Saya kepingin balik ke topik lagi neh: Apakah Zen sepenuhnya menolak inteligensi?
Menurut pengalaman saya, tidak. Begitu pun saat berdiskusi dengan Pak Agus
(ya, orang Jogja yang rambutnya tipis itu), justru sebaliknya, Zen malah
menggunakan inteligensi kita untuk melampaui inteligensi itu sendiri.
Ketika kita menggunakan inteligensi, sampai suatu titik kita akan sadar bahwa
inteligensi itu punya batas. Pada titik ketika kita menyadari keterbatasan itu,
maka kita akan mengalami.... (yang tak terkatakan itu).
Jadi, Koan itu logis. Sangat logis. Tanpa menggunakan logika, kita tidak akan
sampai pada... (yang tak terkatakan itu).