Rekan Mokau yang bijak, saya tidak pernah menyebut hanya kemelekatan pada kenikmatan lidah yang disebut lobha. Ketika di topik tertentu kita menyoroti masalah tertentu, sudah pasti kita menggunakan terminologi yang lebih menyempit pada pokok permasalahan (dalam hal ini makanan).
Kalau bahan tumbuhan yanng direkayasa hingga memuaskan kesenangan lidah, saya tidak komentar karena saya pribadi jujur saja lebih senang sayuran murni, dengan cita rasa dan pengolahan yang wajar.
Kalau kemelekatan pandangan:
1. Terlalu jauh dari topik, yakni gaya hidup (makanan).
2. Terlalu relatif untuk dibahas, sebab semua manusia rata-rata punya pandangan (bentuk pemikiran), atau umumnya kita sebut prinsip hidup.
Mempertahankan pendapat bagi saya dalam konteks berbagi pemikiran dan pandangan, bukan mempertahankan lobha. Selama landasan atau dasar pemikirannya dapat dipertanggungjawabkan dalam aspek tertentu (misalnya ilmiah, logis dan obyektif) bagi saya tidak masalah mempertahankan pendapat atau pandangan.
Misalnya Anda sebut menyelamatkan bumi dengan vegetarian, bisa dilihat dari data: Berapa tingkat efisiensi energi bila beralih dari pemakan daging ke vegetarian, berapa luas hektar lahan yang bisa dikonservasi, berapa tingkat emisi (polutan) yang bisa dikurangi, dan sebagainya. Ini data yang bisa dilihat dengan obyektif dan logis, juga cenderung ilmiah (bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan). Mempertahankan pendapat model begini, saya kira tidak bisa dikatakan mempertahankan lobha.
Kecuali mempertahankan pendapat yang sudah salah dan tak bisa dipertanggungjawabkan, mungkin saya setuju bahwa itu lobha.
Demikian. Mohon koreksinya dan maaf jika ada kata-kata yang salah.
Rekan Sunya, saya berharap anda lebih fair dalam berargumen.
Yang menyatakan bahwa dengan bervegetarian bisa mengikis sifat lobha, adalah anda sendiri.
Begini bukan berarti saya menyatakan bervegetarian itu minim lobha (nafsu/keserakahan). Tapi bervegetarian yang benar bisa mengikis sifat lobha dan juga mengurangi tingkat penderitaan makhluk lain (berkaitan dengan sifat konsumtif manusia dan peternakan massal).
Pada waktu saya menjelaskan lobha tidak hanya pada kenikmatan lidah, anda mengatakan hanya menggunakan terminologi yang sempit yang berkaitan dengan pokok bahasan.
Jika anda mau menggunakan terminologi lobha, tentunya anda harus menerima makna keseluruhan dari lobha.
Lain halnya kalau anda menyebutkan bahwa dengan bervegetarian, akan bisa mengurangi keterikatan pada kenikmatan rasa daging.
Demikian juga, jika seorang vegetarian membuat gado gado, bukankah dia menambahkan bumbu yang digiling/diulek berupa kacang, bawang, gula, garam dll yang diukur dengan takaran tertentu atau dicicipi agar rasanya pas; ataukah anda membuat gado gado mencampurkan semua bahan tersebut dengan sayuran tanpa menggiling bumbunya terlebih dahulu?
Pada waktu saya menjelaskan mengenai kemelekatan pada pandangan, anda menyatakan itu terlalu jauh; padahal bukankan masih bagian dari lobha.
Atau anda membuat definisi baru dari terminologi lobha?
Sebaliknya anda tidak menganggap pandangan bahwa dengan bervegetarian bisa menyelamatkan bumi masih relevan dengan topik vegetarian.
Tidak heran jika cara anda berargumen mengundang bata beterbangan.