buddha ;D

Quote
"pada umumnya mereka berpegang pada janji2 nanti di akherat (dunia yg tidak fana katanya...)" Dibuddha juga jangan2 sama yah berpegang pada janji2 nanti Nibbana gitu? ;D

perbedaannya, perealisasian nibbana terjadi "sekarang" bukan nanti2...
dalam praktek, kita langsung merasakan hasilnya.
bukan praktek sekarang, nanti setelah mati baru tuai hasilnya.
jadi kalau belum merealisasikan nibbana sekarang,
artinya praktek belum selesai :))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 26 September 2008, 08:37:24 AM
Dear ALL,


Berikut tulisan mengenai "Dhamma" dari http://www.buddhistonline.com/dsgb/bd02.shtml


DHAMMA

Dhamma berarti kebenaran, kesunyataan, atau bisa juga dikatakan sebagai ajaran sang Buddha.

Istilah Dhamma ini mempunyai arti yang sangat luas, yaitu mencakup tidak hanya segala sesuatu yang bersyarat saja, tetapi juga mencakup yang tidak bersyarat / yang mutlak.

Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan dalam penjelasan berikut ini.

Dhamma terbagi menjadi dua bagian, yaitu Paramattha Dhamma dan Pannatti Dhamma.

Paramattha Dhamma = kenyataan tertinggi, ada 4, yaitu


Pannatti Dhamma = sebutan, konsep, untuk dijadikan panggilan atau sebutan sesuai dengan keinginan manusia.

Paramattha Dhamma terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu :

Sankhata Dhamma, berarti keadaan yang bersyarat, yaitu:

Asankhata Dhamma, berarti sesuatu yang tidak bersyarat, yaitu:

 

Nibbana disebut Asankhata Dhamma.

Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/266, disebutkan tentang sifat Dhamma, atau Dhammaguna.

Ada enam Dhammaguna, yaitu:




Semoga dengan ini bisa memperjelas, Dhamma mana yang ingin dibicarakan.... Dhamma sebagai kebenaran konseptual (pannati), ataukah Dhamma sebagai kebenaran yang hakiki (paramattha)

Dhamma pada ajaran/paham lain bisa menjadi Dhamma, namun hanya menjadi Dhamma dalam tataran konsep saja
Sementara Dhamma pada Buddhism, adalah kebenaran yang hakiki/sesungguhnya, sesuai dengan DhammaGuna diatas

FYI bahwa bumi itu sendiri sebenarnya tidak bulat seperti bola, namun agak sedikit lonjong di bagian kedua kutubnya...... jadi ilmu pengetahuan sendiri terus menerus berubah bahkan belum lama ini, ada seorang mahasiswa matematika yang mengoreksi sedikit perhitungan Einstein

Namun Dhamma yang diajarkan Buddha, sesuai DhammaGuna diatas, sudah sempurna dibabarkan alias sudah tidak ada penambahan apapun lagi

Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua..........  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: bond on 26 September 2008, 08:58:14 AM
Keterangan bro Markos sangat bermanfaat  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 26 September 2008, 09:24:18 AM
ketika membicarakan "anatta" dikatakan bukan anatta sesungguhnya... sesungguhnya yah sesuai dengan reply thread sdr.markos... jelas ada pembagian dhamma yaitu paramatha dan pannati dhamma. Jadi polemik apakah itu konsep atau realitas sesungguhnya seharusnya sudah jelas.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tula on 26 September 2008, 04:17:31 PM
Dhamma pada ajaran/paham lain bisa menjadi Dhamma, namun hanya menjadi Dhamma dalam tataran konsep saja
Sementara Dhamma pada Buddhism, adalah kebenaran yang hakiki/sesungguhnya, sesuai dengan DhammaGuna diatas

FYI bahwa bumi itu sendiri sebenarnya tidak bulat seperti bola, namun agak sedikit lonjong di bagian kedua kutubnya...... jadi ilmu pengetahuan sendiri terus menerus berubah bahkan belum lama ini, ada seorang mahasiswa matematika yang mengoreksi sedikit perhitungan Einstein

Namun Dhamma yang diajarkan Buddha, sesuai DhammaGuna diatas, sudah sempurna dibabarkan alias sudah tidak ada penambahan apapun lagi

Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua..........  _/\_

nuhun nanya kepada para yg lebih ngerti  :-? :??
bagian manakah dari ajaran SB yg membuat sempurna ?
dan bagian apakah ajaran utama SB yg membedakan dengan ajaran2 lain ? (yg paling paling)

------------------------------
oot:
wollo .. disini jg ada icon kegemeren gue si hamer  ;D :hammer:  :-t :outoftopic: :backtotopic:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: William_phang on 26 September 2008, 04:31:16 PM
 [at]  Atas,

Kayak Anatta yang paling berbeda dg yg lain
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 29 September 2008, 04:22:43 PM
 [at] tula : sempurna karena sudah cukup sebagai "bekal" untuk mencapai nibbana... cmiiw  _/\_

Perbedaan utama ajaran Buddha adalah mengenai 4 kesunyataan mulia dan Anatta sebagai suatu proses yang timbul dan tenggelam

kenapa Anatta saya perjelas, dan tidak hanya sekedar Anatta? karena ternyata banyak paham tentang Anatta yang beredar, namun itu adalah pandangan salah (Ada sekitar 62 pandangan)

semoga bisa bermanfaat  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: nyanadhana on 29 September 2008, 04:26:39 PM
Diposting donk 62 Pandangan Anatta yang salah biar pada melek.....Thanks yah bro markos
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Adhitthana on 29 September 2008, 04:34:54 PM
[at] bro nyanadhana

di mana bisa baca sutta tentang 5 pertapa aliran sesat di zaman Sang Buddha
dicari-cari lom ketemu  :'( kurang virya nyarinya  :hammer:

Thanks ......  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: san on 29 September 2008, 05:04:08 PM
Diposting donk 62 Pandangan Anatta yang salah biar pada melek.....Thanks yah bro markos

62 pandangan salah ada di Brahmajala Sutta
http://dhammacitta.org/tipitaka/dn/dn.01.0.wlsh.html

Sayangnya mumet bacanya :P
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Adhitthana on 29 September 2008, 08:52:04 PM
[at] bro nyanadhana

di mana bisa baca sutta tentang 5 pertapa aliran sesat di zaman Sang Buddha
dicari-cari lom ketemu  :'( kurang virya nyarinya  :hammer:

Thanks ......  _/\_

aye udah ketemu sutta ini

http://www.geocities.com/bbcid.geo/sutta18.html

semoga bermanfaat ........  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: tula on 01 October 2008, 11:30:20 PM
[at] tula : sempurna karena sudah cukup sebagai "bekal" untuk mencapai nibbana... cmiiw  _/\_

Perbedaan utama ajaran Buddha adalah mengenai 4 kesunyataan mulia dan Anatta sebagai suatu proses yang timbul dan tenggelam

kenapa Anatta saya perjelas, dan tidak hanya sekedar Anatta? karena ternyata banyak paham tentang Anatta yang beredar, namun itu adalah pandangan salah (Ada sekitar 62 pandangan)

semoga bisa bermanfaat  _/\_

makasi markosprawira atas penjelasannya ...

yg lain uda ikutan jelas lom ? :)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 06 October 2008, 09:51:59 AM
 [at] tula : anumodana untuk kesempatannya  _/\_

 [at] virya : saya minta ijin untuk nanti memposting isi suttanya yah  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 06 October 2008, 10:45:02 AM
Samanna-Phala Sutta


Demikian yang telah kami dengar : Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Rajagaha, di Hutan Mangga milik tabib Jivaka Komarabhacca bersama-sama dengan seribu dua ratus lima puluh bhikkhu. Pada waktu itu hari Uposatha tanggal lima belas dari bulan Kattika. Malam itu bulan purnama sedang bulatnya; Raja Ajatasattu dari Magadha, putra Ratu Videha, sedang duduk di teras istananya tingkat atas dengan dikelilingi oleh para menterinya. Pada hari Uposatha yang keramat itu, raja bersabda : "Betapa menyenangkan, Saudara-saudara, malam terang bulan ini! Betapa indahnya, dan menyenangkan bulan purnama ini, dan betapa sejuknya Saudara-saudara, malam terang bulan ini! Betapa agungnya, Saudara-saudara, pertanda dari malam terang bulan ini! Petapa atau Brahmana manakah kiranya yang dapat kita kunjungi malam ini, yang akan dapat memuaskan batin kita?"

Ketika Raja Ajatasattu selesai berkata demikian, salah seorang menteri berkata kepadanya : "Baginda, di sana ada Purana Kassapa; kepala suatu kelompok petapa, mempunyai banyak pengikut, guru suatu aliran, termashur dan terkenal sebagai seorang sophi; dihormati oleh orang banyak, berpengalaman, telah lama menjadi petapa, tua dan matang dalam kehidupan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepadanya. Dengan pergi mengunjunginya, kemungkinan hati Baginda menjadi tenang dan damai." Namun, setelah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

Kemudian, salah seorang menteri lainnya berkata kepada raja : "Baginda, di sana ada Makkhali Gosala; kepala suatu kelompok pertapa, mempunyai banyak pengikut, guru suatu aliran, termashur dan terkenal sebagai seorang sophi, dihormati oleh orang banyak, berpengalaman, telah lama menjadi petapa, tua dan matang dalam kehidupan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepadanya. Dengan pergi mengunjunginya, kemungkinan hati Baginda menjadi tenang dan damai." Namun, setelah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

Kemudian, salah seorang menteri lainnya berkata kepada raja: "Baginda, di sana ada Ajita Kesakambala; kepala suatu kelompok petapa, mempunyai banyak pengikut, guru suatu aliran, termashur dan terkenal sebagai seorang sophi; dihormati oleh orang banyak, berpengalaman, telah lama menjadi petapa, tua dan matang dalam kehidupan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepadanya. Dengan pergi mengunjunginya, kemungkinan hati Baginda menjadi tenang dan damai." Namun, setelah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

Kemudian, salah seorang menteri lainnya berkata kepada raja : "Baginda, di sana ada Pakudha Kaccayana; kepala suatu kelompok petapa, mempunyai banyak pengikut, guru suatu aliran, termasyur dan terkenal sebagai seorang sophi, dihormati oleh orang banyak, berpengalaman, telah lama menjadi petapa, tua dan matang dalam kehidupan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepadanya. Dengan pergi mengunjunginya, kemungkinan hati Baginda menjadi tenang dan damai." Namun, setelah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

Kemudian, salah seorang menteri lainnya berkata kepada raja : "Baginda, di sana ada Sanjaya Belattha-putta; kepala suatu kelompok petapa, mempunyai banyak pengikut, guru suatu aliran, termashur dan terkenal sebagai seorang sophi; dihormati oleh orang banyak, berpengalaman, telah lama menjadi petapa, tua dan matang dalam kehidupan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepadanya. Dengan pergi mengunjunginya, kemungkinan hati Baginda menjadi tenang dan damai." Namun, setelah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

Kemudian, salah seorang menteri lainnya berkata kepada raja: "Baginda, di sana ada Nigantha Natha-putta; kepala suatu kelompok petapa, mempunyai banyak pengikut, guru suatu aliran, termasyur dan terkenal sebagai seorang sophi; dihormati oleh orang banyak, berpengalaman, telah lama menjadi petapa, tua dan matang dalam kehidupan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepadanya. Dengan mengunjunginya, kemungkinan hati Baginda menjadi tenang dan damai." Namun, setelah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

Pada waktu itu tabib Jivaka Komarabhacca duduk berdiam diri, tidak jauh dari raja. Kemudian raja berkata kepada Jivaka Komarabhacca: "Jivaka, mengapa engkau tetap berdiam diri, tidak berkata apa pun?"

"Baginda, Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, kini sedang berdiam di Hutan Mangga milik kita, bersama dengan anggota bhikkhu-sangha sebanyak seribu dua ratus lima puluh. Demikianlah berita baik mengenai Gotama, Sang Bhagava yang telah tersebar luas : 'Sang Bhagava', Yang Maha Suci, Yang telah Mencapai Penerangan Sempurna, sempurna pengetahuan serta tindak tanduk-Nya, sempurna menempuh Jalan, Pengenal segenap alam, Pembimbing yang tiada tara bagi mereka yang bersedia untuk dibimbing, Guru para dewa dan manusia, Yang Sadar, Yang Patut Dimuliakan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepada Sang Bhagava. Dengan pergi mengunjunginya, kemungkinan hati Baginda menjadi tenang dan damai."

"Bila demikian, Jivaka, siapkan gajah-gajah tunggangan."

"Baiklah, Baginda!" kata tabib Jivaka Komarabhacca mematuhi perintah raja. Kemudian ia menyiapkan lima ratus ekor gajah betina serta gajah kerajaan yang biasa dinaiki oleh raja, dan melapor : "Baginda, gajah-gajah telah disiapkan dengan baik. Terserah kepada Baginda untuk memilih waktu keberangkatan yang sesuai." Selanjutnya raja memerintahkan lima ratus orang wanitanya naik ke atas gajah betina, seekor untuk seorang, sedang ia sendiri naik gajah kerajaan. Tidak lama kemudian, berangkatlah rombongan raja dengan kebesaran kerajaan, serta diiringi oleh para pengikutnya yang membawa obor. Dari Rajagaha mereka menuju ke Hutan Mangga milik Jivaka Komarabhacca.

Ketika mendekati Hutan Mangga, tiba-tiba raja dicengkam oleh rasa takut dan khawatir, semua bulu badannya berdiri tegak. Dengan perasaan cemas dan gelisah, ia berkata kepada Jivaka: "Apakah kau tidak menipuku, Jivaka? Apakah kau tidak membohongiku? Apakah kau tidak mengkhianatiku kepada musuh-musuh ? Bagaimana mungkin dapat terjadi bahwa di sana tidak ada suara sama sekali, tidak ada suara bersin atau pun batuk dalam sejumlah besar anggota bhikkhu sangha sebanyak seribu dua ratus lima puluh orang itu ?"

Janganlah khawatir, Baginda. Aku tidak menipu, mendustai atau pun mengkhianatimu kepada musuh-musuh. Lanjutkanlah, O Baginda, berjalanlah terus ! Di sana, dalam ruang pertemuan, lampu-lampu telah menyala terang."

Kemudian raja melanjutkan perjalanan dengan gajahnya sejauh jalan masih dapat dilalui oleh gajah-gajah, dan selanjutnya berjalan kaki sampai di pintu ruang pertemuan; dan berkata kepada Jivaka Komarabhacca : "Jivaka, tetapi dimanakah Sang Bhagava berada ?"

"Baginda, itulah Sang Bhagava. Baginda, itulah Sang Bhagava, sedang duduk bersandar pada tiang tengah dan menghadap ke Timur dengan dikelilingi oleh anggota bhikkhu Sangha."

Kemudian Raja Ajatasatttu mendekati Sang Bhagava dan berdiri dengan hormat pada salah satu sisi-Nya. Ketika ia telah berdiri di sana dan melihat anggota anggota bhikkhu sangha duduk diam, tenang bagaikan sebuah danau tak berombak, ia berseru : "Dapatkah putraku, Udayi Bhadda, memiliki ketenangan seperti yang dimiliki oleh bhikhu sangha sekarang ini ?"

"Bila demikian, O Baginda, bagaimanakah engkau mengarahkan pikiran cinta-kasihmu ?" tanya Sang Buddha.

"Bhante, aku mencintai putraku Udayi Bhadda dan mengharap agar ia dapat menikmati ketenangan seperti yang dimiliki bhikkhu sangha ini."

Kemudian Raja Ajatasattu menyembah Sang Bhagava dan merangkapkan tangannya ke arah bhikkhu sangha sebagai tanda hormat, selanjutnya ia duduk di samping Sang Bhagava dan berkata : "Bhante, aku ingin bertanya kepada Sang Bhagava tentang suatu persoalan apabila Sang Bhagava berkenan."

"Tanyakanlah apa yang kau kehendaki, O Baginda."

"Bhante, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir-gajah, kusir-kuda, sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahliannya. Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang-tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya. Apakah Bhante dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini ?"

Baginda, apakah kau ingat pernah mengajukan pertanyaan yang sama ini kepada para petapa dan brahmana lainnya ?"

"Ya, Bhante, aku ingat pernah mengajukan pertanyaan yang sama ini kepada para petapa dan brahmana lainnya."

"Bila Baginda tidak keberatan, katakanlah kepada kita bagaimana mereka menjawabnya." "Bhante, tidak ada keberatan bagiku terhadap Sang Bhagava atau pun terhadap para suci lainnya seperti Sang Bhagava."

"Bila demikian, katakanlah, O Baginda."

Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediaman Purana Kassapa. Setelah saling bertukar salam, mengucapkan kata-kata persahabatan dan sopan santun dengannya, aku duduk di sebelahnya. Setelah duduk, aku bertanya kepadanya : "Sahabat Purana Kassapa, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir-gajah, kusir-kuda, sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit-rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahliannya. Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang tua anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya. Apakah sahabat Purana Kassapa dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini ?"

"Bhante, kemudian Purana Kassapa berkata kepadaku : 'O Baginda, ia yang berbuat atau menganjurkan orang lain berbuat; ia yang memotong atau menganjurkan orang lain berbuat memotong; ia yang menyiksa atau menganjurkan orang lain berbuat menyiksa; ia yang menyusahkan atau menganjurkan orang lain berbuat menyusahkan; ia yang menakut-nakuti atau menganjurkan orang lain berbuat menakut-nakuti; ia yang membunuh mahluk-mahluk hidup atau menganjurkan orang lain membunnh mahluk-mahluk hidup; ia yang mengambil apa yang tidak diberikan, membongkar rumah, melakukan pencolengan, perampokan, penyamunan, melakukan zinah atau menceritakan kebohongan, kepada ia yang berbuat demikian, tiada suatu tindakan kejahatan. Seandainya dengan cakram yang mempunyai pinggiran setajam pisau, ia menjadikan semua mahluk yang hidup di bumi ini satu tumpukan daging, satu timbunan daging, tiada suatu tindakan jahat akibat dari perbuatan itu, tidak ada penambahan kejahatan. Apakah ia pergi ke sepanjang tepi selatan sungai Gangga untuk memukul den membantai; memotong atau menganjurkan orang lain berbuat memotong; menindas atau menganjurkan orang lain berbuat menindas; tiada suatu tindakan jahat akibat dari perbuatan itu, tidak ada penambahan kejahatan. Apakah ia pergi ke sepanjang tepi utara sungai Gangga, untuk memberi dana, mempersembahkan pengorbanan atau menganjurkan orang lain berbuat mempersembahkan pengorbanan; tiada suatu tindakan baik akibat dari perbuatan itu, tidak ada penambahan kebajikan. Dalam perbuatan dana, mengendalikan diri, menjaga indria-indria den berbicara benar, tiada suatu tindakan dari perbuatan itu, tidak ada penambahan kebajikan.'

"Dengan demikian, Bhante, ketika Purana Kassapa ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang 'tiada-perbuatan' (akiriya). Bhante, seolah-olah seperti ketika seseorang ditanya apakah buah mangga itu, akan menerangkan buah sukun; ketika ditanya apakah buah sukun itu, akan menerangkan buah mangga. Demikian pula halnya dengan Purana Kassapa. Ketika ia ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang 'tiada perbuatan'(akiriya). Bhante, kemudian timbullah perenungan dalam diriku : "Apakah layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam kerajaanku? Sesungguhnya, Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap apa yang telah dikatakan oleh Purana Kassapa itu, dan walaupun merasa tidak puas dengan jawabannya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima ataupun menolak atas jawabannya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkannya."
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 06 October 2008, 10:45:41 AM
Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediaman Makkhali Gosala. Setelah saling bertukar salam, mengucapkan kata-kata persahabatan dan sopan santun dengannya, aku duduk di sebelahnya. Setelah duduk, aku bertanya kepadanya : "Sahabat Makkhali Gosala, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir gajah, kusir kuda, sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahliannya. Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya. Apakah sahabat Makkhali Gosala dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini ?"

"Bhante, kemudian Makkhali Gosala berkata kepadaku : 'O Baginda, tidak ada sebab ataupun dasar dari ternodanya mahluk-mahluk, mereka menjadi ternoda tanpa sebab dan dasar. Tidak ada sebab atau pun dasar dari sucinya mahluk-mahluk, mereka menjadi suci tanpa sebab dan dasar. Tidak ada akibat yang bergantung pada perbuatan diri sendiri, perbuatan orang lain atau perbuatan manusia. Tidak ada sesuatu yang disebut kemampuan atau usaha, kekuatan atau semangat manusia. Semua mahluk (satta), semua yang bernafas (pana), semua yang hidup (bhuta), semua yang memiliki pokok kehidupan (jiva) adalah tanpa kemampuan, kekuatan atau usaha. Mereka cenderung begini atau begitu adalah karena nasibnya, karena kondisi-kondisi yang perlu (dari kelompok di mana mereka tergolong), karena dasar mereka masing-masing; dan bahwasanya mereka merasakan kebahagiaan dan penderitaan itu adalah sesuai dengan kedudukannya dalam salah satu dari enam kelompok. Terdapat 1.400.000 macam kelahiran yang pokok, 6.000 serta 600 lagi. Terdapat 500 macam kamma, 5 macam kamma (menurut lima indria), 3 macam kamma (menurut perbuatan, ucapan dan pikiran), 1 macam kamma (seluruh keadaan kamma dari perbuatan atau ucapan), serta setengah macam kamma (kamma pikiran). Terdapat 62 cara (corak tingkah-laku), 62 jarak-masa (antarakappa), 6 kelompok (perbedaan di antara manusia), 8 tingkat kehidupan manusia, 4.900 macam penghidupan (ajiva), 4.900 paribbajaka (petapa pengembara), 4.900 tempat kediaman naga-naga, 2.000 kemampuan, 300 alam neraka, 36 unsur nafsu , 7 macam kelahiran mahluk berperasaan (sannigabbha), 7 macam kelahiran mahluk tanpa perasaan (asanni-gabbha), 7 macam kelahiran melalui tunas (niganthi-gabbha), 7 tingkat dewa, 7 tingkat manusia, 7 tingkat setan, 7 danau, 7 macam kepandaian utama (patuva), 700 macam kepandaian kecil, 7 macam tebing curam besar, 700 macam tebing curam kecil, 7 macam mimpi besar, 700 macam mimpi kecil. Terdapat 8.400.000 masa besar (maha-kappa); yang selama itu, baik orang bodoh maupun orang bijaksana, keduanya adalah sama, mereka mengembara dalam samsara (perputaran hidup) yang pada akhirnya akan bebas dari penderitaan. Tidaklah mungkin mengharap agar kamma yang belum masak menjadi masak atau bebas dari kamma yang sudah masak dengan cara menjalankan sila, kewajiban tapa atau dengan menjalankan kehidupan suci. Kebahagiaan dan penderitaan yang seolah-olah dapat diukur dengan ukuran tidak dapat diubah dalam proses samsara, di sana tidak ada penambahan atau pengurangan. Sama seperti sebuah bola benang yang apabila dilemparkan ke depan akan membentang hanya sepanjang benang itu saja; maka demikian pula orang bodoh dan orang bijaksana adalah sama, mereka mengembara dalam samsara hanya selama batas waktu tertentu, yang akhirnya akan dan pasti bebas dari penderitaan.

"Dengan demikian, Bhante, ketika Makkhali Gosala ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang 'penyucian melalui proses samsara' (samsara-suddhi). Bhante, seolah-olah seperti ketika seseorang ditanya apakah buah mangga itu, akan menerangkan buah sukun; ketika ditanya apakah buah sukun itu, akan menerangkan buah mangga. Demikian pula halnya dengan Makkhali Gosala. Ketika ia ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah, menerangkan teorinya tentang 'penyucian melalui proses samsara' (samsara suddhi). Bhante, kemudian timbullah perenungan dalam diriku : "Apakah layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam kerajaanku ? Sesungguhnya, Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap apa yang telah dikatakan oleh Makkhali Gosala itu; dan walaupun merasa tidak puas dengan jawabannya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima ataupun menolak atas jawabannya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkannya."

Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediaman Ajita Kesa-kambala. Setelah saling bertukar salam, mengucapkan kata-kata per sahabatan dan sopan santun dengannya, aku duduk di sebelahnya, setelah duduk, aku bertanya kepadanya : "Sahabat Ajita Kasa-kambala, ter dapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir-gajah, kusir-kuda, sais kereta perang, pemanah,pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahliannya. Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya. Apakah sahabat Ajita Kesa-kamball dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini ?"

"Bhante, kemudian Ajita Kesa-kambala berkata kepadaku : "O Baginda, tidak ada hal yang dinamakan sedekah (dinnam), pengorbanan (yittham) atau persembahan (hutam). Tidak ada hasil atau pun akibat dari perbuatan-perbuatan baik dan buruk. Tidak ada hal yang dinamakan dunia sini maupun dunia sang (dunia yang akan datang). Tidak ada ibu, ayah atau pun mahluk-mahluk yang lahir tanpa melalui rahim orang tua(opapatika). Di dunia ini tidak ada petapa-petapa atau brahmana-brahmana yang telah mencapai kesempurnaan dalam cara praktek benar, memiliki kelakuan sempurna, telah menyadari dunia sini maupun dunia sang melalui usaha sendiri, dan memperkenalkan kebijaksanaannya yang sempurna kepada masyarakat. Manusia terbentuk dari empat unsur utama (maha-bhuta); pada waktu ia mati, sifat tanah dalam dirinya akan menjadi, kembali pada kelompok tanah; sifat cair dalam dirinya akan menjadi, kembali pada kelompok air, sifat panas dalam dirinya akan menjadi, kembali pada kelompok udara, dan indria-indrianya lenyap dalam angkasa (akasa). Empat orang pemikul dengan tandunya sebagai yang kelimat, membawa pergi mayatnya; mereka mengucapkan puji-pujian untuk dirinya hanya sejauh tanah kubur, di sana tulang-tulangnya berubah warnanya seperti sayap burung daya, dan pengorbanan-pengorbanan berakhir sebagai debu. Mereka yang mengajarkan tentang dana dan menyatakan bahwa ada manfaat dari perbuatan itu adalah orang bodoh, hanya merupakan kebohongan yang kosong, pembicaraan yang sia-sia belaka. Orang bodoh dan biiaksana adalah sama, setelah mati mereka akan hancur, musnah dan selanjutnya tidak akan hidup kembali (lahir kembali).

