Tidak semua logika itu benar. Contoh; satu tetes air ditambah satu tetes air, tidak menjadi dua tetes air. Demikian pula kalau kita mengambil contoh lain, misalnya:
1. Burung gagak di Sri Lanka berwarna hitam
2. Burung gagak di India berwarna hitam
3. Burung gagak di Indonesia juga berwarna hitam
Dalam ilmu logika, kesimpulan yang akan diambil adalah semua burung gagak berwarna hitam, tetapi di lewel kenyataan, ada juga burung gagak yang berwarna putih.
ya itu namanya logika yang gak benar. sudah jelas kok ada gagak yang berwarna putih, kok dikatakan "semua" ?
seandainya saya hanya menemukan burung-burung gagak yang berwarna hitam, tentu dapat saya katakan "semua burung gagak berwarna hitam". tetapi arti semua disitu adalah "semua yang saya lihat". jika ternyata ada burung gagak yang berwarna putih di alam nyata, itu tidak menyalahi kata "semua" karena berbeda arti di dalam salah satu 8 kesatuan arti term pokok, yakni burung gagak.
Contoh lain lagi. Dalam Tipitaka disebutkan bahwa:
1. Visakha mencapai kesucian Sotapanna setelah mendengarkan khotbah Dhamma dari Sang Buddha.
2. Bahiya Darucciriya bahkan mencapai kesucian arahat setelah mendengarkan khotbah singkat dari Sang Buddha.
3. Untuk dapat dikatakan mencapai kesucian Sotapanna seseorang perlu mengikis sakkāyadiṭṭhi, Vicikiccha, Sīlabbataparamassa.
Seorang bhikkhu yang membaca fakta ini kemudian berargumentasi:
1. Saya telah membaca Tipitaka sebanyak tujuh kali
2. Saya juga percaya atta itu tidak ada, saya tidak punya keraguan terhadap Tiratana, saya juga tidak percaya ritual dapat menjadi jembatan untuk mencapai kesucian.
Dia kemudian berkesimpulan: Kalau begitu, saya juga telah mencapai kesucian Sotapanna
Kalau theori logika yang dipergunakan, tidak ada salahnya bhikkhu itu mengklain seperti itu, tetapi kalau di level kenyataan, belum tentu dia mencapai kesucian. Karena itu, banyak kritik yang telah dilontarkan kepada bhikkhu tersebut.
betul bro...
katakanlah di dalam sutta disebutkan ciri-ciri kesucian sottapanna adalah a,b, dan c.
dan seseorang mengaku memiliki ciri a, b, dan c.
maka secara logika dapat disimpulkan bahwa ia mencapai kesucian sotapanna (berdsarkan pengakuan dia). jika itu berbeda dengan kenyataan, maka itu tak masalah. karena kita pun tidak menyimpulkan bahwa "kenyataannya dia telah mencapai sotapanna".
yang penting, kita tidak salah menyimpulkan. ketika sseorang mengaku memiliki ciri d, e, f lalu kita simpulkan bahwa dia telah mencapai sotapanna. itu kan logika yang ngaco. atau sebaliknya, keengganan mengakui bahwa secara logika orang tersebut tlah mencapai sotapanna, itu namanya pengingkaran terhadap kebenaran logis.
Saya tidak mengerti apa itu logika piramida, tetapi apa yang ingin saya sampaikan hanyalah bahwa tidak semua logika itu dapat dipergunakan untuk membuktikan kebenaran. Di level logika itu benar, tetapi di level kenyataan itu tidak benar.
saya sudah jelaskan itu semua. adapun piramida logika adalah kumpulan silygisme yang saling berkaitan satu sama lain. satu piramida itu terdiri dari 4 syllogisme.