"Dengan demikian, Bhante, ketika Ajita Kesa-kambala ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang 'pemusnahan' (uccheda-vada). Bhante, seolah-olah seperti ketika seseorang ditanya apakah buah mangga itu, akan menerangkan buah sukun; ketika ditanya apakah buah sukun itu, akan menerangkan buah mangga. Demikian pula halnya dengan Ajita Kesa-kambala. Ketika ia ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang 'pemusnahan' (ucchedavada). Bhante, kemudian timbullah perenungan dalam diriku : 'Apakah layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam kerajaanku ? Sesungguhnya Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap apa yang telah dikatakan oleh Ajita Kesa-kambala itu; dan walaupun merasa tidak puas dengan jawabannya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima atau pun menolak atas jawabannya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkannya."

Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediaman Pakudha Kaccayana. Setelah saling bertukar salam, mengucapkan kata-kata persahabatan dan sopan santun dengannya, aku duduk disebelahnya. Setelah duduk, aku bertanya kepadanya : 'Sahabat Pakudha Kaccayana, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir-gajah, kusir-kuda, sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahliannya. Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya. Apakah sahabat Pakudha Kaccayana dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini?"

"Bhante, kemudian Pakudha Kaccayana berkata kepadaku : 'O Baginda, tujuh kelompok dasar ini tidak dapat dibuat atau diperintahkan untuk dibuat, tidak diciptakan atau disebabkan untuk dicipta; tidak menghasilkan (mandul), teguh bagaikan puncak gunung, tetap bagaikan tiang yang terpancang kuat. Tujuh kelompok dasar ini tidak bergerak atau berkembang, tidak melukai satu sama lain, dan yang satu tidak menyebabkan keenakan, kesakitan maupun keduanya pada yang lain. Apakah tujuh kelompok dasar itu ? Ialah kelompok tanah, air, api, udara, kenikmatan, kesakitan dengan kehidupan (jiva) sebagai yang ketujuh. Tujuh kelompok dasar itu tidak dibuat atau diperintahkan untuk dibuat, tidak diciptakan atau disebabkan untuk dicipta; tidak menghasilkan (mandul), teguh bagaikan puncak gunung, tetap bagaikan tiang yang terpancang kuat. Tujuh kelompok dasar itu tidak bergerak atau berkembang, tidak melukai satu sama lain, dan yang satu tidak menyebabkan kenikmatan, kesakitan maupun keduanya pada yang lain. Maka tidak ada pembunuh atau penyebab pembunuhan, tidak ada pendengar atau pembicara, tidak ada orang yang tahu atau orang yang menerangkan. Apabila dengan sebilah pedang tajam seseorang membelah kepala orang lain, maka tidak ada orang yang menghancurkan kehidupan siapa pun; pedang itu hanya menembus di antara ketujuh kelompok dasar tersebut.'

"Dengan demikian, Bhante, ketika Pakudha Kaccayana ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan suatu pendapat yang sama sekali menyimpang dari persoalan itu. Bhante, seolah-olah seperti ketika seseorang ditanya apakah buah mangga itu, akan menerangkan buah sukun; ketika ditanya apakah buah sukun itu, akan menerangkan buah mangga. Demikian pula halnya dengan Pakudha Kaccayana. Ketika ia ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan suatu pendapat yang sama sekali menyimpang dari persoalan itu. Bhante, kemudian timbullah perenungan dalam diriku: "Apakah layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam kerajaanku? Sesungguhnya, Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap apa yang telah dikatakan oleh Pakudha Kaccayana itu; dan walaupun merasa tidak puas dengan jawabannya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima atau pun menolak atas jawabannya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkannya."
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 06 October 2008, 10:45:59 AM
Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediaman Nigantha Natha-putta. Setelah saling bertukar salam, mengucapkan kata-kata persahabatan dan sopan santun dengannya, aku duduk di sebelahnya. Setelah duduk, aku bertanya kepadanya : 'Sahabat Nigantha Natha-putta, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir gajah, kusir kuda, sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit-rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakain, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahliannya Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang-tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan, sebagai hasilnya. Apakah sahabat Nigantha Natha-putta dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini?"

"Bhante, kemudian Nigantha Natha-putta berkata kepadaku : 'O Baginda, dalam dunia ini, seorang Nigantha terkendali dengan empat macam pengendalian diri. Bagaimanakah, O baginda, seorang Nigantha yang terkendali dengan empat macam pengendalian diri itu ? Dalam dunia ini, seorang Nigantha hidup mengendalikan diri terhadap semua air, mempergunakan semua air, menyingkirkan semua air dan melumuri dengan semua air. Demikianlah, O Baginda, seorang Nigantha, terkendali dengan empat macam pengendalian diri ini, ia disebut seorang Nigantha (bebas dari ikatan-ikatan), Gatatta (orang yang batinnya telah berada dalam pencapaian tujuannya), Yatatta (orang yang batinnya terkendali), dan Thitatta (orang yang batinnya terpusat).'

"Dengan demikian, Bhante, ketika Nigantha Natha-putta ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang 'empat macam pengendalian diri' (catu-yama-samvara). Bhante, seolah-olah seperti ketika seseorang ditanya apakah buah mangga itu, akan menerangkan buah sukun; ketika ditanya apakah buah sukun itu, akan menerangkan buah mangga. Demikian pula halnya dengan Nigantha Natha-putta. Ketika ia ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang 'empat macam pengendalian diri' (catu-yama-samvara). Bhante, kemudian timbullah perenungan dalam diriku : 'Apakah layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam kerajaanku ? Sesungguhnya, Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap apa yang telah dikatakan oleh Nigantha Natha-putta itu; dan walaupun merasa tidak puas dengan jawaban nya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima atau pun menolak atas jawabannya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkannya."

Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediaman Sanjaya Belattha-putta. Setelah saling bertukar salam, mengucapkan kata-kata persahabatan dan sopan santun dengannya, aku duduk di sebelahnya. Setelah duduk, aku bertanya kepadanya : 'Sahabat Sanjaya Belattha-putta, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti: kusir gajah, kusir kuda, sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit-rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahliannya. Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya. Apakah sahabat Sanjaya Belattha-putta dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini?"

"Bhante, kemudian Sanjaya Belattha-putta berkata kepadaku : 'Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'ada dunia lain' - baiklah, bila aku pikir, 'ada dunia lain', aku akan menjawab 'ada dunia lain' Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'tidak ada dunia lain' - baiklah, bila aku pikir 'tidak ada dunia lain', aku akan menjawab 'tidak ada dunia lain'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'ada dan tidak ada dunia lain' baiklah, bila aku pikir 'ada dan tidak ada dunia lain', aku akan menjawab 'ada dan tidak ada dunia lain'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'bukan ada maupun bukan tidak ada dunia lain' - baiklah, bila aku pikir 'bukan ada maupun bukan tidak ada dunia lain', aku akan menjawab 'bukan ada maupun bukan tidak ada dunia lain'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'ada mahluk opapitika' (lahir tanpa melalui kandungan) - baiklah, bila aku pikir 'ada mahluk opapatika', aku akan menjawab 'ada mahluk opapatika'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'tidak ada mahluk opapitika' baiklah, bila aku pikir 'tidak ada mahluk opapatika', aku akan menjawab 'tidak ada mahluk opapatika'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'ada dan tidak ada mahluk opapitika' baiklah, bila aku pikir 'ada dan tidak ada mahluk opapatika', aku akan menjawab 'ada dan tidak ada mahluk opapatika'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'bukan ada maupun bukan tidak ada mahluk opapatika' - baiklah, bila aku pikir 'bukan ada maupun bukan tidak ada mahluk opapatika', aku akan menjawab 'bukan ada maupun bukan tidak ada mahluk opapatika'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk' - baiklah, bila aku pikir 'ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk', aku akan menjawab ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk' - baiklah, bila aku pikir 'tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk', aku akan menjawab 'tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'ada dan tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk' - baiklah, bila aku pikir 'ada dan tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk', - aku akan menjawab 'ada dan tidak ada buah', akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk' Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'bukan ada maupun bukan tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk' baiklah, bila aku pikir 'bukan ada maupun bukan tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk', aku akan menjawab 'bukan ada maupun bukan tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'setelah meninggal Tathagata tetap ada'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'setelah meninggal Tathagata tidak ada', baiklah, bila aku pikir 'setelah meninggal Tathagata tidak ada', aku akan menjawab 'setelah meninggal Tathagata tidak ada'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'setelah meninggal Tathagata ada dan tidak ada' -baiklah, bila aku pikir 'setelah meninggal Tathagata ada dan tidak ada', aku akan menjawab 'setelah meninggal Tathagata ada dan tidak ada'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah 'setelah meninggal Tathagata bukan ada maupun bukan tidak ada' - baiklah, bila aku pikir 'setelah meninggal Tathagata bukan ada maupun bukan tidak ada', aku akan menjawab 'setelah meninggal Tathagata bukan ada maupun tidak ada'. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini dan begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

"Dengan demikian, Bhante, ketika Sanjaya Belattha-putta ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan pandangannya yang berbelit-belit. Bhante, seolah-olah seperti ketika seseorang ditanya apakah buah mangga itu, akan menerangkan buah sukun; ketika ditanya apakah buah sukun itu, akan menerangkan buah mangga. Demikian pula halnya dengan Sanjaya Belattha-putta. Ketika ia ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan pandangannya yang berbelit-belit. Bhante, kemudian timbullah perenungan dalam diriku : 'Apakah, layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam kerajaanku ? Sesungguhnya, Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap apa yang telah dikatakan oleh Sanjaya Belattha-putta itu; dan walaupun merasa tidak puas dengan jawabannya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima atau pun menolak atas jawabannya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkannya.'
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 06 October 2008, 10:46:36 AM
"Dan sekarang, Bhante, aku bertanya kepada Sang Bhagava : "Bhante, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir-gajah, kusir-kuda, sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit-rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahliannya. Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya. Apakah Bhante dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini ?" "Aku dapat, O, Baginda. Akan tetapi sebelumnya aku akan bertanya kepadamu. Jawablah dengan apa yang kau anggap paling sesuai."

"Sekarang, bagaimana pendapatmu, O Baginda. Seandainya di antara orang-orang yang tinggal dalam kerajaanmu ada seorang budak yang bekerja untukmu, bangun sebelum-mu dan istirahat setelahmu, gembira untuk melaksanakan perintahmu, berusaha membuat ucapan dan kelakuannya menyenangkan, seorang yang dapat mengerti. Kemudian ia berpikir : 'Sungguh mengagumkan dan luar biasa tumbuhnya amal ibadah (punna) ini, akibat dari amal-ibadah ini! Raja Ajatasattu dari Magadha, putra Ratu Videha ini adalah seorang manusia, dan aku juga manusia. Tetapi, Raja Ajatasattu hidup dalam kenikmatan, dikaruniai dengan lima macam kesenangan indria seperti gambarannya seorang dewa; sedang aku sendiri adalah seorang budak, bekerja untuknya, bangun sebelumnya dan istirahat setelahnya, gembira untuk melaksanakan perintahnya, berusaha membuat ucapan dan kelakuanku menyenangkan, seorang yang dapat mengerti. Seandainya aku seperti dirinya, maka aku juga dapat memperoleh amal-ibadah. Mengapa aku tidak mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup sebagai petapa (pabbaja) ?'

Beberapa waktu kemudian ia mencukur rambut dan jankgutnya, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup sebagai petapa. Setelah masuk menjadi petapa, ia hidup mengendalikan diri dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, merasa puas dengan makanan dan tempat tinggal yang diperoleh dari hasil dana, senang tinggal di tempat-tempat sunyi. Kemudian seandainya orang-orangmu berkata demikian: 'Semoga hal ini berkenan di hati Baginda. Tahukah Baginda bahwa seseorang yang dahulunya sebagai budakmu, yang bekerja untukmu, bangun sebelummu dan istirahat setelahmu, gembira untuk melaksanakan perintahmu, berusaha membuat ucapan dan perbuatannya menyenangkan, seorang yang dapat mengerti; sekarang ia telah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup Pabbaja. Setelah masuk menjadi petapa, ia hidup mengendalikan diri dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, merasa puas dengan makanan dan tempat tinggal yang diperoleh dari hasil dana, senang tinggal di tempattempat sunyi ?'

Dan selanjutnya apakah kau akan berkata: 'Suruh orang itu kembali, biar ia menjadi budak lagi dan kembali bekerja untukmu.'

"Tidak, Bhante. Bahkan sebaliknya kita harus memberikan sembah dan menyambutnya dengan berdiri dari tempat duduk atas dasar rasa hormat terhadap dirinya serta mempersilahkan ia duduk. Kita harus menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup petapa, yaitu : jubah, mangkuk, tempat tinggal dan obat-obatan untuk orang sakit memohon agar ia menerimanya. Kita harus memberikan penjagaan, pengawasan dan perlindungan hukum kepadanya."

"Dan bagaimana pendapatmu, O baginda. Apakah ada atau tidak faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini ?"

"Sesungguhnya, Bhante, ada faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini." "Bila demikian, O Baginda, inilah yang Ku-katakan sebagai faedah nyata yang pertama dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini."

"Bhante, apakah engkau dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata lainnya dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini ?"

"Aku dapat, O Baginda. Akan tetapi sebelumnya aku akan bertanya kepadamu. Jawablah dengan apa yang kau anggap paling sesuai. Sekarang, bagaimana pendapatmu, O Baginda. Seandainya di antara orang-orang yang tinggal dalam kerajaanmu ada seorang petani yang mengerjakan tanahnya sendiri, orang berkeluarga, yang membayar pajak untuk meningkatkan penghasilan negara. Kemudian ia berpikir : 'Sungguh mengagumkan dan luar biasa tumbuhnya amal-ibadah (punna) ini, akibat dari amal-ibadah ini! Raja Ajatasattu dari Magadha, putra Ratu Videha ini adalah seorang manusia, dan aku juga manusia. Tetapi, Raja Ajatasattu hidup dalam kenikmatan, dikaruniai dengan lima macam kesenangan indria seperti gambarannya seorang dewa; sedang aku sendiri adalah seorang petani yang mengerjakan tanahku sendiri, orang berkeluarga, yang membayar pajak untak meningkatkan penghasilan negara. Seandainya aku seperti dirinya, maka aku juga dapat memperoleh amal-ibadah. Mengapa aku tidak mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup-keluarga untuk menempuh hidup Pabbaja ?"

Beberapa waktu kemudian ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup Pabbaja. Setelah masuk menjadi petapa, ia hidup mengendalikan diri dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, merasa puas dengan makanan dan tempat tinggal yang diperoleh dari hasil dana, senang tinggal di tempat-tempat sunyi. Kemudian seandainya orang-orangmu berkata demikian: 'Semoga hal ini berkenan di hati Baginda. Tahukah Baginda bahwa seorang yang dahulunya sebagai petani, yang mengerjakan tanahnya sendiri, orang berkeluarga, yang membayar pajak untuk meningkatkan penghasilan negara; sekarang ia telah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup Pabbaja. Setelah masuk menjadi petapa, ia hidup mengendalikan diri dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, merasa puas dengan makanan dan tempat tinggal yang diperoleh dari hasil dana, senang tinggal di tempat-tempat sunyi.'

Dan selanjutnya apakah kau akan berkata : 'Suruh orang itu kembali, biar ia menjadi petani yang mengerjakan tanahnya sendiri, orang berkeluarga, dan membayar pajak untuk meningkatkan penghasilan negara lagi.'

"Tidak, Bhante. Bahkan sebaliknya kami harus memberikan sembah dan menyambutnya dengan berdiri dari tempat duduk atas dasar rasa hormat terhadap dirinya serta mempersilahkan ia duduk. Kami harus menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup petapa, yaitu : jubah, mangkuk, tempat tinggal dan obat-obatan untuk orang sakit, memohon agar ia menerimanya. Kami harus memberikan penjagaan, pengawasan dan perlindungan hukum kepadanya." "Dan bagaimana pendapatmu, O Baginda. Apakah ada atau tidak faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini ?"

"Sesungguhnya, Bhante, ada faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini."

"Bila demikian, O Baginda, inilah yang kukatakan sebagai faedah nyata yang kedua dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini."

"Bhante, apakah engkau dapat menunjukkan faedah-faedah nyata lainnya dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, faedah-faedah yang lebih indah dan lebih tinggi daripada ini ?"

"Aku dapat, O Baginda. Dengarkan dan perhatikanlah, O Baginda, aku akan berbicara."

"Baiklah, Bhante," jawab Raja Ajatasattu.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 06 October 2008, 10:46:57 AM
Kemudian Sang Bhagava berkata :

"O Baginda, seandainya di dunia ini muncul seorang Tathagata, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, sempurna pengetahuan serta tindak-tanduk-Nya, sempurna menempuh Jalan, Pengenal segenap alam, Pembimbing yang tiada tara bagi mereka yang bersedia untuk dibimbing, Guru para dewa dan manusia, Yang Sadar, Yang Patut Dimuliakan. Beliau mengajarkan pengetahuan yang telah diperoleh melalui usaha-Nya sendiri kepada orang-orang lain, dalam dunia ini yang meliputi para dewa, mara dan Brahma-nya; para petapa, brahmana, raja beserta rakyatnya. Beliau mengajarkan Dhamma (Kebenaran) yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan, indah pada akhir dalam isi maupun bahasanya. Beliau mengajarkan cara hidup petapa (brahmacariya) yang sempurna dan suci."

"Kemudian, seorang yang berkeluarga atau salah seorang dari anak-anaknya atau seorang dari keturunan keluarga rendah datang mendengarkan Dhamma itu, dan setelah mendengarnya ia memperoleh keyakinan terhadap Sang Tathagata. Setelah ia memiliki keyakinan itu, timbullah perenungan ini dalam dirinya : 'Sesungguhnya, hidup berkeluarga itu penuh dengan rintangan, jalan yang penuh dengan kekotoran nafsu. Bebas seperti udara adalah hidup Pabbaja. Sungguh sukar bagi seorang yang hidup berkeluarga untuk menempuh hidup Brahmacariya secara sungguh-sungguh, suci serta dalam seluruh kegemilangan kesempurnaannya. Maka, biarlah aku mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup Pabbaja.'

"Setelah menjadi bhikkhu, ia hidup mengendalikan diri sesuai dengan Patimokkha (peraturan-peraturan bhikkhu), sempurna kelakuan dan latihannya, dapat melihat bahaya dalam kesalahan- kesalahan yang paling kecil sekalipun. Ia menyesuaikan dan melatih dirinya dalam peraturan-peraturan. Menyempurnakan perbuatan-perbuatan dan ucapannya. Suci dalam cara hidupnya, sempurna silanya, terjaga pintu-pintu indrianya. Ia memiliki perhatian murni dan pengertian jelas (sati-sampajanna); dan hidup puas."

"Bagaimanakah, O Baginda, seorang bhikkhu yang sempurna silanya ? Dalam hal ini, O Baginda, seorang bhikkhu menjauhi pembunuhan, menahan diri dari pembunuhan mahluk-mahluk. Setelah membuang alat pemukul dan pedang, malu dengan perbuatan-kasar; ia hidup dengan penuh cinta-kasih, kasih sayang dan bajik terhadap semua mahluk, semua yang hidup.Inilah sila yang dimilikinya."

'Menjauhi pencurian, menahan diri dari memiliki apa yang tidak diberikan; ia hanya mengambil apa yang diberikan dan tergantung pada pemberian; ia hidup jujur dan suci. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Menjauhi hubungan kelamin, menjalankan Brahmacariya (tidak kawin); ia menahan diri dari perbuatan-perbuatan rendah dan hubungan kelamin. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Menjauhi kedustaan, menahan diri dari dusta, ia berbicara benar, tidak menyimpang dari kebenaran, jujur dan dapat dipercaya, serta tidak mengingkari kata-katanya sendiri di dunia.'

'Menjauhi ucapan fitnah, menahan diri dari memfitnah; apa yang ia dengar di sini tidak akan diceritakannya di tempat lain sehingga menyebabkan pertentangan dengan orang-orang di sini.Apa yang ia dengar di tempat lain tidak akan diceritakannya di sini sehingga menyebabkan pertentangan dengan orang-orang di sana. Ia hidup menyatukan mereka yang terpecah-belah, pemersatu, mencintai persatuan, mendambakan persatuan; persatuan merupakan tujuan pembicaraannya. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Menjauhi ucapan kasar, menahan diri dari penggunaan kata-kata kasar; ia hanya mengucapkan kata-kata yang tidak tercela, menyenangkan, menarik, berkenan di hati, sopan, enak didengar dan disenangi orang. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Menjauhi pembicaraan sia-sia, menahan diri dari percakapan yang tidak bermanfaat; ia berbicara pada saat yang tepat, sesuai dengan kenyataan, berguna, tentang Dhamma dan Vinaya. Pada saat yang tepat, ia mengucapkan kata-kata yang berharga untuk didengar, penuh dengan gambaran yang tepat, memberikan uraian yang jelas dan tidak berbelit-belit. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Ia menahan diri untuk tidak merusak benih-benih dan tumbuh-tumbuhan. Ia makan sehari sekali, tidak makan setelah tengah hari. Ia menahan diri dari menonton pertunjukan-pertunjukan, tari-tarian, nyanyian dan musik. Ia menahan diri dari penggunaan alat-alat kosmetik, karangan-karangan bunga, wangi-wangian dan perhiasan-perhiasan. Ia menahan diri dari penggunaan tempat tidur yang besar dan mewah. Ia menahan diri dari menerima emas dan perak. Ia menahan diri dari menerima gandum (padi) yang belum dimasak. Ia menahan diri dari menerima daging yang belum dimasak. Ia menahan diri dari menerima wanita dan perempuan-perempuan muda. Ia menahan diri dari menerima budak-belian lelaki dan budak-belian perempuan. Ia menahan diri dari menerima biri-biri atau kambing. Ia menahan diri dari menerima babi dan unggas. Ia menahan diri dari menerima gajah, sapi dan kuda. Ia menahan diri dari menerima tanah-tanah pertanian. Ia menahan diri dari berlaku sebagai duta atau pesuruh. Ia menahan diri dari membeli dan menjual. Ia menahan diri dari menipu dengan timbangan, mata uang maupun ukuran-ukuran. Ia menahan diri dari perbuatan menyogok, menipu dan penggelapan. Ia menahan diri dari perbuatan melukai, membunuh, memperbudak, merampok, menodong dan menganiaya. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih merusak bermacam-macam benih dan tumbuhan, seperti : tumbuhan yang berkembang biak dari akar-akaran, tumbuhan yang berkembang biak dari dahan-dahanan, tumbuhan yang berkembang biak dari tetangkaian, tumbuhan yang berkembang biak dari ruas-ruas atau tumbuhan yang berkembang biak dari kecambah-kecambahan; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari merusak bermacam-macam benih dan tumbuhan. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mempergunakan barang-barang yang ditimbun, simpanan, seperti : bahan makan simpanan, minuman simpanan, jubah simpanan, perkakas-perkakas simpanan, alat-alat tidur simpanan, wangi-wangian simpanan, bumbu makanan simpanan; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari menggunakan barang-barang yang ditimbun semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih menonton aneka macam pertunjukan, seperti : tari-tarian, nyanyi-nyanyian musik, pertunjukan panggung, opera, musik yang diiringi dengan tepuk tangan, pembacaan deklamasi, permainan tambur, drama kesenian, permainan akrobat di atas galah, adu-gajah, adukuda, adu-sapi, adu-banteng, pertandingan bela diri dengan menggunakan tongkat, pertandingan tinju, pertandingan gulat, perang-perangan, pawai, inpeksi, parade; namun seorang bhikkhu menahan diri dari menonton aneka macam pertunjukan semacam itu. Inilah sila yang dinjilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih terikat dengan aneka macam permainan dan rekreasi, seperti : permainan catur dengan papan berpetak delapan baris, permainan catur dengan papan berpetak sepuluh baris, permainan dengan membayangkan papan catur tersebut di udara, permainan melangkah satu kali pada diagram yang digariskan di atas tanah, permainan dengan cara memindahkan benda-benda atau orang dari satu tempat ke lain tempat tanpa menggoncangkannya, permainan lempar dadu, permanan memukul kayu pendek dengan menggunakan kayu panjang, permainan mencelup tangan ke dalam air berwarna dan menempelkan telapak tangan ke dinding, permainan bola, permainan meniup sempritan yang dibuat dari daun palem, permainan meluku dengan luku mainan, permainan jungkir-balik (salto), permainan dengan kitiran yang dibuat dari daun palem, bermain dengan timbangan mainan yang dibuat dari daun palem, bermain dengan kereta perang-mainan, bermain dengan panah-panah mainan, menebak tulisan-tulisan yang digoreskan di udara atau pada punggung seseorang, menebak pikiran teman bermain, menirukan gerak-gerik orang cacat; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari aneka macam permainan dan rekreasi semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat, yang berbakti, mereka masih mempergunakan aneka macam tempat tidur yang besar dan mewah, seperti: dipan tinggi yang dapat dipindah-pindahkan yang panjangnya enam kaki, dipan dengan tiang-tiang berukiran gambar binatang-binatang, seperei dari bulu kambing atau bulu domba yang tebal, seperei dengan bordiran warna-warni, selimut putih, seperei dari wol yang disulam dengan motif bunga bunga, selimut yang diisi dengan kapas dan wol, seperei yang disulam dengan gambar harimau dan singa, seperei dengan bulu binatang pada kedua tepinya, seprei dengan bulu binatang pada salah satu tepinya, seperei dengan sulaman permata, seperei dari sutra, selimut yang dapat dipergunakan oleh enam belas orang, selimut gajah, selimut kuda atau selimut kereta, selimut kulit kijang yang dijahit, selimut dari kulit sebangsa kijang, permadani dengan tutup di atasnya, sofa dengan bantal merah untuk kepala dan kaki; namun, seorang bhikkhu menahan diri untuk tidak mempergunakan aneka macam tempat tidur yang besar dan mewah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

"Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih memakai perhiasan-perhiasan dan alat-alat memperindah diri, seperti: melumuri, mencuci dan menggosok tubuhnya dengan bedak wangi; memukuli tubuhnya dengan tongkat perlahan-lahan seperti ahli gulat; memakai kaca, minyak-mata (bukan obat), bunga-bunga, pemerah pipi, kosmetika, gelang, kalung, tongkat jalan (untuk bergaya), tabung bambu untuk menyimpan obat, pedang, alat penahan sinar matahari, sandal bersulam, sorban, perhiasan dahi, sikat dari ekor binatang yak, jubah putih panjang yang banyak lipatannya; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari pemakaian perhiasan-perhiasan dan alat-alat memperindah diri semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya."

"Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih terlibat dalam percakapan-percakapan yang rendah, seperti: percakapan tentang raja-raja, percakapan tentang pencuri, percakapan tentang menteri-menteri, percakapan tentang angkatan-angkatan perang, percakapan tentang pembunuhan-pembunuhan, percakapan tentang pertempuran pertempuran, percakapan tentang makanan, percakapan tentang minuman, percakapan tentang pakaian, percakapan tentang tempat tidur, percakapan tentang karangan-karangan bunga, percakapan tentang wangi-wangian, pembicaraan-pembicaraan tentang keluarga, percakapan tentang kendaraan, percakapan tentang desa, percakapan tentang kampung, percakapan tentang kota, percakapan tentang negara, percakapan tentang wanita, percakapan tentang lelaki, percakapan di sudut-sudut jalanan, percakapan di tempat-tempat pengambilan air, percakapan tentang hantu-hantu jaman dahulu, percakapan yang tidak ada ujung pangkalnya, spekulasi tentang terciptanya daratan, spekulasi tentang terciptanya lautan, percakapan tentang perwujudan dan bukan perwujudan (eksitensi dan non-eksistensi); namun seorang bhikkhu menahan diri dari percakapan-percakapan yang rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya."
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 06 October 2008, 10:47:41 AM
"Meskipun beberapa petapa brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih terlibat dalam kata-kata perdebatan, seperti: 'Bagaimana seharusnya engkau mengerti Dhamma Vinaya ini?' 'Engkau menganut pandangan-pandangan keliru, tetapi aku menganut pandangan-pandangan benar.' 'Aku berbicara langsung pada pokok persoalan, tetapi engkau tidak berbicara langsung pada pokak persoalan.' Engkau membicarakan di bagian akhir tentang apa yang seharusnya dibicarakan di bagian permulaan; dan membicarakan di bagian permulaan tentang apa yang seharusnya dibicarakan dibagian akhir.' 'Apa yang lama telah engkau persiapkan untuk dibicarakan, semuanya itu telah usang.' 'Kata-kata bantahanmu itu telah ditentang, dan engkau ternyata salah.' 'Berusahalah untuk menjernihkan pandangan-pandanganmu; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari kata-kata perdebatan semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya." 'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih berlaku sebagai pembawa berita, pesuruh dan bertindak sebagai perantara dari raja-raja, menteri-menteri negara, kesatria, brahmana, orang berkeluarga atau pemuda-pemuda, yang berkata: 'Pergilah ke sana, pergilah ke situ, bawalah ini, ambilkan itu dari sana'; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari tugas-tugas sebagai pembawa berita, pesuruh dan perantara semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih melakukan tindakan-tindakan penipuan dengan cara: merapalkan kata-kata suci, meramal tanda-tanda dan mengusir setan dengan tujuan memperoleh keuntungan setelah memperlihatkan sedikit kemampuannya; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari tindakan-tindakan penipuan semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti: meramal dengan melihat guratan-guratan tangan, meramal melalui tanda-tanda dan alamat-alamat, menujumkan sesuatu dari halilintar atau keanehan-keanehan benda langit lainnya, meramal dengan mengartikan mimpi-mimpi, meramal dengan melihat tanda-tanda pada bagian tubuh, meramal dari tanda-tanda pada pakaian yang digigit tikus, mengadakan korban pada api, mengadakan selamatan yang dituang dari sendok, memberikan persembahan dengan sekam untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan bekatul untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan beras untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan mentega untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan minyak untuk dewa-dewa, mempersembahkan biji wijen dengan cara menyemburkannya dari mulut ke api, mengeluarkan darah dari lutut kanan sebagai tanda persembahan kepada dewa-dewa, melihat pada buku jari, setelah itu mengucapkan mantra dan meramalkan apakah orang itu mujur, beruntung atau sial; menentukan apakah letak rumah itu baik atau tidak menasehati cara-cara pengukuran tanah; mengusir setan-setan di kuburan; mengusir hantu, mantra untuk menempati rumah yang dibuat dari tanah, mantra untuk kalajengking, mantra tikus, mantra burung, mantra burung gagak, meramal umur, mantra melepas panah, keahlian untuk mengerti bahasa binatang; namun seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti: pengetahuan tentang tanda-tanda atau alamat-alamat baik atau buruk dari benda-benda, yang menyatakan kesehatan atau keberuntungan dari pemiliknya, seperti: batu-batu permata, tongkat, pedang, panah, busur, senjata-senjata lainnya; wanita, laki-laki, anak lelaki, anak perempuan, budak lelaki, budak perempuan, gajah, kuda, kerbau, sapi jantan, sapi betina, kambing, biri-biri, burung hantu, burung gereja, burung nasar, kura-kura, dan binatang-binatang lainnya; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti: meramal dengan akibat: pemimpin akan maju, pemimpin akan mundur, pemimpin kita akan menyerang dan musuh-musuh akan mundur, pemimpin musuh akan menyerang dan pemimpin kita akan mundur, pemimpin kita akan menang dan pemimpin musuh akan kalah, pemimpin musuh akan menang dan pemimpin kita akan kalah; jadi kemenangan ada di pihak ini dan kekalahan ada di pihak itu; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti: meramalkan adanya gerhana bulan, gerhana matahari, gerhana bintang, matahari atau bulan akan menyimpang dari garis edarnya, matahari atau bulan akan kembali pada garis edarnya, adanya bintang yang menyimpang dari garis edarnya, bintang akan kembali pada garis edarnya, meteor jatuh, hutan terbakar, gempa bumi, halilintar; matahari, bulan dan bintang akan terbit, terbenam, bersinar dan suram; atau meramalkan lima belas gejala tersebut akan terjadi yang akan mengakibatkan sesuatu; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu ilmu rendah, seperti: meramalkan turun hujan yang berlimpah-limpah, turun hujan yang tidak mencukupi, hasil panen yang baik, masa paceklik (kekurangan bahan makanan), keadaan damai, keadaan kacau, akan terjadi wabah sampar, musim baik, meramal dengan menghitung jari, tanpa menghitung jari, ilmu menghitung jumlah besar, menyusun lagu, sajak, nyanyian rakyat yang populer dan adat kebiasaan; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti : mengatur hari baik bagi mempelai pria atau wanita untuk dibawa pulang, mengatur hari baik bagi mempelai pria atau wanita untuk dikirim pergi, menentukan saat baik untuk menentukan perjanjian damai (atau mengikat persaudaraan dengan menggunakan mantra), menentukan saat yang baik untuk meletuskan permusuhan, menentukan saat baik untuk menagih hutang, menentukan saat baik untuk memberi pinjaman, menggunakan mantra untuk membuat orang beruntung, menggunakan mantra untuk membuat orang sial, menggunakan mantra untuk menggugurkan kandungan, menggunakan mantra untuk menyebabkan kebisuan, menggunakan mantra untuk mendiamkan rahang seseorang, menggunakan mantra untuk membuat orang lain mengangkat tangannya, menggunakan mantra untuk menimbulkan ketulian, mencari jawaban dengan melihat kaca-ajaib, mencari jawaban melalui seorang gadis yang kerasukan, mencari jawaban dari dewa, memuja matahari, memuja maha-ibu (dewa tanah), mengeluarkan api dari mulut, memohon kepada dewi Sri, atau dewi keberuntungan; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti : berjanji akan memberikan persembahan-persembahan kepada para dewa apabila keinginannya tarkabul, melaksanakan janji-janji semacam itu, mengucapkan mantra untuk menempati rumah yang dibuat dari tanah, mengucapkan mantra untuk menimbulkan kejantanan, membuat pria menjadi impotent, menentukan letak yang tepat untuk membangun rumah, mengucapkan mantra untuk membersihkan tempat, melakukan upacara pembersihan mulut, melakukan upacara mandi, mempersembahkan korban, memberikan obat tumpah dan penguras perut, memberikan obat bersin untuk mengobat sakit kepala, meminyaki telinga orang lain, merawat mata orang, memberikan obat melalui hidung, memberikan collyrium di mata, memberikan obat tetes pada mata, menjalankan praktek sebagai okultis, menjalankan praktek sebagai dokter anak-anak, meramu obat-obatan dari bahan akar-akaran, membuat obat-obatan; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.'

'Selanjutnya, O Baginda, seorang bhikkhu yang sempurna silanya, tidak melihat adanya bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenan dengan pengendalian terhadap sila, O Baginda, sama seperti seorang kesatria yang patut dinobatkan menjadi raja, yang musuh-musuhnya telah dikalahkan, tidak melihat bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan musuh-musuh; demikian pula, seorang bhikkhu yang sempurna silanya, tidak melihat bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan pengendalian sila. Dengan memiliki kelompok sila yang mulia ini, firinya merasakan suatu kebahagiaan murni (anavajja sukham). Demikianlah, O Baginda, seorang bhikkhu yang memiliki sila sempurna.' 'Bagaimanakah, O Baginda, seorang bhikkhu memiliki penjagaan atas pintu-pintu indrianya? O Baginda, bilamana seorang bhikkhu melihat suatu obyek dengan matanya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perinciannya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik atau buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indria pengelihatannya. Ia menjaga indria pengelihatannya, dan memiliki pengendalian terhadap indria pengeli hatannya.

Bilamana ia mendengar suara dengan telinganya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perinciannya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indria pendengarnya. Ia menjaga indria pendengarannya, dan memiliki pengendalian terhadap indria pendengarannya.

Bilamana ia mencium bau dengan hidungnya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perinciannya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk, keserakahan dan kebenian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indria penciumannya. Ia menjaga indria penciumannya, dan memiliki pengendalian terhadap indria penciumannya.

Bilamana ia mengecap rasa dengan lidahnya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perinciannya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indria pengecapannya. Ia menjaga indria pengecapannya, dan memiliki pengendalian terhadap indria pengecapannya.

Bilamana ia merasakan suatu sentuhan dengan tubuhnya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk-perinciannya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian terhadap indria perabanya. Ia menjaga indria perabanya, dan memiliki pengendalian terhadap indria perabanya.

Bilamana ia mengetahui sesuatu (dhamma) dengan pikirannya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perinciannya Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk; keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian terhadap indria pikirannya. Ia menjaga indria pikirannya, dan memiliki pengendalian terhadap indria pikirannya.

Dengan memiliki pengendalian diri yang mulia ini terhadap indria-indrianya, ia merasakan suatu kebahagiaan yang tidak dapat diterobos oleh noda apa pun. Demikianlah, O Baginda, seorang bhikkhu yang memiliki pengendalian atas pintu-pintu indrianya.'

'Bagaimanakah, O Baginda, seorang bhikkhu memiliki perhatian murni dan pengertian jelas ? Dalam hal ini, O Baginda, seorang bhikkhu mengerti dengan jelas sewaktu ia pergi atau sewaktu kembali; ia mengerti dengan jelas sewaktu melihat ke depan atau melihat ke samping; ia mengerti dengan jelas sewaktu mengenakan jubah atas (sanghati), jubah luar (civara) atau mengambil mangkuk (patta); ia mengerti dengan jelas sewaktu makan, minum, mengunyah atau menelan; ia mengerti dengan jelas sewaktu buang air atau sewaktu kencing; ia mengerti dengan jelas sewaktu dalam keadaan berjalan, berdiri, duduk, tidur, bangun, berbicara atau diam. Demikianlah, O Baginda, seorang bhikkhu yang memiliki perhatian murni dan pengertian jelas.'

'Bagaimanakah, O Baginda, seorang bhikkhu merasa puas? Dalam hal ini, O Baginda, seorang bhikkhu merasa puas hanya dengan jubah-jubah yang cukup untuk menutupi tubuhnya, puas hanya dengan makanan yang cukup untuk menghilangkan rasa lapar perutnya. Dan kemana pun ia akan pergi, ia pergi hanya dengan membawa hal-hal ini. O Baginda, sama seperti seekor burung dengan sayapnya, kemana pun akan terbang, burung itu terbang hanya dengan membawa sayapnya. Demikian pula, O Baginda, seorang bhikkhu merasa puas hanya dengan jubah-jubah yang cukup untuk menutupi tubuhnya, puas hanya dengan makanan yang cukup untuk menghilangkan rasa lapar perutnya. Maka, kemana pun ia akan pergi, ia pergi hanya dengan membawa hal-hal ini. Demikianlah, O Baginda, seorang bhikkhu merasa puas.'

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 06 October 2008, 10:48:34 AM
'Setelah memiliki kelompok-sila yang mulia ini, memiliki pengendalian terhadap indria-indria yang mulia ini, memiliki perhatian murni dan pengertian jelas yang muiia ini, memiliki kepuasan yang mulia ini, ia memilih tempat-tempat sunyi di hutan, di bawah pohon, di lereng bukit, di celah gunung, di gua karang, di tanah- kubur, di dalam hutan lebat, di lapangan terbuka, di atas tumpukan jerami untuk berdiam. Setelah pulang dari usahanya mengumpulkan dana makanan dan selesai makan; ia duduk bersila, badan tegak, sambil memusatkan perhatiannya ke depan.'

Dengan menyingkirkan kerinduan terhadap dunia, ia berdiam dalam pikiran yang bebas dari kerinduan, membersihkan pikirannya dari nafsu- nafsu. Dengan menyingkirkan itikad jahat, ia berdiam dalam pikiran yang bebas dari itikad jahat, dengan pikiran bersahabat serta penuh kasih sayang terhadap semua mahluk, semua yang hidup, ia membersihkan pikirannya dari itikad jahat. Dengan menyingkirkan kemalasan dan kelambanan, ia berdiam dalam keadaan bebas dari kemalasan dan kelambanan; dengan memusatkan perhatiannya pada pencerapan terhadap cahaya (alokasanni), ia membersihkan pikirannya dari kemalasan dan kelambanan. Dengan menyingkirkan kegelisahan dan kekhawatiran, ia berdiam bebas dari kekacauan; dengan batin tenang, ia membersihkan pikirannya dari kegelisahan dan kekhawatiran. Dengan menyingkirkan keragu-raguan, ia berdiam mengatasi keragu-raguan; dengan tidak lagi ragu-ragu terhadap apa yang baik, ia membersihkan pikirannya dari keragu-raguan.'

'O Baginda, sama halnya seperti seseorang, yang setelah berhutang, ia berdagang sampai berhasil, sehingga bukan saja ia mampu membayar kembali pinjaman hutangnya, tetapi masih ada kelebihan untuk merawat seorang istri. Dan ia berpikir : 'Dahulu aku berhutang dan berdagang sampai berhasil, sehingga bukan saja aku dapat membayar kembali pinjaman hutangku, tetapi masih ada kelebihan untuk merawat seorang istri.' Dengan demikian ia merasa gembira, bersenang hati atas hal itu.'

'O Baginda, sama halnya seperti seseorang yang diserang penyakit, berada dalam kesakitan, amat parah keadaannya, tidak dapat mencerna makanannya, sehingga tidak ada lagi kekuatan dalam dirinya; namun setelah beberapa waktu ia sembuh dari penyakit itu, dapat mencerna makanannya sehingga kekuatannya pulih. Dan ia berpikir: 'Dahulu aku diserang penyakit, berada dalam kesakitan, amat parah keadaanku, tidak dapat mencerna makananku, sehingga tidak ada lagi kekuatan dalam diriku; namun, sekarang aku telah sembuh dari penyakit itu, dapat mencerna makanan sehingga kekuatanku pulih.' Dengan demikian ia merasa gembira, bersenang hati atas hal itu.'

'O Baginda, sama halnya seperti seseorang yang ditahan dalam rumah penjara, dan setelah beberapa waktu ia dibebaskan dari tahanannya, aman dan sehat, barang-barangnya tidak ada yang dirampas. Dan ia berpikir : 'Dahulu aku ditahan dalam rumah penjara, dan sekarang aku telah bebas dari tahanan, aman dan sehat, barang- barangku tidak ada yang dirampas.' Dengan demikian ia merasa gembira, bersenang hati atas hal itu.'

'O, Baginda, sama halnya seperti seseorang yang menjadi budak, bukan tuan bagi dirinya sendiri, tunduk kepada orang lain, tidak dapat pergi kemana ia suka; dan setelah beberapa waktu ia dibebaskan dari perbudakan itu, menjadi tuan bagi dirinya sendiri, tidak tunduk kepada orang lain, seorang yang bebas, bebas pergi ke mana ia suka. Dan ia berpikir : 'Dahulu aku seorang budak, bukan tuan bagi diriku sendiri, tunduk kepada orang lain, tidak dapat pergi kemana aku suka; dan sekarang aku telah bebas dari perbudakan, menjadi tuan bagi diriku sendiri, tidak tunduk kepada orang lain, seorang yang bebas, bebas pergi kemana aku suka.' Dengan demikian ia merasa gembira, bersenang hati atas hal itu.'

'O Baginda, sama halnya seperti seseorang yang dengan membawa kekayaan dan barang-barang, melakukan perjalanan di padang pasir, di mana tidak terdapat makanan melainkan banyak bahaya; dan setelah beberapa waktu ia berhasil keluar dari padang pasir itu, selamat tiba di perbatasan desanya, suatu tempat yang aman, tidak ada bahaya. Dan ia berpikir : 'Dahulu, dengan membawa kekayaan dan barang-barang, aku melakukan perjalanan di padang pasir, di mana tidak terdapat makanan melainkan banyak bahaya; dan sekarang aku telah berhasil keluar dari padang pasir itu, selamat tiba di perbatasan desaku, suatu tempat yang aman, tidak ada bahaya.' Dengan demikian ia merasa gembira, bersenang hati atas hal itu.'

'Demikianlah, O Baginda, selama lima rintangan (panca nivarana) belum disingkirkan, seorang bhikkhu merasakan dirinya seperti orang yang berhutang, terserang penyakit, dipenjara, menjadi budak, melakukan perjalanan di padang pasir. Tetapi, O Baginda, setelah lima rintangan itu disingkirkan, maka seorang bhikkhu merasa dirinya seperti orang yang telah bebas dari hutang, bebas dari penyakit, keluar dari penjara, bebas dari perbudakan, sampai di tempat yang aman.'

'Apabila ia menyadari bahwa lima rintangan itu telah disingkirkan dari dalam dirinya, maka timbullah kegembiraan, karena gembira maka timbullah kegiuran (piti), karena batin tergiur, maka seluruh tubuhnya terasa nyaman, karena tubuh menjadi nyaman, maka ia merasa bahagia, karena bahagia, maka pikirannya menjadi terpusat. Kemudian, setelah terpisah dari nafsu-nafsu, jauh dari kecenderungan-kecenderungan tidak baik, maka ia masuk dan berdiam dalam jhana pertama; suatu keadaan batin yang tergiur dan bahagia (piti-sukha), yang timbul dari kebebasan, yang masih disertai dengan Vitakka (pengarahan pikiran pada obyek) dan vicara (mempertahankan pikiran pada obyek). Seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari kebebasan; dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia itu, yang timbul dari kebebasan (viveka).

'O Baginda, sama halnya seperti tukang memandikan yang pandai atau pembantunya akan menebarkan bubuk-sabun wangi dalam sebuah mangkuk logam, memercikinya dengan air setetes demi setetes dan kemudian ia meramasnya bersama sehingga bubukan sabun itu dapat menyerap seluruh cairan; dibahasi, diresapi dan diliputi dengannya, baik dalam maupun luar, dan tidak ada yang mengalir keluar.'

'Demikian pula O Baginda, bhikkhu itu seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dcngan perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari kebebasan; sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia, yang timbal dari kebebasan itu.'

'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.'

'Selanjutnya, O Baginda, seorang bhikkhu yang telah membebaskan diri dari vitakka dan vicara, memasuki dan berdiam dalam jhana kedua; yaitu keadaan batin yang tergiur dan bahagia, yang timbul dari ketenangan konsentrasi, tanpa disertai dengan vitakka dan vicara, keadaan batin yang memusat. Demikianlah seluruh tubuhnya dipenuhi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari konsentrasi dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia itu, yang timbal dari konsentrasi.' 'O Baginda, bagaikan sebuah kolam yang dalam, yang mempunyai sumber air di bawahnya, tanpa lubang masuk dari Timur atau Barat, waktu ke waktu tidak turun hujan; namun, arus air yang sejuk, yang berasal dari sumber itu akan tetap memenuhi, menggenangi, meresapi dan meliputi kolam itu, sehingga tidak ada satu bagian pun dari kolam itu, yang tidak diliputi oleh air yang sejuk itu.'

'Demikian pula, O Baginda, bhikkhu itu seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia, yang timbal dari konsentrasi; sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia yang timbul dari konsentrasi itu.'

'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.'

'Selanjutnya, O Baginda, seorang bhikkhu yang telah membebaskan dirinya dari perasaan tergiur, berdiam dalam keadaan seimbang yang disertai dengan perhatian murni dan pengertian jelas. Tubuhnya diliputi dengan perasaan bahagia, yang dikatakan oleh para ariya sebagai 'kebahagiaan yang dimiliki oleh mereka yang batinnya seimbang dan penuh perhatian-murni'; ia memasuki dan berdiam dalam jhana ketiga. Demikianlah seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur; dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur itu.'

'O Baginda, seperti dalam sebuah kolam yang berisi bunga-bunga teratai : merah, putih atau biru, yang beberapa di antara bunga-bunga teratai merah, putih atau biru yang bersemi dalam air, tumbuh dalam air, tidak muncul di atas permukaan air serta menghisap makanan dari dalam air itu adalaha dipenuhi, digenangi diresapi serta diliputi dengan air dingin; sehingga tidak ada satu bagian pun dari bunga-bunga teratai merah, putih atau biru itu mulai dari ujung daun sampai ke akarnya yang tidak diliputi dengannya.'

'Demikian pula, O Baginda, bhikkhu itu seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur; sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur itu.'

'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.'

'Selanjutnya, O Baginda, dengan menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia, dengan menghilangkan perasaan-perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan sebelumnya, bhikkhu itu memasuki dan berdiam dalam jhana keempat, yaitu suatu keadaan yang benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian-murni (satiparisuddhi),bebas dari perasaan bahagia dan tidak bahagia. Demikianlah ia duduk di sana, meliputi seluruh tubuhnya dengan perasaan batin yang bersih dan jernih.'

'O Baginda, sama seperti seorang yang sedang duduk, diselubungi dengan jubah putih mulai dari kepala sampai ke kaki, sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak bersentuhan dengan jubah putih itu.'

'Demikian pula, O Baginda, bhikkhu itu duduk di sana, meliputi seluruh tubuhnya dengan perasaan batin yang bersih dan jernih; sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi dengan perasaan batin yang bersih dan jernih itu.'

'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.'

'Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya ke pandangan terang yang timbul dari pengetahuan (nana-dassana). Demikianlah ia mengerti : 'Tubuhku ini mempunyai bentuk, terdiri atas empat unsur-pokok (maha-bhuta), berasal dari ayah dan ibu, timbul dan berkembang karena perawatan yang terus menerus, bersifat tidak kekal, dapat mengalami kerusakan, kelapukan, kehancuran, dan kematian; begitu pula halnya dengan kesadaran (vinnana) yang terikat dengannya.'

'O Baginda, sama seperti halnya dengan permata Veluriya, yang gemerlapan, bersih, mempunyai delapan sudut yang terpotong rapi, jernih, murni, tanpa cacat, sempurna dalam keadaan apa pun. Dan di tengahnya dimasuki seutas benang, yang berwarna biru, jingga, merah, putih atau kuning. Seandainya seseorang yang memiliki mata meletakkannya di atas tangannya, maka ia akan merenung: 'Permata Veluriya ini adalah gemerlapan, bersih, mempunyai delapan sudut yang terpotong rapi, jernih, murni, tanpa cacat, sempurna dalam keadaan apa pun. Sekarang, permata itu diikatkan pada seutas benang yang berwarna biru, jingga, merah, putih atau kuning.'

'Demikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya ke pandangan-terang yang timbul dari pengetahuan. Dan demikianlah ia mengerti: 'Tubuhku ini mempunyai bentuk, terdiri empat unsur-pokok, berasal dari ayah dan ibu, timbul dan berkembang karena perawatan yang terus menerus, bersifat tidak kekal, dapat mengalami kerusakan, kelapukan, kehancuran dan kematian. Begitu pula halnya dengan kesadaranku, yang terikat dengannya.'

'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.'

'Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan 'tubuh-ciptaan-batin' (mano-maya-kaya). Dari tubuh ini, ia menciptakan 'tubuh-ciptaan-batin' melalui pikirannya; yang memiliki bentuk, memiliki anggauta-anggauta dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apapun.'

'O Baginda, sama seperti halnya seseorang menarik sebatang ilalang keluar dari pelepahnya. Maka ia akan mengerti : 'Inilah ilalang, inilah pelepah. Ilalang adalah satu hal, pelepah adalah hal yang lain. Adalah dari pelepah bahwasanya ilalang itu telah ditarik keluar.'

'O Baginda, sama seperti halnya seseorang mengeluarkan ular dari selongsongnya. Maka ia akan tahu : 'Inilah ular, inilah selongsong. Ular adalah satu hal, selongsong adalah hal yang lain. Adalah dari selongsong bahwasanya ular itu telah dikeluarkan.'

'O Baginda, sama seperti halnya seseorang menghunus pedang dari sarungnya. Maka ia akan tahu : 'Inilah pedang, inilah sarung pedang. Pedang adalah satu hal, sarung pedang adalah hal yang lain. Adalah dari sarung-pedang bahwasanya pedang itu telah dihunus.'

'Demikian Pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan 'wujud-ciptaan-batin' (manomaya-kaya). Dari tubuh ini, ia menciptakan 'tubuh-ciptaan-batin' melalui pikirannya; yang memiliki bentuk, memiliki anggauta-anggauta dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apa pun.'

'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.'

'Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan; ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada bentuk-bentuk iddhi (perbuatan-perbuatan gaib). Ia melakukan iddhi dalam aneka ragam bentuknya : dari satu ia menjadi banyak, atau dari banyak kembali menjadi satu; ia menjadikan dirinya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat; tanpa merasa terhalang, ia berjalan menembusi dinding, benteng atau gunung, seolah-olah berjalan melalui ruang kosong; ia menyelam dan timbul melalui tanah, seolah-olah berjalan di atas tanah; dengan duduk bersila ia melayang-layang di udara, seperti seekor burung dengan sayapnya; dengan tangan ia dapat menyentuh dan meraba bulan dan matahari yang begitu dahsyat dan perkasa; ia dapat pergi mengunjungi alam-alam dewa Brahma dengan membawa tubuh kasarnya.'

'O Baginda, sama seperti halnya seorang pembuat barang-barang tembikar atau pembantunya, dapat membuat, berhasil menciptakan berbagai bentuk barang tembikar yang mengkilap menurut keinginannya.'

'O Baginda, sama seperti halnya pemahat gading atau pembantunya, dapat memilih gading serta berhasil memahatnya menjadi berbagai bentuk pahatan-gading menurut keinginannya.'

'O Baginda, sama seperti halnya tukang emas atau pembantunya, dapat menjadikan, berhasil membuat berbagai bentuk barang dari emas menurut keinginannya.'

'Demikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada bentuk-bentuk iddhi (perbuatan gaib). Demikianlah ia melakukan iddhi dalam aneka ragam bentuknya : dari satu ia menjadi banyak, atau dari banyak kembali menjadi satu; ia menjadikan dirinya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat; tanpa merasa terhalang, ia berjalan menembusi dinding, benteng atau gunung, seolah-olah berjalan melalui ruang kosong; ia menyelam dan timbul melalui tanah, seolah-olah berenang dalam air; ia berjalan diatas air tanpa tenggelam, seolah-olah berjalan di atas tanah; dengan duduk bersila ia melayang-layang di udara, seperti seekor burung dengan sayapnya; dengan tangan ia dapat menyentuh dan meraba bulan dan matahari yang begitu dahsyat dan perkasa; ia pergi mengunjungi alam-alam dewa Brahma dengan membawa tubuh kasarnya.'

'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.'

'Dengan pikirannya yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada kemampuan-kemampuan dibbasota (telinga-dewa). Dengan kemampuan-kemampuan dibba-sota yang jernih, yang melebihi telinga manusia, ia mendengar suara-suara manusia dan dewa, yang jauh atau yang dekat.'

'O Baginda, sama seperti halnya seseorang yang sedang berada di jalan raya, dapat mendengar suara genderang-besar, suara tambur, suara tiupan terompet kulit-kerang, suara genderang-kecil. Maka ia akan tahu : 'Ini suara genderang besar, ini suara tambur, ini suara tiupan terompet kulit-kerang, ini suara genderang kecil.'

'Demikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada kemampuan-kemampuan dibba-sota (telinga dewa). Dan dengan kemampuan-kemampuan dibba-sota yang jernih, yang melebihi telinga manusia, ia mendengar suara-suara manusia dan dewa yang jauh atau yang dekat.'

'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.'

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 06 October 2008, 10:49:00 AM
'Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada ceto-pariyanana (pengetahuan untuk membaca pikiran orang lain). Dengan menembus melalui pikirannya sendiri, ia mengetahui pikiran-pikiran mahluk lain, pikiran orang-orang lain.

Ia mengetahui:



Pikiran yang disertai nafsu sebagai pikiran yang disertai nafsu.
Pikiran tanpa-nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu.
Pikiran yang disertai kebencian sebagai pikiran yang disertai kebencian.
Pikiran tanpa-kebencian sebagai pikiran tanpa kebencian.
Pikiran yang disertai ketidak tahuan sebagai pikiran yang disertai ketidaktahuan.
Pikiran tanpa-ketidaktahuan sebagai pikiran tanpa ketidaktahuan.
Pikiran yang teguh sebagai pikiran yang teguh.
Pikiran yang ragu-ragu sebagai pikiran yang raga-ragu.
Pikiran yang berkembang sebagai pikiran yang berkembang.
Pikiran yang tidak berkembang sebagai pikiran yang tidak berkembang.
Pikiran yang rendah sebagai pikiran yang rendah.
Pikiran yang luhur sebagai pikiran yang luhur.
Pikiran yang terusat sebagai pikiran yang terpusat.
Pikiran yang berhamburan (kacau) sebagai pikiran yang berhamburan(kacau).
Pikiran yang bebas sebagai pikiran yang bebas.
Pikiran yang tidak bebas sebagai pikiran yang tidak bebas.'
'O Baginda, sama halnya seperti seorang wanita, lelaki atau anak kecil, yang ingin memperindah diri dengan melihat wajahnya pada permukaan sebuah kaca yang bersih dan jernih atau pada sebuah tempayan yang berisikan air jernih; maka apabila wajahnya memiliki tahi-lalat, ia tahu bahwa wajahnya memiliki tahi-lalat; apabila wajahnya tidak memiliki tahi-lalat, ia tahu bahwa wajahnya tidak memiliki tahi-lalat.'

'Demikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada ceto-pariyanana (pengetahuan untuk membaca pikiran orang lain). Dengan menembus melalui pikirannya sendiri, ia mengetahui pikiran-pikiran mahluk lain, pikiran orang-orang lain. Dan ia mengetahui :


Pikiran yang disertai nafsu sebagai pikiran yang disertai nafsu.
Pikiran tanpa-nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu.
Pikiran yang disertai kebencian sebagai pikiran yang disertai kebencian.
Pikiran tanpa-kebencian sebagai pikiran tanpa kebencian.
Pikiran yang disertai ketidak tahuan sebagai pikiran yang disertai ketidaktahuan.
Pikiran tanpa-ketidaktahuan sebagai pikiran tanpa ketidaktahuan.
Pikiran yang teguh sebagai pikiran yang teguh.
Pikiran yang ragu-ragu sebagai pikiran yang raga-ragu.
Pikiran yang berkembang sebagai pikiran yang berkembang.
Pikiran yang tidak berkembang sebagai pikiran yang tidak berkembang.
Pikiran yang rendah sebagai pikiran yang rendah.
Pikiran yang luhur sebagai pikiran yang luhur.
Pikiran yang terusat sebagai pikiran yang terpusat.
Pikiran yang berhamburan (kacau) sebagai pikiran yang berhamburan(kacau).
Pikiran yang bebas sebagai pikiran yang bebas.
Pikiran yang tidak bebas sebagai pikiran yang tidak bebas.'
'Inilah, 0 Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.'

'Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang pubbenivasanussati (ingatan terhadap kelahiran-kelahiran lampau). Demikianlah ia ingat tentang bermacam-macam kelahirannya yang lampau, seperti : satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, melalui banyak masa-perkembangan (samvatta-kappa), melalui banyak masa kehancuran (vivatta-kappa), melalui banyak masa-perkembangan-kehancuran (samvatta-vivatta-kappa). 'Di suatu tempat demikian, namaku adalah demikian, makananku adalah demikian, keluargaku adalah demikian, suku-bangsaku adalah demikian aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan yang demikian, batas umurku adalah demikian. Kemudian, setelah aku berlalu dari keadaan itu, aku lahir kembali di suatu tempat demikian; di sana, namaku adalah demikian, makananku adalah demikian, keluargaku adalah demikian, suku-bangsaku adalah demikian, aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan yang demikian, batas umurku adalah demikian. Setelah aku berlalu dari keadaan itu, kemudian aku lahir kembali di sini.' Demikianlah ia mengingat kembali tentang bermacam-macam kelahirannya di masa lampau, dalam seluruh seluh beluknya, dalam seluruh macamnya.'

'O Baginda, sama halnya seperti seseorang yang pergi dari desanya menuju ke lain desa, dan dari desa itu ia pergi ke desa lainnya lagi, serta dari desa itu ia pulang kembali ke desanya sendiri; maka ia akan tahu : 'Dari desaku sendiri, aku pergi ke lain desa. Di sana aku berdiri di tempat-tempat demikian, duduk demikian, berbicara demikian, berdiam diri demikian. Dari tempat itu aku datang ke desa lainnya; di sana aku berdiri di tempat-tempat demikian, duduk demikian, berbicara demikian, berdiam diri demikian. Dan sekarang, dari desa itu aku pulang ke desaku sendiri !

'Demikian pula, O Baginda, dengan pikirannya yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang pubbenivasanussati (ingatan terhadap kelahiran-kelahiran lampau). Demikianlah ia ingat tentang bermacam-macam kelahirannya yang lampau, seperti : satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, due puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, melalui banyak masa perkembangan (samvatta kappa), melalui banyak masa-kehancuran (vivatta-kehancuran), dan melalui banyak masa-perkembangan-kehancuran (samvatta-vivatta-kappa). 'Di suatu tempat kelahiran, namaku adalah demikian, makananku adalah demikian, keluargaku adalah demikian, suku bangsaku adalah demikian, aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan yang demikian, batas umurku adalah demikian. Kemudian, setelah aku berlalu dari keadaan itu, aku lahir kembali di suatu tempat demikian; di sana, namaku adalah demikian, makananku adalah demikian, keluargaku adalah demikian, suku bangsaku adalah demikian, aku mengalami kebahagiaan den penderitaan yang demikian, batas umurku adalah demikian. Setelah aku berlalu dari keadaan itu, kemudian aku lahir kembali di sini.' Demikianlah ia mengingat kembali tentang bermacam-macam kelahirannya di mesa lampau, dalam seluruh seluk-beluknya, dalam seluruh macamnya.'

'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.'

'Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang timbul den mahluk-mahluk (cutupapata-nana). Dan dengan kemampuan dibba-cakkhu (mata-dewa) yang jernih, yang melebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah mahluk-mahluk berlalu dari satu perwujudan, muncul dalam perwujudan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia dan menderita. Ia melihat bagaimana mahluk-mahluk itu muncul sesuai dengan perbuatan-perbuatannya: 'Mahluk-mahluk ini, saudara, memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang jahat, penghina para Suci, pengikut pandangan-pandangan keliru, den melakukan perbuatan menurut pandangan keliru. Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka, alam sengsara, alam neraka. Tetapi, mahluk-mahluk yang lain, saudara, memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang baik, bukan penghina para Suci, pengikut pandangan-pandangan benar, dan melakukan perbuatan menurut pandangan benar. Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga.' Demikianlah, dengan kemampuan dibba cakkhu (mata dewa) yang jernih, yang melebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah mahluk-mahluk berlalu dari satu perwujudan, muncul dalam perwujudan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia dan menderita.'

'O Baginda, sama halnya seperti di sana terdapat sebuah rumah bertingkat, terletak di suatu tempat yang menghadap ke perempatan jalan; dan seandainya seseorang yang memiliki mata berdiri di atasnya, mengamati orang-orang memasuki rumah, keluar dari rumah, berjalan hilir mudik sepanjang jalan, duduk di tengah perempatan jalan; maka ia akan tahu: 'Orang-orang itu memasuki rumah; orang-orang itu keluar dari rumah; orang-orang itu berjalan hilir mudik sepanjang jalan; orang-orang itu duduk di tengah perempatan jalan.'

'Demikian pula, O Baginda, dengan pikirannya yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nasfu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang timbul dan lenyapnya mahluk-mahluk (cutupapata nana). Dan dengan kemampuan dibba-cakkhu (mata dewa) yang jernih, yang melebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah mahluk-mahluk berlalu dari satu perwujudan, muncul dalam perwujudan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia dan menderita. Ia melihat bagaimana mahluk-mahluk itu muncul sesuai dengan perbuatan-perbuatannya: 'Mahluk-mahluk ini, saudara memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang jahat, penghina Para Suci, pengikut pandangan-pandangan keliru, dan melakukan perbuatan menurut pandangan-pandangan keliru. Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam cela, alam sengsara, alam neraka. Tetapi, mahluk-mahluk lain, saudara, memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang baik, bukan penghina Para Suci, pengikut pandangan-pandangan benar, dan melakukan perbuatan menurut pandangan benar. Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga.'

Demikianlah, dengan kemampuan dibba-cakkhu (mata dewa) yang jernih, yang melebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah mahluk-mahluk berlalu dari satu perwujudan, muncul dalam perwujudan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia dan menderita.'
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 06 October 2008, 10:49:27 AM
'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.'

'Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang penghancuran noda-noda batin (asava). Demikianlah, ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah dukkha'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah sebab dukkha'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah akhir dukkha'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah jalan yang menuju pada lenyapnya dukkha'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah asava'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah sebab asava'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah akhir asava'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah Jalan yang menuju pada lenyapnya asava'. Dengan mengetahui, melihat demikian, maka pikirannya terbebas dari noda-noda nafsu (kamasava), noda-noda perwujudan (bhavasava), noda-noda ketidaktahuan (avijjasava). Dengan terbebas demikian, maka timbullah pengetahuan tentang kebebasannya, dan ia mengetahui: 'Berakhirlah kelahiran kembali, terjalani kehidupan suci, selesailah apa yang harus dikerjakan, tiada lagi kehidupan sesudah ini'.

'O Baginda, sama halnya seperti dalam satu lekukan gunung terdapat sebuah kolam yang bersih, jernih dan terang airnya; dan seandainya seseorang yang memiliki mata berdiri pada tepinya, melihat di dalam kolam itu terdapat tiram tiram, kerang kerang, batu batu kerikil, pasir dan sekawanan ikan yang berenang kian kemari; maka ia akan tahu: 'Kolam ini bersih,' jernih dan tenang airnya. Di dalamnya terdapat tiram- tiram, kerang-kerang, batu-batu kerikil, pasir dan sekawanan ikan yang berenang kian-kemari'.

'Demikian Pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang penghancuran noda-noda batin (asava). Demikianlah, ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah dukkha.' Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah sebab dukkha'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah akhir dukkha'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah Jalan yang menuju pada lenyapnya dukkha'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah asava'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah sebab asava'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah akhir asava'. Ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Inilah Jalan yang menuju pada lenyapnya asava.' Dengan mengetahui, melihat demikian, maka pikirannya terbebas dari noda-noda nafsu (kamasava), noda-noda perwujudan (bhavasava), noda-noda ketidaktahuan (avijjasava). Dengan terbebas demikian, maka timbullah pengetahuan tentang kebebasannya, dan ia mengetahui: 'Berakhirlah kelahiran kembali, terjalani kehidupan suci, selesailah apa yang harus dikerjakan, tiada lagi kehidupan sesudah ini.'

'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu. Tidak ada faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini yang lebih mulia dan lebih tinggi daripada ini.'

Setelah beliau selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu berkata kepada Sang Bhagava: 'Sungguh mengagumkan, Bhante ! Sungguh mengagumkan, Bhante ! Sama seperti halnya seseorang menegakkan kembali apa yang telah roboh, memperlihatkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan benar kepada ia yang tersesat, atau memberikan cahaya dalam kegelapan: agar mereka yang mempunyai mata dapat melihat benda-benda di sekitarnya. Deniikian pula, dengan berbagai macam cara Dhamma telah dibabarkan, oleh Sang Bhagava kepadaku. Dan sekarang, Bhante, aku menyatakan berlindung kepada Sang Bhagava, Dhamma serta Sangha: Semoga Sang Bhagava sudi menerima aku sebagai seorang upasaka, yang mulai hari ini sampai selama-lamanya, telah menyatakan berlindung kepada Buddha, Dhamma serta Sangha.

'Bhante, aku mengaku telah melakukan perbuatan salah; telah begitu bodoh, lemah dan jahatnya aku, sehingga hanya karena menginginkan tahta kerajaan aku sampai membunuh ayahku sendiri, seorang raja yang setia pada Kebenaran, manusia Kebenaran. Bhante, semoga Sang Bhagava mengetahui kesalahanku itu sebagai suatu kesalahan, sehingga di masa yang akan datang aku dapat menahan diri.'

'O Baginda, sesungguhnyalah itu suatu perbuatan salah; bahwasanya kau telah begitu bodoh, lemah dan jahatnya, sehingga hanya karena menginginkan tahta kerajaan, engkau sampai membunuh ayahmu sendiri, seorang raja yang setia pada Kebenaran, manusia Kebenaran. Tetapi, karena engkau telah melihat perbuatan salah itu sebagai suatu perbuatan salah dan mengakui hal itu sebagaimana adanya, maka kita mengetahui pengakuanmu itu sebagaimana adanya.

'Sesungguhnya, O Baginda, adalah merupakan suatu kebiasaan dalam disiplin para Ariya, bahwasanya, siapa pun juga yang dapat melihat kesalahannya sendiri sebagai suatu kesalahan dan mau mengakuinya, maka di masa yang akan datang ia akan dapat menahan diri.'

Setelah Beliau berkata demikian, Raja Ajatasattu berkata kepada Sang Bhagava: 'Bhante, sekarang kita akan mohon diri. Kita masih banyak tugas. Banyak hal yang harus kita kerjakan.'

Silakan, O Baginda, kerjakanlah apa yang nampaknya pantas bagimu. 'Silakan, O Baginda, kerjakanlah apa yang nampaknya pantas bagimu.'

Demikianlah Raja Ajatasattu merasa gembira dan puss dengan kata-kata Sang Bhagava. Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya, memberi hormat pada Sang Bhagava dan berjalan lewat samping kanan Beliau, dan meninggalkan tempat itu.

Tidak berapa lama setelah Raja Ajatasattu pergi meninggalkan tempat itu, Sang Bhagava berkata kepada bhikkhu-bhikkhu : 'O para bhikkhu, sang raja merasa amat terpengaruh; ia merasa tersentuh hatinya. Dan seandainya, O para bhikkhu, sang raja tidak membunuh ayahnya sendiri, seorang raja yang setia pada Kebenaran, manusia Kebenaran; pastilah Mata Dhamma (dhamma-cakkhu) yang bersih tanpa noda akan timbul dalam dirinya.'

Demikianlah sabda Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas dan bersuka cita mendengar sabda Sang Bhagava itu.


Copyright © 2000 Bodhi Buddhist Centre Indonesia. All rights reserved.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: sobat-dharma on 06 October 2008, 02:51:34 PM
Saya barusan membaca posting sdr. Fabian,
menurut saya istilah logika yang digunakan agak rancu. Seolah-olah logika adalah sesuatu yang bersifat personal, subjektif dan berdasarkan kesepakatan pandangan belaka.

Dalam filsafat, logika adalah alat untuk menguji kebenaran secara rasional. Perkembangannya, logika adalah metode dengan disiplin yang ketat dan sistemik. Kebenaran logika telah terbukti bermanfaat dalam beberapa bidang hidup manusia, misalnya komputer yang kita gunakan disusun berdasarkan sistem dan aturan dalam logika.

Hanya saja, logika bukanlah realitas itu sendiri. Dalam filsafat dikenal istilah ini, "Segala sesuatu yang riil pasti logis, namun apa yang logis belum tentu riil."  Hal ini berarti logika, sebagai metode, berhasil membangun suatu pemahaman yang baik tentang bagaimana dunia riil berfungsi. Meski demikian, logika sendiri bersifat sintetis atau buatan. Karena itu, suatu pernyataan yang terdengar logis belum tentu riil adanya. Misalnya: Semua yang bernapas adalah makhluk hidup. Batu itu bernapas. Jadi batu itu termasuk makhluk hidup. Pernyataan ini jika diukur dengan kaidah logika tidak ada masalah, tetapi bermasalah dari sudut kenyataannya: tidak ada batu yang bernapas.

Oleh karena itu sebenarnya menggunakan logika untuk mengukur kebenaran dalam sutra/sutta bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan. Dalam hal ini tidak berbeda dengan menggunakan metode uji karbon untuk mengukur usia sebuah teks sutra kuno yang ditemukan di tengah reruntuhan situs bersejarah, atau analisis bahasa dan sejarah untuk mengetahui keotentikan sebuah teks.  Prinsipnya adalah menggunakan suatu metode yang sistematis yang dipakai dalam dunia modern untuk menguji suatu objek yang berasal dari masa lalu.

Lebih bermasalah jika umat Buddha tidak bisa membedakan antara commonsense dengan logika. Saya melihat selama ini commonsense dengan mudah dipertukarkan dengan logika, padahal keduanya adalah objek yang berbeda.

Berbeda dengan logika yang merupakan metode sistematis untuk mencari kebenaran secara rasional, commonsense (atau biasanya yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai "akal sehat") merupakan pandangan yang bersifat konsensus belaka akan sesuatu. Segala sesuatu dianggap benar semata-mata karena umum melihatnya seperti itu. Berbeda dengan logika yang merupakan metode sistematis, commonsense berisi banyak prasangka, argumen tanpa bukti, kesimpulan, maupun pembenaran diri yang tidak memiliki landasan sama sekali.

Contoh commonsense: "saya meyakini bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik, buktinya amerika adalah negara paling maju secara ekonomi. Hal ini dikarenakan Amerika adalah negara demokrasi."  Timbangnya argumen ini karena menyusun suatu hubungan sebab akibat yang tidak jelas untuk menyusun pernyataan. Bagaimana korelasi antara sistem pemerintahan  demokrasi dengan kemajuan secara ekonomi tidak pernah jelas, manakah sebagai penyebab dan manakah sebagai akibatnya, atau malahan keduanya sama sekali tidak memiliki hubungan (korelasi yang terjadi bersifat kebetulan belaka).

Masalahnya, seringkali dalam masyarakat, commonsense dianggap sama dengan logika. Bahkan kadang-kadang commnsense dianggap sebagai bukti kebenaran.

Contoh commonsense yang lain: Homoseksual adalah penyimpangan seksual, karena sebagian besar manusia adalah heteroseksual. Dalam hal ini, pernyataan yang dibuat semata-mata berpegang pada keyakinan bahwa: "manusia umumnya adalah heteroseksual." Tentu saja keyakinan ini benar, karena memang "sebagian besar" manusia yang hidup ada jaman ini adalah heteroseksual, dengan catatan arti kata "umum" analog dengan "mayoritas."  Tapi ingat, keyakinan ini hanya menggambarkan bahwa heteroseksual adalah mayoritas, sedangkan homoseksual adalah minoritas.  Artinya dalam keyakinan ini sebenarnya hanya berbicara tentang jumlah belaka.

Sekarang coba kita melihat kembali pernyataan di atas, homoseksual dianggap sebagai penyimpangan seksual. Ketika dianggap sebagai "menyimpang", homoseksual dianggap sebagai "gangguan" dan "masalah". Hal ini sangat bertentangan dengan pernyataan yang digunakan untuk membenarkannya, "sebagian besar manusia adalah heteroseksual" yang jelas-jelas hanya berbicara tentang mayoritas dan minoritas. Tidak benar jika seseorang mengatakan bahwa mayoritas selalu baik dan benar, sedangkan minoritas selalu salah dan buruk. Jadi kesalahan kalimat di atas terjadi karena menggunakan pernyataan yang tidak berkaitan untuk membenarkan kesimpulan yang lain.


Dalam hal ini saya berusaha mengajak teman-teman untuk melihat, bahwa seringkali penggunaan commonsense sebagai pembenaran lah yang menyesatkan cara berpikir, bukan penggunaan logika. Tidak ada logika yang aneh, yang aneh adalah saat seseorang terlalu mengandalkan commonsense dalam berpikir. Meski demikian, logika bukan lah satu-satunya alat atau metode untuk menguji kebenaran suatu pernyataan. Dalam filsafat kita mengenal banyak metode, misalnya semiotika, hermeneutika dan dialektika.

Meski demikian, saya meyakini bahwa satu-satu jalan yang terbaik dalam memahami Ajaran Buddha hanya melalui praktik dan mengalaminya secara langsung. Saya tidak setuju dengan pandangan bahwa adanya "Buddhisme murni" yang diklaim lebih otentik. Jika kita melirik ke teks-teks Buddhisme klasik, saya kira tidak mungkin menemukan ajaran Buddha yang otentik dan tidak berubah dari masa ke masa. Teks ajaran Buddha yang disalin berkali-kali, berpindah dari satu tangan ke tangan lain, diterjemahkan, atau ditulis ulang jelas tidak pernah luput dari penambahan atau pengulangan. Tidak tertutup kemungkinan ada pemalsuan di baliknya. Semua sekte atau mazhab dalam Buddhisme berkembang selama ribuan tahun, saya tidak percaya ada dari mereka yang tidak mengalami sinkretisme sama sekali dengan filsafat atau agama tertentu di mana mereka berdiam. 

Namun, dari semua ajaran Buddha yang tersisa di tangan kita, ada satu bunyi yang pasti: hanya dengan melalui praktik sesorang dapat memahami ajarannya dengan benar. Tanpa praktik, percuma berbicara mana ajaran yang lebih baik. Saya kira, hampir semua mazhab ajaran Buddha akan sepaham dalam hal ini.


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 06 October 2008, 05:18:55 PM
Dear sobat-dharma,

Ini sudah saya posting di halaman sebelumnya, yaitu halaman 15 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4873.210)

Berikut tulisan mengenai "Dhamma" dari http://www.buddhistonline.com/dsgb/bd02.shtml



DHAMMA

Dhamma berarti kebenaran, kesunyataan, atau bisa juga dikatakan sebagai ajaran sang Buddha.

Istilah Dhamma ini mempunyai arti yang sangat luas, yaitu mencakup tidak hanya segala sesuatu yang bersyarat saja, tetapi juga mencakup yang tidak bersyarat / yang mutlak.

Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan dalam penjelasan berikut ini.

Dhamma terbagi menjadi dua bagian, yaitu Paramattha Dhamma dan Pannatti Dhamma.

Paramattha Dhamma = kenyataan tertinggi, ada 4, yaitu




Pannatti Dhamma = sebutan, konsep, untuk dijadikan panggilan atau sebutan sesuai dengan keinginan manusia.

Paramattha Dhamma terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu :


Sankhata Dhamma, berarti keadaan yang bersyarat, yaitu:



Asankhata Dhamma, berarti sesuatu yang tidak bersyarat, yaitu:



 

Nibbana disebut Asankhata Dhamma.

Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/266, disebutkan tentang sifat Dhamma, atau Dhammaguna.

Ada enam Dhammaguna, yaitu:






Semoga dengan ini bisa memperjelas, Dhamma mana yang ingin dibicarakan.... Dhamma sebagai kebenaran konseptual (pannati), ataukah Dhamma sebagai kebenaran yang hakiki (paramattha)

Dhamma pada ajaran/paham lain bisa menjadi Dhamma, namun hanya menjadi Dhamma dalam tataran konsep saja
Sementara Dhamma pada Buddhism, adalah kebenaran yang hakiki/sesungguhnya, sesuai dengan DhammaGuna diatas

FYI bahwa bumi itu sendiri sebenarnya tidak bulat seperti bola, namun agak sedikit lonjong di bagian kedua kutubnya...... jadi ilmu pengetahuan sendiri terus menerus berubah bahkan belum lama ini, ada seorang mahasiswa matematika yang mengoreksi sedikit perhitungan Einstein

Jadi apapun namanya, apakah itu LOGIKA, ataukah common sense atau bahkan konsensus, selama masih buatan manusia biasa, itu masih berupa Pannati Dhamma

Sedangkan Dhamma yang diajarkan Buddha, sesuai DhammaGuna diatas, sudah sempurna dibabarkan alias sudah tidak ada penambahan apapun lagi

Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua untuk melihat bagaimana Dhamma secara Pannati/konsep dengan Dhamma secara Paramattha/hakekat yg sesungguhnya..........   _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: williamhalim on 06 October 2008, 07:02:02 PM
Back to topik.

Menurut saya:

Untuk ehipassiko Ajaran Buddha (Tipitaka) sama seperti membaca buku atau seperti memakan telur.... dengan membaca beberapa bab dari sebuah buku, kita sudah mulai bisa menilai buku itu bagus / tidak, juga, tidak perlu memakan habis sebuah telur untuk membuktikan bahwa telur itu sebuah telur busuk, cukup memakan sedikit saja.

Banyak bagian dari Tipitaka sudah terbukti kebenarannya dalam kehidupan kita. Masing-masing kita telah membuktikan sendiri kenyataan akan dukkha, sebab dukkha.... dan sebagian mungkin telah membuktikan bahwa dengan mempraktikkan jalan untuk mengakhiri dukkha (8 jalan mulia) telah dapat mengurangi penderitaannya....


::

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: sobat-dharma on 06 October 2008, 09:14:31 PM
sdr. markosprawira,
saya sedang tidak mencoba mencampuradukan antara Dharma dengan Logika. Saya hanya ingin mengatakan bahwa tidak ada salahnya ada yang berusaha untuk mempelajari ajaran Budhha (dalam arti teks tertulis yang ada di dalam Tripitaka) dengan menggunakan logika.  Dalam hal ini saya juga bermaksud mengatakan tidak ada gunanya mendiskusikan ajaran buddha dengan commonsense belaka.

Sedangkan berbagai tipe Dharma yang anda sebutkan berkaitan dengan apa yang tercantum dalam Anguttara Nikaya Tikanipata, tidak lain adalah bagaimana Ajaran Buddha mengkonstruksi pemikiran tentang apa itu Dharma. Yang saya maksudkan adalah lebih sederhana daripada itu: teks yang digunakan Umat Buddha secara objektif; sebagai kertas dan kumpulan tulisan mengenai Ajaran Buddha. Dalam hal ini, Anguttara Nikaya Tikanipata harus dilihat sebagai bagian darinya, yaitu sebagai salah satu teks tertulis yang memuat tentang apa itu Dhamma menurut Ajaran Buddha sendiri.

Jelas dalam hal ini, teks juga adalah produksi manusia belaka. Apakah teks itu nantinya dianggap memuat tentang "Dhamma sebagai kebenaran yang hakiki (paramattha)" itu adalah hal lain. Pastinya: Teks Tri Pitaka yang tersedia bagi kita sekarang adalah produksi dan hasil kerja dari manusia. Sama dengan kitab lain, meski Al Quran, Alkitab dan kitab suci dianggap berisi wahyu Tuhan yang maha benar, namun kajian sejarah membuktikan bahwa manusia yang menulisnya. Selama itu sebagai hasil dari karya budaya manusia, sebuah teks dapat diuji kadar kebenaran dengan perangkat-perangkat atau metode-metode yang ada.

Mengenai "Dhamma sebagai kebenaran yang hakiki (paramattha)" , saya yakin hanya dapat dicapai dengan praktik, bukan diskusi. Saya juga yakin "kebenaran yang hakiki" tidak ada dalam teks yang jelas-jelas hanya merupakan produk manusia dan terbatas oleh pemahaman bahasa.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 07 October 2008, 08:19:58 AM
sdr. markosprawira,
saya sedang tidak mencoba mencampuradukan antara Dharma dengan Logika. Saya hanya ingin mengatakan bahwa tidak ada salahnya ada yang berusaha untuk mempelajari ajaran Budhha (dalam arti teks tertulis yang ada di dalam Tripitaka) dengan menggunakan logika.  Dalam hal ini saya juga bermaksud mengatakan tidak ada gunanya mendiskusikan ajaran buddha dengan commonsense belaka.

Sedangkan berbagai tipe Dharma yang anda sebutkan berkaitan dengan apa yang tercantum dalam Anguttara Nikaya Tikanipata, tidak lain adalah bagaimana Ajaran Buddha mengkonstruksi pemikiran tentang apa itu Dharma. Yang saya maksudkan adalah lebih sederhana daripada itu: teks yang digunakan Umat Buddha secara objektif; sebagai kertas dan kumpulan tulisan mengenai Ajaran Buddha. Dalam hal ini, Anguttara Nikaya Tikanipata harus dilihat sebagai bagian darinya, yaitu sebagai salah satu teks tertulis yang memuat tentang apa itu Dhamma menurut Ajaran Buddha sendiri.

Jelas dalam hal ini, teks juga adalah produksi manusia belaka. Apakah teks itu nantinya dianggap memuat tentang "Dhamma sebagai kebenaran yang hakiki (paramattha)" itu adalah hal lain. Pastinya: Teks Tri Pitaka yang tersedia bagi kita sekarang adalah produksi dan hasil kerja dari manusia. Sama dengan kitab lain, meski Al Quran, Alkitab dan kitab suci dianggap berisi wahyu Tuhan yang maha benar, namun kajian sejarah membuktikan bahwa manusia yang menulisnya. Selama itu sebagai hasil dari karya budaya manusia, sebuah teks dapat diuji kadar kebenaran dengan perangkat-perangkat atau metode-metode yang ada.

Mengenai "Dhamma sebagai kebenaran yang hakiki (paramattha)" , saya yakin hanya dapat dicapai dengan praktik, bukan diskusi. Saya juga yakin "kebenaran yang hakiki" tidak ada dalam teks yang jelas-jelas hanya merupakan produk manusia dan terbatas oleh pemahaman bahasa.

dear sobat dharma,

Anumodana........  _/\_

Betul sekali yang anda sebut bahwa paramattha dhamma hanya dapat dicapai dengan PRAKTEK... saya sangat setuju sekali

Namun ini bertentangan dengan statement anda yang pertama yaitu:
Quote
Saya hanya ingin mengatakan bahwa tidak ada salahnya ada yang berusaha untuk mempelajari ajaran Budhha (dalam arti teks tertulis yang ada di dalam Tripitaka) dengan menggunakan logika

ini sudah banyak terjadi pada mereka yang mengedepankan logika dimana mereka hanya baca text book saja, bahkan menjadi pembabar Dhamma yang jago, pun jago dalam berdebat
Tapi karena tidak mempraktekkan dalam hidup sehari2nya, mereka tidak merasakan manfaatnya sehingga banyak yang akhirnya kecewa dan menjauh dari Buddha Dhamma

Mengenai buddha dhamma dalam artian teks tertulis : memang betul itu adalah buatan manusia, namun berbeda dengan paham lain, buddha dhamma menyediakan "jalan" untuk membuktikannya

Disini yang banyak terjadi kesalah pahaman mengenai Ehipassiko dimana pembuktian Tipitaka dilakukan menurut "logika" perorangan semata, bukan secara praktek sebagaimana ditunjukkan dalam Tipitaka

Semoga bisa bermanfaat  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: sobat-dharma on 07 October 2008, 03:11:07 PM
Saya hanya mengatakan "tidak ada salahnya": artinya boleh saja dilakukan meski tidak ada gunanya kalau tidak dipratikkan,

Mempelajari Tri Pitaka dengan logika menurut saya "tidak ada salahnya", karena dapat melengkapi pengetahuan seseorang. Meski demikian jika hanya mengandalkan logika tidak ada manfaatnya.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 07 October 2008, 03:58:45 PM
anumodana atas penjelasan bro sobat-dharma........

senang bisa berdiskusi dengan anda  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 07 October 2008, 10:25:17 PM
lha, yang masuk dalam kategori PRAKTEK itu apa apa saja ?? Sepertinya saya merasa kok para praktisi meditasi selalu mengagungkan kegiatan meditasi sebagai praktek saja, emangnya kalau dalam kehidupan sehari hari, semua perilaku kita itupun bukan praktek.

Dalam ZEN, Kalau lapar makan, kalau ngantuk tidur... Itu juga disebut praktek. Menurut saya, hidup kita inilah praktek. Kegiatan kita sehari hari itulah praktek.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 08 October 2008, 10:01:08 AM
lha, yang masuk dalam kategori PRAKTEK itu apa apa saja ?? Sepertinya saya merasa kok para praktisi meditasi selalu mengagungkan kegiatan meditasi sebagai praktek saja, emangnya kalau dalam kehidupan sehari hari, semua perilaku kita itupun bukan praktek.

Dalam ZEN, Kalau lapar makan, kalau ngantuk tidur... Itu juga disebut praktek. Menurut saya, hidup kita inilah praktek. Kegiatan kita sehari hari itulah praktek.

dear dilbert

anumodana untuk kekritisan anda...........

hal ini pernah disebutkan oleh salah satu rekan DC dimana meditator memandang rendah pembaca sutta, sementara pembaca sutta menganggap dirinya lebih pintar dibanding meditator

Padahal ini mirip seperti murid yang ingin belajar berenang.
Di awal, dia akan membaca buku teori berenang, seperti gaya berenang, cara mengambang, dsbnya....
Sedangkan pada saat dipraktekkan, tentunya buku janganlah dibawa2 karena teori tersebut sudah mendarah daging, sehingga secara otomatis dia akan mencoba mencari "feeling" yang paling tepat agar dapat berenang
Namun jika dia "mentok" pada 1 masalah tertentu misal "kok arah berenang selalu miring?", hendaknya dia kembali membaca buku....

Demikianlah teori dan praktek saling mengisi tanpa ada satu melebihi yang lain

Setuju dengan anda dimana hidup sehari2 kita adalah praktek.
Namun jika saya boleh lengkapi, bahwa praktek disini adalah mempraktekkan buddhism dalam hidup sehari2 dengan penuh kesadaran.

Kenapa demikian?? karena dalam hidup sehari2 kita, jika dijalani tanpa ada pegangan "buddhism", ternyata banyak sekali hal2 yang kita jalani seperti robot dimana ini mengakibatkan kita sering "pikun", apa saja sih yang sudah kita perbuat 1 jam, 2 jam, 1 hari, 2 hari, 1 minggu yang lalu dst...........

itu kenapa dalam vipassana, yang sering pertama diajarkan adalah mengamati langkah, makan, bahkan hanya untuk sekedar merubah posisi saja pun, harus disadari.......

Dengan Buddhism, kita bisa mulai menyelami, bagaimana citta/pikiran/kesadaran kita bekerja, bagaimana faktor2nya/cetasika, bagaimana rupa/fisik kita berproses, dan sebagainya

Ini dapat dirujuk dari beberapa sifat Buddha yaitu "YANG SADAR" dan "SEMPURNA PENGETAHUAN SERTA TINDAK TANDUKNYA"

semoga diskusi ini bisa membawa manfaat yah bro  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 08 October 2008, 06:18:37 PM
lha, yang masuk dalam kategori PRAKTEK itu apa apa saja ?? Sepertinya saya merasa kok para praktisi meditasi selalu mengagungkan kegiatan meditasi sebagai praktek saja, emangnya kalau dalam kehidupan sehari hari, semua perilaku kita itupun bukan praktek.

Dalam ZEN, Kalau lapar makan, kalau ngantuk tidur... Itu juga disebut praktek. Menurut saya, hidup kita inilah praktek. Kegiatan kita sehari hari itulah praktek.

dear dilbert

anumodana untuk kekritisan anda...........

hal ini pernah disebutkan oleh salah satu rekan DC dimana meditator memandang rendah pembaca sutta, sementara pembaca sutta menganggap dirinya lebih pintar dibanding meditator

Padahal ini mirip seperti murid yang ingin belajar berenang.
Di awal, dia akan membaca buku teori berenang, seperti gaya berenang, cara mengambang, dsbnya....
Sedangkan pada saat dipraktekkan, tentunya buku janganlah dibawa2 karena teori tersebut sudah mendarah daging, sehingga secara otomatis dia akan mencoba mencari "feeling" yang paling tepat agar dapat berenang
Namun jika dia "mentok" pada 1 masalah tertentu misal "kok arah berenang selalu miring?", hendaknya dia kembali membaca buku....

Demikianlah teori dan praktek saling mengisi tanpa ada satu melebihi yang lain

Setuju dengan anda dimana hidup sehari2 kita adalah praktek.
Namun jika saya boleh lengkapi, bahwa praktek disini adalah mempraktekkan buddhism dalam hidup sehari2 dengan penuh kesadaran.

Kenapa demikian?? karena dalam hidup sehari2 kita, jika dijalani tanpa ada pegangan "buddhism", ternyata banyak sekali hal2 yang kita jalani seperti robot dimana ini mengakibatkan kita sering "pikun", apa saja sih yang sudah kita perbuat 1 jam, 2 jam, 1 hari, 2 hari, 1 minggu yang lalu dst...........

itu kenapa dalam vipassana, yang sering pertama diajarkan adalah mengamati langkah, makan, bahkan hanya untuk sekedar merubah posisi saja pun, harus disadari.......

Dengan Buddhism, kita bisa mulai menyelami, bagaimana citta/pikiran/kesadaran kita bekerja, bagaimana faktor2nya/cetasika, bagaimana rupa/fisik kita berproses, dan sebagainya

Ini dapat dirujuk dari beberapa sifat Buddha yaitu "YANG SADAR" dan "SEMPURNA PENGETAHUAN SERTA TINDAK TANDUKNYA"

semoga diskusi ini bisa membawa manfaat yah bro  _/\_

Nah, kalau ini saya setuju sekali... jarang (atau hampir tidak ada) saya temukan bahwa para buddhist scholar itu "merendahkan" para praktisi meditasi. Tetapi kok di DC ini, banyak pihak memberikan pernyataan  seolah-olah "merendahkan" para scholar. Ketika dalam "diskusi" sudah mentok, maka keluarlah JURUS PAMUNGKAS-nya... PRAKTEK MEDITASI... APA YANG SAYA MEDITASIKAN TIDAK AKAN ANDA MENGERTI....

 _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 09 October 2008, 09:04:12 AM
Nah, kalau ini saya setuju sekali... jarang (atau hampir tidak ada) saya temukan bahwa para buddhist scholar itu "merendahkan" para praktisi meditasi. Tetapi kok di DC ini, banyak pihak memberikan pernyataan  seolah-olah "merendahkan" para scholar. Ketika dalam "diskusi" sudah mentok, maka keluarlah JURUS PAMUNGKAS-nya... PRAKTEK MEDITASI... APA YANG SAYA MEDITASIKAN TIDAK AKAN ANDA MENGERTI....  _/\_

dear bro dilbert,

it's ok.... biarkanlah........ saya sangat paham yang anda maksud..... saya juga dulu pernah sedemikian emosi sehingga pernah vakum dari DC beberapa bulan karena sedemikian banyaknya akusala citta yang muncul sehingga sangat menurunkan kualitas batin.....

sampai saat ini pun, kadang masih muncul akusala citta pada waktu "bersinggungan".... dimana ini sebenarnya menunjukkan bahwa kita masih sangat terpengaruh konsep "AKU"..... seperti pada dhammapada.... ia menghina-KU, ia memukul-KU.. .dst...dst....

kalau saya boleh sharing cerita pribadi :
sewaktu kecil, sering anak tetangga ngejek dengan panggil cina.... cina.... dan itu saya tanggapi dengan akusala (marah, emosi, jengkel, dendam, dstnya)
seiring dengan belajar dhamma, apalagi setelah ikut kelas abhidhamma yang dimentori Bpk Selamat Rodjali mulai thn 2004, banyak kemajuan yang saya rasakan
Itu kenapa pada waktu saya dan istri jalan2 ke Pulau Samosir, dan ada yg bilang "cina...".. saya hanya senyum dan jawab "EMANG".....  ;D

semoga bisa bermanfaat untuk kemajuan batin kita semua yah  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: andrew on 09 October 2008, 09:22:52 AM

Itu kenapa pada waktu saya dan istri jalan2 ke Pulau Samosir, dan ada yg bilang "cina...".. saya hanya senyum dan jawab "EMANG".....  ;D

semoga bisa bermanfaat untuk kemajuan batin kita semua yah  _/\_


EMANG...

cina dibilang cina kok tersinggung, kalo dibilang bule mestinya baru tersinggug,

kalo saya dibilang sebagai buddhist cholar ato praktisi meditasi...
kali saya tersinggung ya... kalo masih waras sih...

kalo ngga tersinggung, ya mungkin karena ego saya, ato ketinggian hati saya...

nah kalo saya disebut komentator amatir, atau spekulator amatir... mestinya saya baru ngga tersinggung ...  :)

abis memang level saya disitu

 _/\_

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 09 October 2008, 09:57:50 AM
kalau saya boleh lebih perjelas secara lebih menyeluruh

sebenarnya semua "objek" bersifat netral...... suara yg keras, hanyalah objek pendengaran. Ejekan juga hanya objek pendengaran
Bau sampah, pun hanya objek penciuman
Wanita cantik atau kaki bulukan, hanya objek penglihatan.....

persepsi/sanna kita sajalah yang membuatnya menjadi kusala, akusala atau netral

pertama mendengar tentang ini, sepertinya biasa2 saja...... namun seiring dengan semakin banyak memperhatikan gerak gerik batin kita, semakin terlihat betapa hidup kita selama ini "dipermainkan" oleh persepsi/sanna kita sendiri.....

semoga bisa bermanfaat.......
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 09 October 2008, 11:13:14 AM
EMANG BERMANFAAT...  ;D

 _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: William_phang on 09 October 2008, 11:18:27 AM
Saya mau menambahkan apa yang telah dijelaskan bro markos diatas,
Semua "objeck" adalah netral... Kenapa dikatakan netral...berdasarkan abbhidhamma, (tolong dikasih tau kalo salah):

jadi 'object" yang dilihat, didengar, dicium, dirasa, itu ditangkap oleh panca-indra kita... terus karena ada kontak dg 'object' jadi munculah kesadaran mendengar, mencium, merasa, melihat.. pada tahap ini masih belum dikotori oleh "konsep/persepsi" yang telah kita kenal. Terus akan diteruskan ke proses pikiran...nah pada saat ini lah terjadinya "judgement" atau penilaian terhadap object yang masuk dari panca-indra kita....

"Judgement" atau penilaian ini bisa berupah akusala, kusala, dan netral tergantung kecenderungan bathin pribadi tersebut...

Terus kenapa "object" itu netral?. Object jadi tidak netral karena penilaian dengan 'konsep' yang telah kita punya. Mari kita lihat contoh berikut ini kenapa 'object' adalah netral:

Misalkan seorang anak A dibesarkan dengan didokrin/diajari/ (di-budayanya) bahwa mengacungkan jempol berarti baik ato dipuji...sedangkan anak B dibesarkan dengan di doktrin/diajari/ (dibudayanya) bahwa mengacungkan jempol berarti jelek ato dihina...

Pada satu kesempatan kedua anak A da B hadir di satu tempat...dan ada orang lain yang mengacungkan jempol ke mereka... Anak A akan merasa senang karena di Puji...sedangkan Anak B mungkin akan merasa tersinggung kerana merasa di Hina... Pada maksud dari orang yang acungin jempol tersebut blm tentu menghina....

Dari contoh ini tentu dapat dilihat bahwa karena konsep yang telah kita punya, kita menilai apapun yang masuk sehingga timbul response dengan apakah akusala, kusala, ato netral...

Saya juga dapat pelajaran ini kelas terakhir sebelum libur ama pak Slamet di G. Sahari..., dan setelah di renungkan ternyata benar bahwa selama ini kita selalu menilai apapun yang masuk pada hal sesuatu itu blm tentu sesuai dengan apakah telah kita "nilai".
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Lily W on 09 October 2008, 11:22:17 AM
:jempol: GRP sent... ;D

Anumodana atas sharingnya... _/\_

_/\_ :lotus:

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 09 October 2008, 11:40:03 AM
Saya mau menambahkan apa yang telah dijelaskan bro markos diatas,
Semua "objeck" adalah netral... Kenapa dikatakan netral...berdasarkan abbhidhamma, (tolong dikasih tau kalo salah):

jadi 'object" yang dilihat, didengar, dicium, dirasa, itu ditangkap oleh panca-indra kita... terus karena ada kontak dg 'object' jadi munculah kesadaran mendengar, mencium, merasa, melihat.. pada tahap ini masih belum dikotori oleh "konsep/persepsi" yang telah kita kenal. Terus akan diteruskan ke proses pikiran...nah pada saat ini lah terjadinya "judgement" atau penilaian terhadap object yang masuk dari panca-indra kita....

"Judgement" atau penilaian ini bisa berupah akusala, kusala, dan netral tergantung kecenderungan bathin pribadi tersebut...

Terus kenapa "object" itu netral?. Object jadi tidak netral karena penilaian dengan 'konsep' yang telah kita punya. Mari kita lihat contoh berikut ini kenapa 'object' adalah netral:

Misalkan seorang anak A dibesarkan dengan didokrin/diajari/ (di-budayanya) bahwa mengacungkan jempol berarti baik ato dipuji...sedangkan anak B dibesarkan dengan di doktrin/diajari/ (dibudayanya) bahwa mengacungkan jempol berarti jelek ato dihina...

Pada satu kesempatan kedua anak A da B hadir di satu tempat...dan ada orang lain yang mengacungkan jempol ke mereka... Anak A akan merasa senang karena di Puji...sedangkan Anak B mungkin akan merasa tersinggung kerana merasa di Hina... Pada maksud dari orang yang acungin jempol tersebut blm tentu menghina....

Dari contoh ini tentu dapat dilihat bahwa karena konsep yang telah kita punya, kita menilai apapun yang masuk sehingga timbul response dengan apakah akusala, kusala, ato netral...

Saya juga dapat pelajaran ini kelas terakhir sebelum libur ama pak Slamet di G. Sahari..., dan setelah di renungkan ternyata benar bahwa selama ini kita selalu menilai apapun yang masuk pada hal sesuatu itu blm tentu sesuai dengan apakah telah kita "nilai".


mAybe Ys mayBe No...

sewaktu president Bush berpidato di Jepang... konon orang2 Jepang menuntukan kepalanya dan menutup matanya (konsentrasi utk mendengarkan pidato, itu cara Jepang).... ternyata Bush merasa... wah capek2 gw pidato mereka tidak menghargain...

nah kebudayaan beda, cara beda...........

Tetapi kalau semua object itu netral..................

Kapan ya gw boleh posting foto2 MULUS disini? Kalau tidak boleh
kemanakah "object NETRAL" tsb yg diagungkan telah MENGUAP?

note: Taukah anda apa bentuknya alat pembuka tutup botol yg dijual BALI?...
Kenapa FPI ngak sampai kesana utk razia?... padahal bentuk2nya
luar biasa REALISTIK.............apakah itu .......pooooooooorrrrr
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 09 October 2008, 11:49:22 AM
Nah, kalau ini saya setuju sekali... jarang (atau hampir tidak ada) saya temukan bahwa para buddhist scholar itu "merendahkan" para praktisi meditasi. Tetapi kok di DC ini, banyak pihak memberikan pernyataan  seolah-olah "merendahkan" para scholar. Ketika dalam "diskusi" sudah mentok, maka keluarlah JURUS PAMUNGKAS-nya... PRAKTEK MEDITASI... APA YANG SAYA MEDITASIKAN TIDAK AKAN ANDA MENGERTI....  _/\_

dear bro dilbert,

it's ok.... biarkanlah........ saya sangat paham yang anda maksud..... saya juga dulu pernah sedemikian emosi sehingga pernah vakum dari DC beberapa bulan karena sedemikian banyaknya akusala citta yang muncul sehingga sangat menurunkan kualitas batin.....

sampai saat ini pun, kadang masih muncul akusala citta pada waktu "bersinggungan".... dimana ini sebenarnya menunjukkan bahwa kita masih sangat terpengaruh konsep "AKU"..... seperti pada dhammapada.... ia menghina-KU, ia memukul-KU.. .dst...dst....

kalau saya boleh sharing cerita pribadi :
sewaktu kecil, sering anak tetangga ngejek dengan panggil cina.... cina.... dan itu saya tanggapi dengan akusala (marah, emosi, jengkel, dendam, dstnya)
seiring dengan belajar dhamma, apalagi setelah ikut kelas abhidhamma yang dimentori Bpk Selamat Rodjali mulai thn 2004, banyak kemajuan yang saya rasakan
Itu kenapa pada waktu saya dan istri jalan2 ke Pulau Samosir, dan ada yg bilang "cina...".. saya hanya senyum dan jawab "EMANG".....  ;D

semoga bisa bermanfaat untuk kemajuan batin kita semua yah  _/\_


sharing +++

kalau gw senang banget (bangga) sama MATA SIPIT KU................

khas orang CINA..........

tp ada juga coklat yg SIPIT....(mungkin cucu2nya Raden PATAH)  =))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: William_phang on 09 October 2008, 11:53:06 AM
 [at]  Johan,

Seperti kita perlu pisahkan antara pergaulan sosial dengan perkembangan bathin diri sendiri...

Nah kalo dipergaulan sosial tentu kita perlu mematuhi norma-norma yang berlaku dimasyarakat untuk menghindari pertengkaran... sedangkan untuk perkembang bathin sendiri tentu juga kita perlu perhatikan...

nah knp tidak boleh posting foto2 MULUS krn emang forum ini peraturannya tidak diperbolehkan...kalo bagi saya sih anda mau posting apapun ya terserah anda....paling ya ntar moderator yang akan bekerja... jd kita menjadi anggota masyarakat juga perlu menaati aturan yang ada yang buat kepentingan bersama...

Dan kalo bro Johan mau posting foto2 mulus tentu akan ada site yang bersedia menampung ....jd kan tidak mengganggu yang lain..knp mengganggu yang lain?. karena tidak semua orang di DC ini berpandangan yang seperti saya tulis diatas... kalo semua kayak gitu sih pasti ok ok aja bro posting foto MULUS2... nah kalo bro Johan ingin posting foto mulus2 saran saya ya bro Johan ke beibeih17 aja....hehhehe
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 09 October 2008, 12:53:46 PM
mAybe Ys mayBe No...

sewaktu president Bush berpidato di Jepang... konon orang2 Jepang menuntukan kepalanya dan menutup matanya (konsentrasi utk mendengarkan pidato, itu cara Jepang).... ternyata Bush merasa... wah capek2 gw pidato mereka tidak menghargain...

nah kebudayaan beda, cara beda...........

loh justru disini bro johan sudah mencontohkan dengan jelas mengenai betapa kita sering subjektif......  ;D

Bush pidato (objek) - ditanggapi org Jepang (subjek) dengan baik/kusala - org2 jepang itu, sudah melakukan kusala kamma

Sikap nunduk org jepang (objek) - ditanggapi Bush (subjek) dengan tidak baik/akusala - Mr. Bush silahkan tunggu akusala vipakanya juga ;D


Tetapi kalau semua object itu netral..................

Kapan ya gw boleh posting foto2 MULUS disini? Kalau tidak boleh
kemanakah "object NETRAL" tsb yg diagungkan telah MENGUAP?


loh, sapa yang larang posting foto2 MULUS??? saya sih senang kalo bisa liat ada foto rupang Buddha MULUS..... ato foto2 hewan imut yang MULUS.....  :))

namun mengenai ini, sudah dijawab oleh bro william dengan baik...... misal anda penasaran bahwa sepertinya forum DC sepertinya terlalu alim, itu sudah seharusnya mengingat ini adalah forum Buddhis.

Mari asumsikan jika ada forum Buddhis, tapi isinya foto2 MULUS..... bagaimana pencapat anda sendiri?  :-?
Akankah anda respek pada forum yang menyandang nama BUDDHIS, tapi isinya justru menurunkan kualitas batin?  ^-^

Mari asumsikan juga anda punya anak dan istri, nah apakah anda akan mengajak anak dan istri anak ikut aktif di forum seperti diatas?  ;D


Apa ada satu alat yang bisa digunakan untuk menjalankan semua fungsi mekanik di dunia ini??....  ;D

Seperti ko william katakan, ada tempatnya masing2
Karena itu, kalo emang demen, silahkan ke BB17.
Saya sendiri juga ada koleksi, ga cuma beberapa tapi sampe ratusan GB..... cuma konsekuensinya yah seperti diposting di paling bawah  ;D  karena itulah sedikit demi sedikit, hal2 akusala seperti itu, mulai ditinggalkan

itu yang dinamakan "hiri" / malu untuk berbuat jahat dan "ottapa" (takut akan akibat perbuatan jahat)  _/\_

note: Taukah anda apa bentuknya alat pembuka tutup botol yg dijual BALI?...
Kenapa FPI ngak sampai kesana utk razia?... padahal bentuk2nya
luar biasa REALISTIK.............apakah itu .......pooooooooorrrrr


selama itu buatan sih, udah biasa bangeeett........  :P

tapi pernah liat pohon akasia di pinggir jalan? tau titik tumbuh ranting2nya?? nah kalo udah cukup besar, biasanya ranting itu akan jadi dahan, dan kemudian akhirnya patah sendiri.......

silahkan liat bekas patahannya seperti apa........  :))  saya hanya bisa geleng2 wkt dikasih tau dari temen yang biasa esek2.........
demikianlah jika org sudah terbiasa dengan sesuatu, maka apapun cenderung disamakan dengan sesuatu itu

jadi jangan heran, org seperti itu, karena batinnya cenderung ke esek2 melulu, pada kelahiran mendatang bisa menjadi banci/waria atau hiperseks

u create what u will be next   _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 09 October 2008, 12:55:14 PM
sharing +++

kalau gw senang banget (bangga) sama MATA SIPIT KU................

khas orang CINA..........

tp ada juga coklat yg SIPIT....(mungkin cucu2nya Raden PATAH)  =))

nah kalau ada orang bilang "mata sipit elu jelek banget".... gimana?  :whistle:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 10 October 2008, 11:57:08 AM
sharing +++

kalau gw senang banget (bangga) sama MATA SIPIT KU................

khas orang CINA..........

tp ada juga coklat yg SIPIT....(mungkin cucu2nya Raden PATAH)  =))

nah kalau ada orang bilang "mata sipit elu jelek banget".... gimana?  :whistle:

#1. Fungsi melampauin Bentuk...
statistik menunjukkan mata sipit menghemat biaya perawatan softlense
paling tidak 50% dibandingkan dgn MATA SAPI. saya memakai softlense...

#2. sipit itu jelek?
lihatlah Zhangziyi......... selain actingnya luarbiasa... SIPIT itu ternyata cantik lho...
(http://i199.photobucket.com/albums/aa255/johan3000/shangziyi.jpg)

#3 "mata sipit elu jelek banget".....mungkin...
tetapi IBUsaya bilang MATA SIPITKU paling Indah didunia...dan saya setuju!

semoga lebih banyak yg senang SIPIT...  :P
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 10 October 2008, 12:26:42 PM
Apakah DHARMA ada dimana saja? (tergantung observasi kita?)

Saya mau posting salah satu barang TEMULUS didunia...
(tepatnya photo diruang private pesawat Boing747)....

Khusus bagi yg batinnya SIAP...
(logikanya kalau tidak di klik tidak akan mengganggu anda,
...so enter at your own RISK.......)

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3547.new#new

(sory,... spoiler ngak bisa... tdk memiliki hak cukup utk post spoiler...)
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 10 October 2008, 12:30:09 PM
:hammer:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Adhitthana on 10 October 2008, 11:58:22 PM
Apakah DHARMA ada dimana saja? (tergantung observasi kita?)

Saya mau posting salah satu barang TEMULUS didunia...
(tepatnya photo diruang private pesawat Boing747)....

Khusus bagi yg batinnya SIAP...
(logikanya kalau tidak di klik tidak akan mengganggu anda,
...so enter at your own RISK.......)

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3547.new#new

(sory,... spoiler ngak bisa... tdk memiliki hak cukup utk post spoiler...)
ngomong opooooo ike ... johan inei   :hammer:

aye ....  kok dikaish gambar toilet  :(
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: hide_x893 on 12 October 2008, 12:18:01 PM
 _/\_

Disini penekanannya TS lebih pada Umat jadi memang tidak bisa disalahkan...umat, karena memang berbagai macam tipe atau karakteristik umat Buddha menjadikan Dhamma dapat dipahami secara berbeda-beda tergantung kondisi yang ia alami, akan tetapi disitulah proses pembelajaran umat Buddha agar lebih maju
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 14 October 2008, 08:37:22 AM
Memperingatin hari Khatina segera datang.....

Bukankah kehidupan Bante/Biksu seharusnya sederhana...
Tetapi gw lihat paket sepecial utk persembahan jubah Bante/Biksu
utk hari Khatina itu seharga Rp500rb....

Ada yg bisa beri penjelasan Logis... kenapa jubah Bante/Biksu sekarang
udah begitu mahal?...(mungkinkah itu 2 jubah atau gimana ya?)

Berapa harga rata2 sepasang baju n celana yg anda pakai?

thanks! sebelumnya....
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 14 October 2008, 08:45:01 AM
KEMARAHAN....

sering kita mendengarkan orang berkata.....

SEBENARNYA gw ngak mau marah........tetapi.....
Ngak tau kenapa saya tidak bisa mengontrol diri utk TIDAK MARAH..........

Apakah kemarahan adalah sesuatu yg bisa di kontrol atau tidak?
Apakah kemarahan memang sengaja dilakukan?

Kalau kita ketemu org yg lebih GALAK, BERKUASA, BERDUIT, LEBIH GILA,...
hampir secara PASTI kita tidak BERANI MARAH.............

kalau statement diatas benar...

berarti KEMARAHAN adalah sesuatu yg DAPAT DIKONTROL........

bagaimana Logikanya menurut Buddhist?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 14 October 2008, 09:08:31 AM
KEMARAHAN....

sering kita mendengarkan orang berkata.....

SEBENARNYA gw ngak mau marah........tetapi.....
Ngak tau kenapa saya tidak bisa mengontrol diri utk TIDAK MARAH..........

Apakah kemarahan adalah sesuatu yg bisa di kontrol atau tidak?
Apakah kemarahan memang sengaja dilakukan?

Kalau kita ketemu org yg lebih GALAK, BERKUASA, BERDUIT, LEBIH GILA,...
hampir secara PASTI kita tidak BERANI MARAH.............

kalau statement diatas benar...

berarti KEMARAHAN adalah sesuatu yg DAPAT DIKONTROL........

bagaimana Logikanya menurut Buddhist?

disini bro johan masih ga memperhatikan mengenai kamma.
Kamma terdiri dapat dilakukan oleh :
1. Pikiran
2. Badan jasmani
3. Ucapan.

apa kalau ketemu orang yang lebih galak, dll, bener GA MUNCUL MARAH?? saya justru yakin bahwa marah muncul di PIKIRAN dan biasanya efeknya akan lebih lama dibanding yang dilakukan via UCAPAN

Saya rasa ini sudah kita bahas di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2188.735

jadi tolong bisa fokus di satu thread karena sepertinya jawaban2 disana percuma saja karena masih bertanya hal yang sama di thread lain

semoga bisa dimengerti yah
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 14 October 2008, 10:02:40 AM
KEMARAHAN....

sering kita mendengarkan orang berkata.....

SEBENARNYA gw ngak mau marah........tetapi.....
Ngak tau kenapa saya tidak bisa mengontrol diri utk TIDAK MARAH..........

Apakah kemarahan adalah sesuatu yg bisa di kontrol atau tidak?
Apakah kemarahan memang sengaja dilakukan?

Kalau kita ketemu org yg lebih GALAK, BERKUASA, BERDUIT, LEBIH GILA,...
hampir secara PASTI kita tidak BERANI MARAH.............

kalau statement diatas benar...

berarti KEMARAHAN adalah sesuatu yg DAPAT DIKONTROL........

bagaimana Logikanya menurut Buddhist?

disini bro johan masih ga memperhatikan mengenai kamma.
Kamma terdiri dapat dilakukan oleh :
1. Pikiran
2. Badan jasmani
3. Ucapan.

apa kalau ketemu orang yang lebih galak, dll, bener GA MUNCUL MARAH?? saya justru yakin bahwa marah muncul di PIKIRAN dan biasanya efeknya akan lebih lama dibanding yang dilakukan via UCAPAN

Saya rasa ini sudah kita bahas di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2188.735

jadi tolong bisa fokus di satu thread karena sepertinya jawaban2 disana percuma saja karena masih bertanya hal yang sama di thread lain

semoga bisa dimengerti yah

Thanks banget bro.... atas penjelasan/bantuannya....
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 14 October 2008, 10:14:37 AM
Memperingatin hari Khatina segera datang.....

Bukankah kehidupan Bante/Biksu seharusnya sederhana...
Tetapi gw lihat paket sepecial utk persembahan jubah Bante/Biksu
utk hari Khatina itu seharga Rp500rb....

Ada yg bisa beri penjelasan Logis... kenapa jubah Bante/Biksu sekarang
udah begitu mahal?...(mungkinkah itu 2 jubah atau gimana ya?)

Berapa harga rata2 sepasang baju n celana yg anda pakai?

thanks! sebelumnya....

ralat yah : itu hari Kathina, bro... bukan Khatina

Jubah seorang bhikkhu itu terdiri dari jubah dalam dan jubah luar (sumber : http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=775) dengan tinggi dan lebar yang disesuaikan dengan orangnya.

Dari sini saja, bisa dilihat bahwa untuk jubah, diperlukan kain yang cukup besar.

Dari paket jubah yang saya tahu di theravada sih, biasanya hanya berkisar 300-350 rb tuh karena pewarnanya khan ga banyak..... mungkin paket yang anda ketahui, memang menggunakan kain dan pewarna yang lebih bagus

Dan harus diingat bahwa harga 300-350 rb itu utk pemakaian setahun, alias hanya 25 - 30 rb saja perbulannya, atau seribu rupiah perhari

sementara manusia awam seperti kita??? berapa yah kira2 pengeluaran untuk pakaiannya??  :P

kemeja tangan panjang, kemeja tangan pendek, kaus oblong, kaus berkerah, celana panjang, celana pendek, kaus dalam, celana dalam, kaus kaki...... banyak sekali loh  :-[

dibanding bhikkhu yang hanya 1 jubah saja  ^-^

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: William_phang on 14 October 2008, 11:01:41 AM
KEMARAHAN....

sering kita mendengarkan orang berkata.....

SEBENARNYA gw ngak mau marah........tetapi.....
Ngak tau kenapa saya tidak bisa mengontrol diri utk TIDAK MARAH..........

Apakah kemarahan adalah sesuatu yg bisa di kontrol atau tidak?
Apakah kemarahan memang sengaja dilakukan?

Kalau kita ketemu org yg lebih GALAK, BERKUASA, BERDUIT, LEBIH GILA,...
hampir secara PASTI kita tidak BERANI MARAH.............

kalau statement diatas benar...

berarti KEMARAHAN adalah sesuatu yg DAPAT DIKONTROL........

bagaimana Logikanya menurut Buddhist?

Sebenarnya kalo seseorang "sadar" dengan pikirannya, saya rasa kemarahan dan kebencian tidak akan bisa bertahan lama... mgkn akan bisa timbul marah cuma begitu timbul akan lenyap dengan sendirinya... kenapa kemarahan itu kayaknya ga bisa berlalu-lalu karena kita memberikan "makan" pikiran dg kemarahan tsb.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 15 October 2008, 08:02:45 AM

...

dibanding bhikkhu yang hanya 1 jubah saja  ^-^



Bro.... apa tak salah jubah bhikku hanya 1 (ONLY ONE)...
bagaimana cara memanagenya?.....
Kalau lagi dicuci... Bhkku tsb pakai baju apa?

thanks!
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 15 October 2008, 11:26:25 AM
Dear Johan,

Batasan jubah bhikku dalam setahun adalah satu jubah utama dan satu jubah serapan (dalam artian kalo dicuci maka masih ada satu lagi).

Bhikkhu dalam Vinaya tidak diizinkan menumpuk jubah lebih dari itu karena ini akan mengganggu latihannya dan menambah kemelekatan akan baju, bhikkhu yang memakai jubah terlalu mewah juga dianggap tidak layak, contoh dari kain sutra yang berkilau-kilau………………….

Jadi yang saya sebut diatas adalah mengenai Jubah Utama

semoga bisa dimengerti.....
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: cham3leon on 15 October 2008, 11:55:11 AM
Logika itu pikiran-kan?? pikiran itu harus dilatih bukan???...berlatih lagi sama-sama..huf9..

Mungkin kekaguman beberapa rekan2, akan kalimat ehipassiko, begitu menyerap sehingga muncul berbagai macam interpretasi. Tripitaka itukan acuan yahh...kitab suci agama Buddha. Point dalam tripitaka itu benar atau salah....siapa yang menilai??

Mungkin tidak bisa juga dipaksakan, rekan-rekan yang rajin membaca tripitaka memiliki penilaian sendiri, setidaknya itu jadi kelebihan mereka dibandingkan dengan saya, yang membaca ettavata saja masih keliru. huahaha9...tapi, setidaknya kembali lagi ke ajaran semua Buddha..."Jangan melakukan kejahatan, Perbanyak perbuatan baik, Sucikan hati dan pikiran." Inilah inti ajaran Buddha. Inilah logika yang seharusnya turut berkembang. :o}

Begitukan maksudnya ko Fabian?? :o}

 _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 15 October 2008, 12:46:03 PM
Logika itu pikiran-kan?? pikiran itu harus dilatih bukan???...berlatih lagi sama-sama..huf9..

Mungkin kekaguman beberapa rekan2, akan kalimat ehipassiko, begitu menyerap sehingga muncul berbagai macam interpretasi. Tripitaka itukan acuan yahh...kitab suci agama Buddha. Point dalam tripitaka itu benar atau salah....siapa yang menilai??

Mungkin tidak bisa juga dipaksakan, rekan-rekan yang rajin membaca tripitaka memiliki penilaian sendiri, setidaknya itu jadi kelebihan mereka dibandingkan dengan saya, yang membaca ettavata saja masih keliru. huahaha9...tapi, setidaknya kembali lagi ke ajaran semua Buddha..."Jangan melakukan kejahatan, Perbanyak perbuatan baik, Sucikan hati dan pikiran." Inilah inti ajaran Buddha. Inilah logika yang seharusnya turut berkembang. :o}

Begitukan maksudnya ko Fabian?? :o}

 _/\_

Berbicara Logika.....

Kalau punya duit 10jt rph....

A. Semua langsung disumbangkan ke wihara
B. Titip pada pengusahaan lain (2%/bln)... Bunganya terus menerus mengalir ke wihara s/d seterusnya...

Apakah perbuatan baik akan menjadi lebih baik lagi kalau
"perbuatan" tsb dipikiran dgn baik (dianalisa, dilogikakan... dll)..... ???

Spt Waren Buffet org terkaya didunia (Fortune500) mengatakan uang tsb (US$31 billion) dia titipkan pada Gates n Melinda foundation... karna menurut dia Gates adalah org yg paling tepat utk mengelola uang tsb utk kebaikan orang banyak....

bagaimana menurut yg lain ?

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 15 October 2008, 12:48:43 PM
Dear Johan,

Batasan jubah bhikku dalam setahun adalah satu jubah utama dan satu jubah serapan (dalam artian kalo dicuci maka masih ada satu lagi).

Bhikkhu dalam Vinaya tidak diizinkan menumpuk jubah lebih dari itu karena ini akan mengganggu latihannya dan menambah kemelekatan akan baju, bhikkhu yang memakai jubah terlalu mewah juga dianggap tidak layak, contoh dari kain sutra yang berkilau-kilau………………….

Jadi yang saya sebut diatas adalah mengenai Jubah Utama

semoga bisa dimengerti.....

Apakah org yg ingin menjadi Bhiku sebaiknya melatih
hidup dgn 2 pakaian dulu??? apakah sanggup???
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Pitu Kecil on 15 October 2008, 05:04:07 PM
Logika itu pikiran-kan?? pikiran itu harus dilatih bukan???...berlatih lagi sama-sama..huf9..

Mungkin kekaguman beberapa rekan2, akan kalimat ehipassiko, begitu menyerap sehingga muncul berbagai macam interpretasi. Tripitaka itukan acuan yahh...kitab suci agama Buddha. Point dalam tripitaka itu benar atau salah....siapa yang menilai??

Mungkin tidak bisa juga dipaksakan, rekan-rekan yang rajin membaca tripitaka memiliki penilaian sendiri, setidaknya itu jadi kelebihan mereka dibandingkan dengan saya, yang membaca ettavata saja masih keliru. huahaha9...tapi, setidaknya kembali lagi ke ajaran semua Buddha..."Jangan melakukan kejahatan, Perbanyak perbuatan baik, Sucikan hati dan pikiran." Inilah inti ajaran Buddha. Inilah logika yang seharusnya turut berkembang. :o}

Begitukan maksudnya ko Fabian?? :o}

 _/\_

Berbicara Logika.....

Kalau punya duit 10jt rph....

A. Semua langsung disumbangkan ke wihara
B. Titip pada pengusahaan lain (2%/bln)... Bunganya terus menerus mengalir ke wihara s/d seterusnya...

Apakah perbuatan baik akan menjadi lebih baik lagi kalau
"perbuatan" tsb dipikiran dgn baik (dianalisa, dilogikakan... dll)..... ???

Spt Waren Buffet org terkaya didunia (Fortune500) mengatakan uang tsb (US$31 billion) dia titipkan pada Gates n Melinda foundation... karna menurut dia Gates adalah org yg paling tepat utk mengelola uang tsb utk kebaikan orang banyak....

bagaimana menurut yg lain ?


Saya memilih pilihan "B" karena pilihan itu sangat ideal buat saya _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: fabian c on 15 October 2008, 07:57:33 PM
Saudara Chameleon yang baik,

Kadang banyak hal yang kurang jelas dalam kehidupan ini bagi kita, Sang Buddha banyak membantu kita memberi penyuluhan mengenai hal baik dan buruk dengan cara yang tidak dilakukan oleh para guru agama lain yang kita kenal, yaitu Beliau tidak memaksa kita untuk percaya. dan untuk menggunakan pembuktian dengan mempraktekkan dan menyelami ajaran Beliau....

Quote
Logika itu pikiran-kan?? pikiran itu harus dilatih bukan???...berlatih lagi sama-sama..huf9..

ya benar.. logika itu pikiran, dan logika belum tentu benar... Pikiran atau logika harus dilatih sesuai dengan tuntutan kita dalam kehidupan, umpamanya kita belajar di sekolah....

Dalam kehidupan diatas duniawi (meditasi) kita malah jangan berpikir... jangan berlogika, kita hanya berpikir sekedarnya.. seperti kalau dengar bel harus mengantri untuk makan, karena takut nanti terlambat makan...... jadi berpikir atau tidak berpikir tergantung situasi dan kondisi...

Quote
Mungkin kekaguman beberapa rekan2, akan kalimat ehipassiko, begitu menyerap sehingga muncul berbagai macam interpretasi. Tripitaka itukan acuan yahh...kitab suci agama Buddha. Point dalam tripitaka itu benar atau salah....siapa yang menilai??

Yah itulah... kalau seseorang mulai menilai Tipitaka salah atau Tipitaka benar seolah-olah ia memiliki otoritas lebih tinggi dari Tipitaka... Saya rasa sebaiknya kita terima apa adanya.

Bila kita tak setuju (wajar-wajar saja, tetapi bukan berarti tak benar) jangan jalankan.... dan tak perlu mengatakan kepada orang lain bahwa itu salah.... jadi tidak dicela dan diserang orang lain yang telah membuktikan bahwa itu benar dan bermanfaat..

Jika kita setuju jalankan... bila ternyata setelah kita praktekkan sesuai dengan teori ternyata terbukti dan bermanfaat, pantas atau tidak pantas sebagai umat Buddha bila kita katakan itu kepada orang lain...? (dengan harapan orang lain mendapatkan manfaat yang sama..?)

Quote
Mungkin tidak bisa juga dipaksakan, rekan-rekan yang rajin membaca tripitaka memiliki penilaian sendiri, setidaknya itu jadi kelebihan mereka dibandingkan dengan saya, yang membaca ettavata saja masih keliru. huahaha9...tapi, setidaknya kembali lagi ke ajaran semua Buddha..."Jangan melakukan kejahatan, Perbanyak perbuatan baik, Sucikan hati dan pikiran." Inilah inti ajaran Buddha. Inilah logika yang seharusnya turut berkembang. Shocked}

Saya setuju... cuma masalahnya definisi dan kriteria mengenai kebaikan dan kebenaran tidak sama di setiap agama...

Bagi agama I**** membunuh orang lain di jalan Allah adalah benar...
Menjarah, memakan harta hasil jarahan terhadap orang kafir halal, tetapi makan daging babi haram... tidak dibenarkan...

Bagi agama K*****n menerima Mr J sebagai perlindungan adalah satu-satunya kebenaran, membunuh manusia sebanyak apapun, berbuat kejahatan sebesar apapun tidak apa-apa dan akan masuk sorga abadi bila tobat dan menerima Mr J sebagai juru selamat... sedangkan kebaikan sebesar apapun sia-sia bila tidak menerima Mr J karena akan masuk neraka abadi...

Pandangan Buddhis terhadap pandangan diatas pasti anda semua sudah tahu...

Belum lagi mengenai sucikan hati dan pikiran... pandangan mengenai hal ini juga berbeda,

Bagi K*****n menolong orang miskin, merawat orang sakit membantu mereka yang susah dan rajin sembahyang akan membuat seseorang dianggap orang suci dan menjadi Santa, seperti Mother Theresa....dan masuk Surga abadi...

sedangkan bagi Buddhist berbeda cara mencapai kesuciannya... yaitu melaksanakan Jalan Ariya berunsur delapan hingga mengalami dan menyelami dukkha, asal mula dukkha dan berhentinya dukkha (Nibbana) yang berbeda dengan surga...

Jadi sebagai pertimbangan kita.... dimanakah kita berdiri...? sebagai Buddhis sepantasnya kita melakasanakan sesuai dengan ajaran Sang Buddha..., sedangkan sebagai Umat agama lain ya jalankan sesuai dengan ajaran agamanya sendiri... terserah kita.... sesuka anda...

sukhi hotu...

fabian   _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 16 October 2008, 09:23:29 AM
Dear Johan,

Batasan jubah bhikku dalam setahun adalah satu jubah utama dan satu jubah serapan (dalam artian kalo dicuci maka masih ada satu lagi).

Bhikkhu dalam Vinaya tidak diizinkan menumpuk jubah lebih dari itu karena ini akan mengganggu latihannya dan menambah kemelekatan akan baju, bhikkhu yang memakai jubah terlalu mewah juga dianggap tidak layak, contoh dari kain sutra yang berkilau-kilau………………….

Jadi yang saya sebut diatas adalah mengenai Jubah Utama

semoga bisa dimengerti.....

Apakah org yg ingin menjadi Bhiku sebaiknya melatih
hidup dgn 2 pakaian dulu??? apakah sanggup???

tergantung adhitthana/tekada dari orang tersebut bro....

itu kenapa di kesempatan lain pada topik mengenai org yg meninggalkan keduniawian yang diposting oleh bro Andry, saya menganjurkan agar orang tersebut untuk melaksanakan terlebih dahulu pabbaja2 samanera sehingga benar2 bisa paham kehidupan seorang bhikkhu.

kalau kita melihat kehidupan seorang bhikkhu, dari kacamata orang awam, tentunya ga akan nyambung bro..... kok bisa begini, bagaimana bisa begitu, dsbnya.......

kalau memang bro johan ingin tahu, silahkan mulai dengan pabbaja samanera, ok?  :D
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 16 October 2008, 09:37:21 AM
Berbicara Logika.....

Kalau punya duit 10jt rph....

A. Semua langsung disumbangkan ke wihara
B. Titip pada pengusahaan lain (2%/bln)... Bunganya terus menerus mengalir ke wihara s/d seterusnya...

Apakah perbuatan baik akan menjadi lebih baik lagi kalau
"perbuatan" tsb dipikiran dgn baik (dianalisa, dilogikakan... dll)..... ???

Spt Waren Buffet org terkaya didunia (Fortune500) mengatakan uang tsb (US$31 billion) dia titipkan pada Gates n Melinda foundation... karna menurut dia Gates adalah org yg paling tepat utk mengelola uang tsb utk kebaikan orang banyak....

bagaimana menurut yg lain ?

kalau saya akan taruh duit di perusahaan investasi dan bunganya ditransfer ke  saya, dan saya yang mendistribusikan.

kenapa demikian?
1. jika ditaruh di perusahaan investasi dan tiap bulan bunga mengalir ke vihara, perbuatan berdana anda tetap hanyalah 1 saja, yaitu sewaktu menanamkan uang.
betul dana mengalir ke objek, namun tidak ada niat/cetana sehingga perbuatan ini tidak menjadi "berdana" karena syaratnya tidak lengkap terpenuhi
2. bisa didistribusikan ke tempat yang lebih membutuhkan misal ada rekan yang mendadak harus operasi kanker atau masuk ICU, dll.....
3. lebih melatih dana paramita diri kita.

semoga bisa dimengerti  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Pitu Kecil on 16 October 2008, 09:40:05 AM
Berbicara Logika.....

Kalau punya duit 10jt rph....

A. Semua langsung disumbangkan ke wihara
B. Titip pada pengusahaan lain (2%/bln)... Bunganya terus menerus mengalir ke wihara s/d seterusnya...

Apakah perbuatan baik akan menjadi lebih baik lagi kalau
"perbuatan" tsb dipikiran dgn baik (dianalisa, dilogikakan... dll)..... ???

Spt Waren Buffet org terkaya didunia (Fortune500) mengatakan uang tsb (US$31 billion) dia titipkan pada Gates n Melinda foundation... karna menurut dia Gates adalah org yg paling tepat utk mengelola uang tsb utk kebaikan orang banyak....

bagaimana menurut yg lain ?

kalau saya akan taruh duit di perusahaan investasi dan bunganya ditransfer ke  saya, dan saya yang mendistribusikan.

kenapa demikian?
1. jika ditaruh di perusahaan investasi dan tiap bulan bunga mengalir ke vihara, perbuatan berdana anda tetap hanyalah 1 saja, yaitu sewaktu menanamkan uang.
betul dana mengalir ke objek, namun tidak ada niat/cetana sehingga perbuatan ini tidak menjadi "berdana" karena syaratnya tidak lengkap terpenuhi
2. bisa didistribusikan ke tempat yang lebih membutuhkan misal ada rekan yang mendadak harus operasi kanker atau masuk ICU, dll.....
3. lebih melatih dana paramita diri kita.

semoga bisa dimengerti  _/\_
Thx atas penjelasannya, se7 _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: johan3000 on 16 October 2008, 09:40:21 AM
Dear Johan,

Batasan jubah bhikku dalam setahun adalah satu jubah utama dan satu jubah serapan (dalam artian kalo dicuci maka masih ada satu lagi).

Bhikkhu dalam Vinaya tidak diizinkan menumpuk jubah lebih dari itu karena ini akan mengganggu latihannya dan menambah kemelekatan akan baju, bhikkhu yang memakai jubah terlalu mewah juga dianggap tidak layak, contoh dari kain sutra yang berkilau-kilau………………….

Jadi yang saya sebut diatas adalah mengenai Jubah Utama

semoga bisa dimengerti.....

Apakah org yg ingin menjadi Bhiku sebaiknya melatih
hidup dgn 2 pakaian dulu??? apakah sanggup???

tergantung adhitthana/tekada dari orang tersebut bro....

itu kenapa di kesempatan lain pada topik mengenai org yg meninggalkan keduniawian yang diposting oleh bro Andry, saya menganjurkan agar orang tersebut untuk melaksanakan terlebih dahulu pabbaja2 samanera sehingga benar2 bisa paham kehidupan seorang bhikkhu.

kalau kita melihat kehidupan seorang bhikkhu, dari kacamata orang awam, tentunya ga akan nyambung bro..... kok bisa begini, bagaimana bisa begitu, dsbnya.......

kalau memang bro johan ingin tahu, silahkan mulai dengan pabbaja samanera, ok?  :D

Apakah bro markosprawira udah pernah pabaja...
atau berminat "berlibur" di program pabaja
dan apakah kira2 isteri memberikan lampu hijau.???

Apa keuntungan dari orang yg telah pernah mengikutin pabaja?
Apakah program pabaja selain melatih pikiran/tingkah laku...
apakah juga sangat baik utk menurunkan berat badan?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: markosprawira on 16 October 2008, 11:28:13 AM
Apakah bro markosprawira udah pernah pabaja...
atau berminat "berlibur" di program pabaja
dan apakah kira2 isteri memberikan lampu hijau.???

Belum pernah karena pekerjaan saya tidak memungkinkan untuk pergi lebih lama dari 1 minggu.

Istri justru mendorong untuk memperbanyak kegiatan seperti vipassana dan sukur2 kalau pabbaja  _/\_

Apa keuntungan dari orang yg telah pernah mengikutin pabaja?
Apakah program pabaja selain melatih pikiran/tingkah laku...
apakah juga sangat baik utk menurunkan berat badan?

Pabbaja samanera adalah pelatihan sementara agar dapat memahami bagaimana cara hidup seorang samanera

Keuntungannya adalah orang itu akan dilatih untuk mengurangi gejolak batin. Karena kebutuhan dan gejolak hidup seorang yang mengasingkan seperti itu, akan jauh lebih sedikit dibanding kita yang masih berkecimpung di dunia awam

Bisa menurunkan berat badan juga kok. Jika anda di kantor sering ngemil ini dan itu, makan tidak terkontrol.... begitu ikut pabbaja, jamin pasti akan lebih langsing  ;D

Tapi kalau mo nurunin berat badan sih gampang kok..... coba fokus/konsentrasi pada waktu kerja, jamin anda ga akan kepikiran utk ngemil.
Ngemil terjadi karena pikiran kita "liar", berkelana kesana kesini, terus daripada nganggur, akhirnya buka laci ambil kacang, atau mampir ke meja teman yang ada kue  ;D

Saya sampe sept 08, masih terbiasa ngemil..... ngemil snack antara makan pagi dan siang, terus makan yg "berat" ky sate, baso, bubur ayam di jam 16-17..... bahkan setelah makan malam aja, sktr jam 21, saya masih ngemil kerupuk atau apa aja yg ada di meja  :-[

namun setelah diingatkan istri untuk mengontrol pikiran, saat ini sukur2 udah mulai bs ngontrol..... dah ga pernah ngemil/jajan.... porsi makan juga dikurangin..... 1.5 bulan turun 2-3 kg.... lumayan lah...... ga usah ke fitness, ga usah ke dokter diet, cuma tinggal mengatur pola makan aja

semoga bermanfaat yah  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 31 March 2009, 01:26:06 PM

Logika Aneh Umat Buddha

Ehipassiko… betapa lantang dan sering terdengar kata-kata ini… gaung sepotong kata ehipassiko seakan akan bagai kata sakti yang merupakan seluruh inti ajaran Sang Buddha.
Logika kata sakti ini menyebabkan ada sebagian orang yang merasa apabila ada ajaran dalam Tipitaka yang tidak bisa di “ehipassiko”kan seolah-olah bukan berasal dari Sang Buddha.
Prinsip Ehipassiko ini ditanggapi secara “salah” oleh Bhikkhu maupun umat yang merasa dirinya “pintar, cerdas, intelektual” untuk menolak sutta dalam Tipitaka yang tidak sesuai dengan logika mereka.

Kelompok ini berusaha memperkuat dalih mereka dengan mengutip Kalama Sutta yang berbunyi sebagai berikut,

   "So, as I said, Kalamas: 'Don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, "This contemplative is our teacher." When you know for yourselves that, "These qualities are unskillful; these qualities are blameworthy; these qualities are criticized by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to harm & to suffering" — then you should abandon them.' Thus was it said. And in reference to this was it said.
"Now, Kalamas, don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, 'This contemplative is our teacher.' When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.
(Kalama sutta AN 3.65)[/i]

Ini adalah sutta yang baik yang patut kita teladani, cuma terkadang ada yang terlewat dari perhatian, pada intinya memang sutta ini mengatakan jangan mudah percaya terhadap segala sesuatu, tetapi harus diingat bahwa jangan percaya ini juga termasuk terhadap “LOGICAL CONJECTURE”
Yang berarti” logika berdasarkan kesimpulan yang tidak lengkap”, “INFERENCE” yang berarti kesimpulan yang berdasarkan kata-kata orang lain, “ANALOGIES” yang berarti berdasarkan perumpamaan atau perbandingan, “AGREEMENT THROUGH PONDERING VIEW” yang berarti berdasarkan pandangan yang didasari perenungan.

Hanya setelah kita tahu sendiri (dari praktek) bahwa hal ini tak tercela, hal ini dipuji oleh para bijaksana, hal ini jika diikuti dan dipraktekkan akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan,  maka kita lakukan dan kita jadikan pegangan.

Sutta lain yang kerap dijadikan sebagai alat pembenaran adalah dari Maha parinibbana Sutta berikut:

"Discipline. If they are neither traceable in the Discourses nor verifiable by the Discipline, one must conclude thus: 'Certainly, this is not the Blessed One's utterance; this has been misunderstood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' In that way, bhikkhus, you should reject it. But if the sentences concerned are traceable in the Discourses and verifiable by the Discipline, then one must conclude thus: 'Certainly, this is the Blessed One's utterance; this has been well understood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' And in that way, bhikkhus, you may accept it on the first, second, third, or fourth reference. These, bhikkhus, are the four great references for you to preserve."

4.8. ‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagava sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin. Jika kata-katanya, saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.”
(Digha Nikaya, Mahaparinibbana Sutta


Satu sutta ini sering digunakan oleh orang yang menganggap dirinya kritis, untuk menolak suttta-sutta yang lain, seolah-olah sutta yang lain salah bila tidak sesuai dengan pendapatnya, karena dia berpegangan pada Sutta ini yang berbunyi,

 “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak.”

Padahal cendekiawan Buddhis ini melupakan bagian-bagian lain dari sutta yang sama, yaitu

para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin.

Coba perhatikan sutta ini secara jelas mengatakan bahwa kita tidak boleh menerima atau menolak (jadi fifty-fifty) kan..?

Selanjutnya sutta ini juga mengatakan bahwa kita harus mencatat dan membandingkan dengan sutta-sutta dan vinaya, atau boleh juga dikatakan dibandingkan dengan Dhamma dan Vinaya. Karena Dhamma dan vinaya disini merujuk pada sutta dan Vinaya

Tetapi banyak juga orang-orang yang mengartikan bahwa apabila satu sutta tidak sesuai dengan kerangka berpikir mereka (atau batas pengetahuan mereka) dianggap sutta tersebut harus ditolak. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan semangat sutta tersebut yaitu: membandingkannya dengan Dhamma dan Vinaya, yang dalam hal ini berarti harus kita bandingkan dengan kitab suci Tipitaka itu secara keseluruhan (apakah sejalan atau tidak).

BUKAN DIBANDINGKAN DENGAN LOGIKA KITA…!!!

Kembali pada Ehipassiko, sering kita mendengar kata ehipassiko di artikan dengan kurang tepat. Mereka mengatakan bahwa ehipassiko adalah datang dan buktikan, padahal seharusnya diartikan datang dan lihat atau datang dan alami, karena passiko berasal. Dari kata PASSATI (tolong dikoreksi bila salah) yang berdasarkan Pali-English dictionary yang disusun oleh YM. Buddhadatta Mahathera berarti melihat (sees), menemukan (finds) dan mengerti (understands). Jadi maksudnya disini (menurut pendapat saya) adalah melihat dan mengalami sehingga timbul pengertian.

Kesimpulan:

Sudah sepantasnya apabila kita sebagai umat Buddha tidak serta-merta menolak suatu sutta hanya karena kita tidak merasa nyaman dengan sutta tersebut atau menurut anggapan kita tak masuk diakal.
Kalau bukan kita yang meyakini kebenaran Tipitaka, siapa lagi? Memangnya umat agama lain akan meyakini kitab suci Tipitaka? Saya tidak mengatakan bahwa kita harus percaya buta kepada kitab suci Tipitaka,  tetapi kita harus memperlakukan Tipitaka seperti hukum positif di Amerika, yaitu: “presume innocence until proven guilty” yang berarti anggap benar hingga terbukti salah. Jangan kita menilai Tipitaka dengan prinsip hukum rimba orde baru yaitu: “presume guilty until proven innocence” atau anggap salah lebih dahulu hingga terbukti tidak bersalah (inilah prinsip comot dulu, periksa belakangan orde baru).


Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.

Jangan berpandangan sebaliknya, yaitu beranggapan semua poin dalam Tipitaka tidak benar, kecuali kemudian kita buktikan sendiri bahwa itu memang benar, karena pandangan seperti ini sangat kontra produktif bagi pengembangan batin, karena kita menjadi skeptis terhadap kebenaran Tipitaka. Dan akhirnya akan menjauhkan kita dari Dhamma, sehingga Samvega (perasaan mendesak untuk mencari keselamatan atau melaksanakan Dhamma) tidak muncul, dengan tidak munculnya samvega maka, keinginan untuk mempraktekkan Dhamma agar terbebas juga tidak muncul.

Semoga kita semua berbahagia

sukhi hotu,

Fabian





semua "agama" memang demikian!

sama spt sedang berjualan dibutuhkan apa yang namanya pemasaran!

didalam pemasaran dibutuhkan hal yang membuat para awam merasa terpikat!

utk dpt menjadi memikat digunakan alat/tools berupa gambar, kata2 dll.

setelah paham hal2 diatas, pada akhirnya yang paham ttg "agama" yang sebenarnya akan berujar : "itu tidak salah atau keliru namun terlampau dipaksakan" ... kasihan para awam yang telah sempat terjebak dan tidak mampu bangkit kembali"!

ika.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: doris on 31 March 2009, 10:13:35 PM


semua "agama" memang demikian!

sama spt sedang berjualan dibutuhkan apa yang namanya pemasaran!

didalam pemasaran dibutuhkan hal yang membuat para awam merasa terpikat!

utk dpt menjadi memikat digunakan alat/tools berupa gambar, kata2 dll.

setelah paham hal2 diatas, pada akhirnya yang paham ttg "agama" yang sebenarnya akan berujar : "itu tidak salah atau keliru namun terlampau dipaksakan" ... kasihan para awam yang telah sempat terjebak dan tidak mampu bangkit kembali"!

ika.

apakah bro sudah tuntas mempelajari semua agama sehingga bro tahu semua agama memang demikian?

Yang harus dikasihani adalah orang yang telah menjebak umat awam demi keuntungan pribadi semata

Doris

Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: dilbert on 01 April 2009, 11:29:20 AM

Logika Aneh Umat Buddha

Ehipassiko… betapa lantang dan sering terdengar kata-kata ini… gaung sepotong kata ehipassiko seakan akan bagai kata sakti yang merupakan seluruh inti ajaran Sang Buddha.
Logika kata sakti ini menyebabkan ada sebagian orang yang merasa apabila ada ajaran dalam Tipitaka yang tidak bisa di “ehipassiko”kan seolah-olah bukan berasal dari Sang Buddha.
Prinsip Ehipassiko ini ditanggapi secara “salah” oleh Bhikkhu maupun umat yang merasa dirinya “pintar, cerdas, intelektual” untuk menolak sutta dalam Tipitaka yang tidak sesuai dengan logika mereka.

Kelompok ini berusaha memperkuat dalih mereka dengan mengutip Kalama Sutta yang berbunyi sebagai berikut,

   "So, as I said, Kalamas: 'Don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, "This contemplative is our teacher." When you know for yourselves that, "These qualities are unskillful; these qualities are blameworthy; these qualities are criticized by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to harm & to suffering" — then you should abandon them.' Thus was it said. And in reference to this was it said.
"Now, Kalamas, don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, 'This contemplative is our teacher.' When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.
(Kalama sutta AN 3.65)[/i]

Ini adalah sutta yang baik yang patut kita teladani, cuma terkadang ada yang terlewat dari perhatian, pada intinya memang sutta ini mengatakan jangan mudah percaya terhadap segala sesuatu, tetapi harus diingat bahwa jangan percaya ini juga termasuk terhadap “LOGICAL CONJECTURE”
Yang berarti” logika berdasarkan kesimpulan yang tidak lengkap”, “INFERENCE” yang berarti kesimpulan yang berdasarkan kata-kata orang lain, “ANALOGIES” yang berarti berdasarkan perumpamaan atau perbandingan, “AGREEMENT THROUGH PONDERING VIEW” yang berarti berdasarkan pandangan yang didasari perenungan.

Hanya setelah kita tahu sendiri (dari praktek) bahwa hal ini tak tercela, hal ini dipuji oleh para bijaksana, hal ini jika diikuti dan dipraktekkan akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan,  maka kita lakukan dan kita jadikan pegangan.

Sutta lain yang kerap dijadikan sebagai alat pembenaran adalah dari Maha parinibbana Sutta berikut:

"Discipline. If they are neither traceable in the Discourses nor verifiable by the Discipline, one must conclude thus: 'Certainly, this is not the Blessed One's utterance; this has been misunderstood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' In that way, bhikkhus, you should reject it. But if the sentences concerned are traceable in the Discourses and verifiable by the Discipline, then one must conclude thus: 'Certainly, this is the Blessed One's utterance; this has been well understood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' And in that way, bhikkhus, you may accept it on the first, second, third, or fourth reference. These, bhikkhus, are the four great references for you to preserve."

4.8. ‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagava sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin. Jika kata-katanya, saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.”
(Digha Nikaya, Mahaparinibbana Sutta


Satu sutta ini sering digunakan oleh orang yang menganggap dirinya kritis, untuk menolak suttta-sutta yang lain, seolah-olah sutta yang lain salah bila tidak sesuai dengan pendapatnya, karena dia berpegangan pada Sutta ini yang berbunyi,

 “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak.”

Padahal cendekiawan Buddhis ini melupakan bagian-bagian lain dari sutta yang sama, yaitu

para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin.

Coba perhatikan sutta ini secara jelas mengatakan bahwa kita tidak boleh menerima atau menolak (jadi fifty-fifty) kan..?

Selanjutnya sutta ini juga mengatakan bahwa kita harus mencatat dan membandingkan dengan sutta-sutta dan vinaya, atau boleh juga dikatakan dibandingkan dengan Dhamma dan Vinaya. Karena Dhamma dan vinaya disini merujuk pada sutta dan Vinaya

Tetapi banyak juga orang-orang yang mengartikan bahwa apabila satu sutta tidak sesuai dengan kerangka berpikir mereka (atau batas pengetahuan mereka) dianggap sutta tersebut harus ditolak. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan semangat sutta tersebut yaitu: membandingkannya dengan Dhamma dan Vinaya, yang dalam hal ini berarti harus kita bandingkan dengan kitab suci Tipitaka itu secara keseluruhan (apakah sejalan atau tidak).

BUKAN DIBANDINGKAN DENGAN LOGIKA KITA…!!!

Kembali pada Ehipassiko, sering kita mendengar kata ehipassiko di artikan dengan kurang tepat. Mereka mengatakan bahwa ehipassiko adalah datang dan buktikan, padahal seharusnya diartikan datang dan lihat atau datang dan alami, karena passiko berasal. Dari kata PASSATI (tolong dikoreksi bila salah) yang berdasarkan Pali-English dictionary yang disusun oleh YM. Buddhadatta Mahathera berarti melihat (sees), menemukan (finds) dan mengerti (understands). Jadi maksudnya disini (menurut pendapat saya) adalah melihat dan mengalami sehingga timbul pengertian.

Kesimpulan:

Sudah sepantasnya apabila kita sebagai umat Buddha tidak serta-merta menolak suatu sutta hanya karena kita tidak merasa nyaman dengan sutta tersebut atau menurut anggapan kita tak masuk diakal.
Kalau bukan kita yang meyakini kebenaran Tipitaka, siapa lagi? Memangnya umat agama lain akan meyakini kitab suci Tipitaka? Saya tidak mengatakan bahwa kita harus percaya buta kepada kitab suci Tipitaka,  tetapi kita harus memperlakukan Tipitaka seperti hukum positif di Amerika, yaitu: “presume innocence until proven guilty” yang berarti anggap benar hingga terbukti salah. Jangan kita menilai Tipitaka dengan prinsip hukum rimba orde baru yaitu: “presume guilty until proven innocence” atau anggap salah lebih dahulu hingga terbukti tidak bersalah (inilah prinsip comot dulu, periksa belakangan orde baru).


Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.

Jangan berpandangan sebaliknya, yaitu beranggapan semua poin dalam Tipitaka tidak benar, kecuali kemudian kita buktikan sendiri bahwa itu memang benar, karena pandangan seperti ini sangat kontra produktif bagi pengembangan batin, karena kita menjadi skeptis terhadap kebenaran Tipitaka. Dan akhirnya akan menjauhkan kita dari Dhamma, sehingga Samvega (perasaan mendesak untuk mencari keselamatan atau melaksanakan Dhamma) tidak muncul, dengan tidak munculnya samvega maka, keinginan untuk mempraktekkan Dhamma agar terbebas juga tidak muncul.

Semoga kita semua berbahagia

sukhi hotu,

Fabian





semua "agama" memang demikian!

sama spt sedang berjualan dibutuhkan apa yang namanya pemasaran!

didalam pemasaran dibutuhkan hal yang membuat para awam merasa terpikat!

utk dpt menjadi memikat digunakan alat/tools berupa gambar, kata2 dll.

setelah paham hal2 diatas, pada akhirnya yang paham ttg "agama" yang sebenarnya akan berujar : "itu tidak salah atau keliru namun terlampau dipaksakan" ... kasihan para awam yang telah sempat terjebak dan tidak mampu bangkit kembali"!

ika.

mencari "kebenaran", tentunya akan terpikat oleh daya tarik "kebenaran" yang ditawarkan... dan itu LOGIS...
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 17 April 2009, 11:59:05 AM

Logika Aneh Umat Buddha

Ehipassiko… betapa lantang dan sering terdengar kata-kata ini… gaung sepotong kata ehipassiko seakan akan bagai kata sakti yang merupakan seluruh inti ajaran Sang Buddha.
Logika kata sakti ini menyebabkan ada sebagian orang yang merasa apabila ada ajaran dalam Tipitaka yang tidak bisa di “ehipassiko”kan seolah-olah bukan berasal dari Sang Buddha.
Prinsip Ehipassiko ini ditanggapi secara “salah” oleh Bhikkhu maupun umat yang merasa dirinya “pintar, cerdas, intelektual” untuk menolak sutta dalam Tipitaka yang tidak sesuai dengan logika mereka.

Kelompok ini berusaha memperkuat dalih mereka dengan mengutip Kalama Sutta yang berbunyi sebagai berikut,

   "So, as I said, Kalamas: 'Don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, "This contemplative is our teacher." When you know for yourselves that, "These qualities are unskillful; these qualities are blameworthy; these qualities are criticized by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to harm & to suffering" — then you should abandon them.' Thus was it said. And in reference to this was it said.
"Now, Kalamas, don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, 'This contemplative is our teacher.' When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.
(Kalama sutta AN 3.65)[/i]

Ini adalah sutta yang baik yang patut kita teladani, cuma terkadang ada yang terlewat dari perhatian, pada intinya memang sutta ini mengatakan jangan mudah percaya terhadap segala sesuatu, tetapi harus diingat bahwa jangan percaya ini juga termasuk terhadap “LOGICAL CONJECTURE”
Yang berarti” logika berdasarkan kesimpulan yang tidak lengkap”, “INFERENCE” yang berarti kesimpulan yang berdasarkan kata-kata orang lain, “ANALOGIES” yang berarti berdasarkan perumpamaan atau perbandingan, “AGREEMENT THROUGH PONDERING VIEW” yang berarti berdasarkan pandangan yang didasari perenungan.

Hanya setelah kita tahu sendiri (dari praktek) bahwa hal ini tak tercela, hal ini dipuji oleh para bijaksana, hal ini jika diikuti dan dipraktekkan akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan,  maka kita lakukan dan kita jadikan pegangan.

Sutta lain yang kerap dijadikan sebagai alat pembenaran adalah dari Maha parinibbana Sutta berikut:

"Discipline. If they are neither traceable in the Discourses nor verifiable by the Discipline, one must conclude thus: 'Certainly, this is not the Blessed One's utterance; this has been misunderstood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' In that way, bhikkhus, you should reject it. But if the sentences concerned are traceable in the Discourses and verifiable by the Discipline, then one must conclude thus: 'Certainly, this is the Blessed One's utterance; this has been well understood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' And in that way, bhikkhus, you may accept it on the first, second, third, or fourth reference. These, bhikkhus, are the four great references for you to preserve."

4.8. ‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagava sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin. Jika kata-katanya, saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.”
(Digha Nikaya, Mahaparinibbana Sutta


Satu sutta ini sering digunakan oleh orang yang menganggap dirinya kritis, untuk menolak suttta-sutta yang lain, seolah-olah sutta yang lain salah bila tidak sesuai dengan pendapatnya, karena dia berpegangan pada Sutta ini yang berbunyi,

 “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak.”

Padahal cendekiawan Buddhis ini melupakan bagian-bagian lain dari sutta yang sama, yaitu

para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin.

Coba perhatikan sutta ini secara jelas mengatakan bahwa kita tidak boleh menerima atau menolak (jadi fifty-fifty) kan..?

Selanjutnya sutta ini juga mengatakan bahwa kita harus mencatat dan membandingkan dengan sutta-sutta dan vinaya, atau boleh juga dikatakan dibandingkan dengan Dhamma dan Vinaya. Karena Dhamma dan vinaya disini merujuk pada sutta dan Vinaya

Tetapi banyak juga orang-orang yang mengartikan bahwa apabila satu sutta tidak sesuai dengan kerangka berpikir mereka (atau batas pengetahuan mereka) dianggap sutta tersebut harus ditolak. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan semangat sutta tersebut yaitu: membandingkannya dengan Dhamma dan Vinaya, yang dalam hal ini berarti harus kita bandingkan dengan kitab suci Tipitaka itu secara keseluruhan (apakah sejalan atau tidak).

BUKAN DIBANDINGKAN DENGAN LOGIKA KITA…!!!

Kembali pada Ehipassiko, sering kita mendengar kata ehipassiko di artikan dengan kurang tepat. Mereka mengatakan bahwa ehipassiko adalah datang dan buktikan, padahal seharusnya diartikan datang dan lihat atau datang dan alami, karena passiko berasal. Dari kata PASSATI (tolong dikoreksi bila salah) yang berdasarkan Pali-English dictionary yang disusun oleh YM. Buddhadatta Mahathera berarti melihat (sees), menemukan (finds) dan mengerti (understands). Jadi maksudnya disini (menurut pendapat saya) adalah melihat dan mengalami sehingga timbul pengertian.

Kesimpulan:

Sudah sepantasnya apabila kita sebagai umat Buddha tidak serta-merta menolak suatu sutta hanya karena kita tidak merasa nyaman dengan sutta tersebut atau menurut anggapan kita tak masuk diakal.
Kalau bukan kita yang meyakini kebenaran Tipitaka, siapa lagi? Memangnya umat agama lain akan meyakini kitab suci Tipitaka? Saya tidak mengatakan bahwa kita harus percaya buta kepada kitab suci Tipitaka,  tetapi kita harus memperlakukan Tipitaka seperti hukum positif di Amerika, yaitu: “presume innocence until proven guilty” yang berarti anggap benar hingga terbukti salah. Jangan kita menilai Tipitaka dengan prinsip hukum rimba orde baru yaitu: “presume guilty until proven innocence” atau anggap salah lebih dahulu hingga terbukti tidak bersalah (inilah prinsip comot dulu, periksa belakangan orde baru).


Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.

Jangan berpandangan sebaliknya, yaitu beranggapan semua poin dalam Tipitaka tidak benar, kecuali kemudian kita buktikan sendiri bahwa itu memang benar, karena pandangan seperti ini sangat kontra produktif bagi pengembangan batin, karena kita menjadi skeptis terhadap kebenaran Tipitaka. Dan akhirnya akan menjauhkan kita dari Dhamma, sehingga Samvega (perasaan mendesak untuk mencari keselamatan atau melaksanakan Dhamma) tidak muncul, dengan tidak munculnya samvega maka, keinginan untuk mempraktekkan Dhamma agar terbebas juga tidak muncul.

Semoga kita semua berbahagia

sukhi hotu,

Fabian





semua "agama" memang demikian!

sama spt sedang berjualan dibutuhkan apa yang namanya pemasaran!

didalam pemasaran dibutuhkan hal yang membuat para awam merasa terpikat!

utk dpt menjadi memikat digunakan alat/tools berupa gambar, kata2 dll.

setelah paham hal2 diatas, pada akhirnya yang paham ttg "agama" yang sebenarnya akan berujar : "itu tidak salah atau keliru namun terlampau dipaksakan" ... kasihan para awam yang telah sempat terjebak dan tidak mampu bangkit kembali"!

ika.

mencari "kebenaran", tentunya akan terpikat oleh daya tarik "kebenaran" yang ditawarkan... dan itu LOGIS...

IMHO, yang seharusnya juga diberikan tanda kutip adalah kata Mencari itu!!!

IMHO, bukankah yang seharusnya dilakukan adalah "Menjemput" Kebenaran???

ika.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: hatRed on 17 April 2009, 12:04:10 PM
kebenaran itu objek netrallllll..........

dia gak nungguin kita jemput =))
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: williamhalim on 17 April 2009, 12:40:42 PM
kebenaran itu objek netrallllll..........

dia gak nungguin kita jemput =))

Tergantung 'defenisi kebenaran' loh bro Hatred...

Bagi yg mendefenisikan 'kebenaran' adalah 'energi yg terkumpul di tulang belakang bokong', untuk membangkitkannya ya memang harus 'dijemput'....

::
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: hatRed on 17 April 2009, 12:43:21 PM
kebenaran ini kan yg dimaksud adalah kebenaran sejati... :|

yg mana ya samuti sacca apa paramati sacca ??? lupa :hammer:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: williamhalim on 17 April 2009, 12:51:50 PM
kebenaran ini kan yg dimaksud adalah kebenaran sejati... :|

yg mana ya samuti sacca apa paramati sacca ??? lupa :hammer:

Paramattha Sacca, Bro.

Tapi, nggak semua orang berpikiran seperti ini loh... 

::
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: savana_zhang on 18 April 2009, 05:16:30 PM
            ya tiap2 orang khan punya tahap yg kebijaksanaan yang berbeda
ntar klo udah nyampe khan jg akan sadar sendiri.tp secara umum orang yg berpikir berdasarkan logika(masuk akal) sudah jauh lebih lumayan daripada orang yg berpikir tanpa logika( tidak masuk akal.).karena klo udah biasa berpikir masuk akal maka tinggal tunggu sampai akalnya(kebijakannya) sampai untuk memahami isi sutra itu.khan bgt ..............................................................tul khan.
            dulu saya jg orang yg bgt koq ha ha ha....
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 21 April 2009, 02:56:37 PM
kebenaran itu objek netrallllll..........

dia gak nungguin kita jemput =))

kata "mencari" menunjuk kpd "target yang tidak pasti ada/tidak jelas, dan tidak tahu letaknya"!

kata "menjemput" menunjuk kpd "target yang sdh pasti ada,jelas & tahu letaknya "!


ika.

 
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: hatRed on 21 April 2009, 03:03:09 PM
???

kalau gitu seharusnya "kebenaran itu mudah diperoleh"

tapi kenyataannya kan sulit... :whistle:

itu artinya kita gak tau "letaknya dan kejelasannya"
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 21 April 2009, 03:20:02 PM
???

kalau gitu seharusnya "kebenaran itu mudah diperoleh"

tapi kenyataannya kan sulit... :whistle:

itu artinya kita gak tau "letaknya dan kejelasannya"

menurut anda pribadi penyakit mana yang lbh sulit disembuhkan?

a. penyakit jasmani

atau

b. penyakit batin ?


ika.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: hatRed on 21 April 2009, 03:21:58 PM
???

terlalu gneral...

mungkin diberi contoh....

misal lebih sulit mana disembuhkan

sakit kanker apa stress?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 21 April 2009, 03:25:05 PM
???

terlalu gneral...

mungkin diberi contoh....

misal lebih sulit mana disembuhkan

sakit kanker apa stress?

anda bebas menentukan contohnya dgn koridor yang telah ditetapkan diatas.

ika. 
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: hatRed on 21 April 2009, 03:26:37 PM
:-? gmana ya......

koridor apa?

perasaan belum ada kesepakatan deh.. ???
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 21 April 2009, 03:33:29 PM
:-? gmana ya......

koridor apa?

perasaan belum ada kesepakatan deh.. ???

koridor itu adalah seperti yang telah saya ungkap sebelumnya dgn semua aspek pengikutnya yaitu: penyakit jasmani dan penyakit batin, utk disembuhkan, disembuhkan dgn tatacara yang sama2 benar, oleh praktisi yang sama2 berniat utk sembuh!

ika.


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: bond on 21 April 2009, 03:40:20 PM
:-? gmana ya......

koridor apa?

perasaan belum ada kesepakatan deh.. ???

koridor itu adalah seperti yang telah saya ungkap sebelumnya dgn semua aspek pengikutnya yaitu: penyakit jasmani dan penyakit batin, utk disembuhkan, disembuhkan dgn tatacara yang sama2 benar, oleh praktisi yang sama2 berniat utk sembuh!

ika.



Sekalipun tatacara yg sama2 benar dan sama2 berniat utk sembuh , hasilnya tetap akan berbeda bila tidak didasarkan kemurnian pandangan/pandangan benar. Apakah hal ini telah dicapai?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 21 April 2009, 03:48:41 PM
:-? gmana ya......

koridor apa?

perasaan belum ada kesepakatan deh.. ???

koridor itu adalah seperti yang telah saya ungkap sebelumnya dgn semua aspek pengikutnya yaitu: penyakit jasmani dan penyakit batin, utk disembuhkan, disembuhkan dgn tatacara yang sama2 benar, oleh praktisi yang sama2 berniat utk sembuh!

ika.



Sekalipun tatacara yg sama2 benar dan sama2 berniat utk sembuh , hasilnya tetap akan berbeda bila tidak didasarkan kemurnian pandangan/pandangan benar. Apakah hal ini telah dicapai?

pada prinsipnya saya setuju dgn pandangan anda , trutama dgn kata "murni dan kemurnian" itu!

krn kata itulah sesungguhnya yang "membedakan" sesuatu dari sesuatu yang lain, bahkan "sesuatu dgn dirinya sendiri"!

ika.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: bond on 21 April 2009, 04:02:33 PM
:-? gmana ya......

koridor apa?

perasaan belum ada kesepakatan deh.. ???

koridor itu adalah seperti yang telah saya ungkap sebelumnya dgn semua aspek pengikutnya yaitu: penyakit jasmani dan penyakit batin, utk disembuhkan, disembuhkan dgn tatacara yang sama2 benar, oleh praktisi yang sama2 berniat utk sembuh!

ika.



Sekalipun tatacara yg sama2 benar dan sama2 berniat utk sembuh , hasilnya tetap akan berbeda bila tidak didasarkan kemurnian pandangan/pandangan benar. Apakah hal ini telah dicapai?

pada prinsipnya saya setuju dgn pandangan anda , trutama dgn kata "murni dan kemurnian" itu!

krn kata itulah sesungguhnya yang "membedakan" sesuatu dari sesuatu yang lain, bahkan "sesuatu dgn dirinya sendiri"!

ika.

Baguslah kalau begitu :) Smoga Anda berhasil dengan dasar kemurnian pandangan itu  _/\_
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 22 April 2009, 10:08:29 AM
:-? gmana ya......

koridor apa?

perasaan belum ada kesepakatan deh.. ???

koridor itu adalah seperti yang telah saya ungkap sebelumnya dgn semua aspek pengikutnya yaitu: penyakit jasmani dan penyakit batin, utk disembuhkan, disembuhkan dgn tatacara yang sama2 benar, oleh praktisi yang sama2 berniat utk sembuh!

ika.



Sekalipun tatacara yg sama2 benar dan sama2 berniat utk sembuh , hasilnya tetap akan berbeda bila tidak didasarkan kemurnian pandangan/pandangan benar. Apakah hal ini telah dicapai?

pada prinsipnya saya setuju dgn pandangan anda , trutama dgn kata "murni dan kemurnian" itu!

krn kata itulah sesungguhnya yang "membedakan" sesuatu dari sesuatu yang lain, bahkan "sesuatu dgn dirinya sendiri"!

ika.

Baguslah kalau begitu :) Smoga Anda berhasil dengan dasar kemurnian pandangan itu  _/\_

Terima kasih sahabat!

Tahukah anda nibbana itu tidak akan pernah terrealisasi tanpa "ada org lain"?

Terima kasih telah menjadi "org lain" utk kita semua!


ika.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ENCARTA on 22 April 2009, 10:14:11 AM
ikutan metta karuna mudita untuk orang lain juga ah
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: hatRed on 22 April 2009, 10:29:56 AM

Tahukah anda nibbana itu tidak akan pernah terrealisasi tanpa "ada org lain"?


bisa diperjelas?
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 22 April 2009, 10:36:47 AM
ikutan metta karuna mudita untuk orang lain juga ah


Tahukah anda nibbana itu tidak akan pernah terrealisasi tanpa "ada org lain"?


bisa diperjelas?


mohon utk direnungkan kata2 buddhis ini: "Metta", "Karuna", Paramita & dll yang ummmnya!

pelaksanaan Metta itu utk apa dan kpd siapa?

juga utk kata Karuna, Paramita-paramita, dll itu!

ika.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: hatRed on 22 April 2009, 10:50:40 AM
bukankah itu brahmavihara.....

Metta ada karena Dosa....

Dosa ada karena ada "orang lain....."

bila "orang lain" tidak ada... maka bagaimana bisa ada Dosa...

bila Dosa tidak ada bagaimana ada Metta...

imho Nibbana terealisasi karena Panna... yg berasal dari Samadhi yg didasari Sila yg baik....
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: bond on 22 April 2009, 11:02:23 AM
Quote
Tahukah anda nibbana itu tidak akan pernah terrealisasi tanpa "ada org lain"?

Orang lain hanyalah sarana/penunjuk/rakit dsb, yg utama adalah diri kita sendiri dalam merealisasi nibbana dengan memiliki sila, samadhi dan panna yg kokoh dan pilar utama. Sekalipun ada orang lain tapi ia tidak memiliki panna atau kedua hal lainnya disertai parami yg cukup, sekalipun Sang Tathagata dihadapan kita maka ia tak melihat apapun demikian Dhamma yg cemerlang didepan mata hanya gurun tandus yg terlihat.  Lalu siapakah penentu perealisasian nibbana? diri sendiri atau orang lain?_/\_

Demikianlah salah satu syair yg telah dibabarkan Sang Buddha sebagai perenungan :

Aku adalah pemilik karmaku sendiri,
Pewaris karmaku sendiri,
Lahir dari karmaku sendiri,
Berhubungan dengan karma ku sendiri,
Terlindung oleh karmaku sendiri,
Apapun karma yg kuperbuat, Baik atau buruk,
Itulah yg akan kuwarisi.
Hendaklah ini kerap kali kurenungkan


Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Lily W on 22 April 2009, 12:21:47 PM
ikutan metta karuna mudita untuk orang lain juga ah


Tahukah anda nibbana itu tidak akan pernah terrealisasi tanpa "ada org lain"?


bisa diperjelas?


mohon utk direnungkan kata2 buddhis ini: "Metta", "Karuna", Paramita & dll yang ummmnya!

pelaksanaan Metta itu utk apa dan kpd siapa?

juga utk kata Karuna, Paramita-paramita, dll itu!

ika.

Bro Ika...kalo sudah direnungkan...terus mau di apain lagi? ;D

_/\_ :lotus:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: Lily W on 22 April 2009, 12:23:08 PM
Quote
Tahukah anda nibbana itu tidak akan pernah terrealisasi tanpa "ada org lain"?

Orang lain hanyalah sarana/penunjuk/rakit dsb, yg utama adalah diri kita sendiri dalam merealisasi nibbana dengan memiliki sila, samadhi dan panna yg kokoh dan pilar utama. Sekalipun ada orang lain tapi ia tidak memiliki panna atau kedua hal lainnya disertai parami yg cukup, sekalipun Sang Tathagata dihadapan kita maka ia tak melihat apapun demikian Dhamma yg cemerlang didepan mata hanya gurun tandus yg terlihat.  Lalu siapakah penentu perealisasian nibbana? diri sendiri atau orang lain?_/\_

Demikianlah salah satu syair yg telah dibabarkan Sang Buddha sebagai perenungan :

Aku adalah pemilik karmaku sendiri,
Pewaris karmaku sendiri,
Lahir dari karmaku sendiri,
Berhubungan dengan karma ku sendiri,
Terlindung oleh karmaku sendiri,
Apapun karma yg kuperbuat, Baik atau buruk,
Itulah yg akan kuwarisi.
Hendaklah ini kerap kali kurenungkan


AKU adalah ARSITEK dari nasibku... :jempol:

_/\_ :lotus:
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 27 April 2009, 02:56:13 PM
bukankah itu brahmavihara.....

Metta ada karena Dosa....

Dosa ada karena ada "orang lain....."

bila "orang lain" tidak ada... maka bagaimana bisa ada Dosa...

bila Dosa tidak ada bagaimana ada Metta...

imho Nibbana terealisasi karena Panna... yg berasal dari Samadhi yg didasari Sila yg baik....
Quote
Tahukah anda nibbana itu tidak akan pernah terrealisasi tanpa "ada org lain"?

Orang lain hanyalah sarana/penunjuk/rakit dsb, yg utama adalah diri kita sendiri dalam merealisasi nibbana dengan memiliki sila, samadhi dan panna yg kokoh dan pilar utama. Sekalipun ada orang lain tapi ia tidak memiliki panna atau kedua hal lainnya disertai parami yg cukup, sekalipun Sang Tathagata dihadapan kita maka ia tak melihat apapun demikian Dhamma yg cemerlang didepan mata hanya gurun tandus yg terlihat.  Lalu siapakah penentu perealisasian nibbana? diri sendiri atau orang lain?_/\_

Demikianlah salah satu syair yg telah dibabarkan Sang Buddha sebagai perenungan :

Aku adalah pemilik karmaku sendiri,
Pewaris karmaku sendiri,
Lahir dari karmaku sendiri,
Berhubungan dengan karma ku sendiri,
Terlindung oleh karmaku sendiri,
Apapun karma yg kuperbuat, Baik atau buruk,
Itulah yg akan kuwarisi.
Hendaklah ini kerap kali kurenungkan



ikutan metta karuna mudita untuk orang lain juga ah


Tahukah anda nibbana itu tidak akan pernah terrealisasi tanpa "ada org lain"?


bisa diperjelas?


mohon utk direnungkan kata2 buddhis ini: "Metta", "Karuna", Paramita & dll yang ummmnya!

pelaksanaan Metta itu utk apa dan kpd siapa?

juga utk kata Karuna, Paramita-paramita, dll itu!

ika.

Bro Ika...kalo sudah direnungkan...terus mau di apain lagi? ;D

_/\_ :lotus:
Quote
Tahukah anda nibbana itu tidak akan pernah terrealisasi tanpa "ada org lain"?

Orang lain hanyalah sarana/penunjuk/rakit dsb, yg utama adalah diri kita sendiri dalam merealisasi nibbana dengan memiliki sila, samadhi dan panna yg kokoh dan pilar utama. Sekalipun ada orang lain tapi ia tidak memiliki panna atau kedua hal lainnya disertai parami yg cukup, sekalipun Sang Tathagata dihadapan kita maka ia tak melihat apapun demikian Dhamma yg cemerlang didepan mata hanya gurun tandus yg terlihat.  Lalu siapakah penentu perealisasian nibbana? diri sendiri atau orang lain?_/\_

Demikianlah salah satu syair yg telah dibabarkan Sang Buddha sebagai perenungan :

Aku adalah pemilik karmaku sendiri,
Pewaris karmaku sendiri,
Lahir dari karmaku sendiri,
Berhubungan dengan karma ku sendiri,
Terlindung oleh karmaku sendiri,
Apapun karma yg kuperbuat, Baik atau buruk,
Itulah yg akan kuwarisi.
Hendaklah ini kerap kali kurenungkan


AKU adalah ARSITEK dari nasibku... :jempol:

_/\_ :lotus:


jika anda paham benar esensi dari ungkapan: "memberi adalah menerima", maka semua pertanyaan dan pernyataan diatas tidak buru2 dilontarkan dibandingkan "melakukan sesuatu"!


ika. 
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: hatRed on 27 April 2009, 03:07:59 PM
betoel.....
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 29 April 2009, 02:23:36 PM
betoel.....


semoga esensi dari kata "Betoel ..." anda itu juga mampu terserap baik oleh para member lainnya.

bagaimana jika tidak?

dibutuhkan kerendahakn hati anda utk memperjelasnya kembali ya! tks, ika.
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: hatRed on 29 April 2009, 11:19:12 PM
semua juga sepertinya tahu apa yg terbaik dan terburuk bagi diri masing masing......

kita tidak bisa mensamakan detail tindakan yg di paksakan.......

asalkan dapat memajukan batin.... semua juga  mau mau mau.....

_/\_

lagipula emang sebelumnya semuanya juga emang berpikir seperti itu kan ::) om ika aja yg baru "nyambung"
Title: Re: Logika aneh umat Buddha
Post by: ika_polim on 30 April 2009, 04:14:02 PM
semua juga sepertinya tahu apa yg terbaik dan terburuk bagi diri masing masing......

kita tidak bisa mensamakan detail tindakan yg di paksakan.......

asalkan dapat memajukan batin.... semua juga  mau mau mau.....

_/\_

lagipula emang sebelumnya semuanya juga emang berpikir seperti itu kan ::) om ika aja yg baru "nyambung"

oo gitu ya!

tks dah for your info nya!

ika.