//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Asli?  (Read 43603 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Predator

  • Sebelumnya: Radi_muliawan
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 585
  • Reputasi: 34
  • Gender: Male
  • Idealis tapi realistis dan realistis walau idealis
Re: Asli?
« Reply #60 on: 13 September 2007, 08:48:09 AM »
"Engga berbahaya ya bhante?? hmm.. kalo ga berbahaya mungkin ajaran buddha masih sangat jelas dan tidak ada perbedaan pandangan.. mengenai pengertian nibana/nirwana saja sudah rancu antara A/B/C padahal itu tujuan utama para buddha, hakikat ke-buddhaan aja belum jelas kalo masih terlahir atau tidak.. berwujud atau tidak.. dan kalo di pertegas maka pasti saja perselisihan muncul"---pengertian nibbana/nirvana yang berbeda sudah muncul saat sang Buddha masih hidup.  Beliau toh ga mempermasalahkan itu.

me:
Beliau tidak akan mempermasalahkan, oleh karenanya yg mendengarkan dan mengikuti petunjuknyalah yg berhasil mencapai pencerahan, apakah saya salah mengatakannya demikan bhante??

"Kalo dibelain juga bingung ngebelain yg mana?? (^_^) abis kalo di bilang A adalah yg paling mendekati.. pasti muncul "ah itu kan pendapat anda" (^_^).. trus kalo di belain juga pasti terlintas akan muncul lobha, dosa, moha tanpa disadari kalo pelatihan dirinya kurang"---Apa perlu dibelain?  Ajaran sang Buddha itu luas kok.  Kalo cuma tau yang A ato yang B aja ato yang C aja...wuah...pengetahuan kita sempit.

me:
Sepengetahuan saya juga memang ajaran buddha sangat luas, tapi sangat fatal juga kalo ternyata pemahaman yg diterima keliru.. biarpun usia masih muda tapi ketika waktu sebelumnya semua ajaran yg berlabel buddha sudah pernah saya ikuti.. akhirnya muncul sebuah kesimpulan "apakah dahulu  buddha mengajarkannya seperti ini??"

"Frankly speeking.. ternyata realitanya seperti itu dan tidak jarang yg sadar akan hukum kamma.. jangankan umat awam beberapa anggota sangha-pun tidak sedikit yg seperti itu (tanpa maksud negatif)..  jika tidak seperti realita pastilah sudah banyak para arahat yg bermunculan dan tidak mungkin ajaran buddha terpecah menjadi beberapa aliran"----Welcome to Buddhism.

me:
Sama-sama bhante (^_^) pait getir udah sering saya liat sendiri dengan mata kepala saya.. jadi ya enjoy aja  8)


NB: untuk rekan2 mohon maaf jika ada yg tersinggung mengenai bahasan saya.. dikarenakan saya berusaha memberikan realita yg ada.. dan jujur saya menuliskan ini tidak dilandasi kebencian.. melainkan mencoba memahami realita yg ada dan menyajikannya sesuai tema..  realita jika dibungkam maka ada kemungkinan akan menimbulkan kerancuan baru dikemudian hari

 _/\_
« Last Edit: 13 September 2007, 08:58:28 AM by Radi_muliawan »
susah dan senang, sakit dan sehat selalu silih berganti

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Asli?
« Reply #61 on: 13 September 2007, 08:59:30 AM »
Quote from: 'radi'
Sesungguhnya bagi saya pribadi aliran manapun tidak ada yg asli tidak juga tidak ada yg tidak asli, tidak menjadi masalah dan beban pikiran.. hanya saja banyak yg membingungkan untuk diserapi.. bahkan kebingungan tersebut kadang suka berkembang menjadi bahan serangan terhadap ajaran buddha dari pihak lain dan pihak internal sendiri..

Benar.
Dari pengalaman saya berdebat antar agama selama bertahunan, saya menemukan bahwa sulit bagi umat agama lain untuk menemukan celah yang tak bisa terjawab dari ajaran Dharma Sang Buddha. Tetapi melihat kesulitan ini kemudian mereka menggunakan taktik lain, yaitu mencari celah / kejelekkan dari kelakuan umat Buddhism sendiri, antara lain issue persengketaan antar aliran dan kefanatikan sebuah aliran. Hal ini sering mereka kemukakan seakan2 mengatakan ajaran Buddha munafik karena tidak sesuai antara yg tertulis dengan praktek umat dalam realita.
Oleh karena itu rekan-rekan, saya rasa sudah saatnya kita untuk memperluas wawasan kita tentang pemahaman Buddhism dari berbagai aliran, sehingga kita bisa saling melindungi sehingga citra Buddhism tidak tercela di mata umum. Apabila kita bisa bersikap non sektarian maka saya rasa Buddhism akan berkembang lebih pesat.

Saya rasa hal inilah yang ingin disampaikan oleh Bhante Upaseno secara tersirat dari pertanyaan dia di awal topik ini.

Salam,
Suchamda
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Asli?
« Reply #62 on: 13 September 2007, 09:15:38 AM »
Quote
Wah bhante aja bilang masih gila gimana saya umat awam  Grin gila setengah mati batuk kronis hampir TBC  Wink

Apakah kita menunggu sampai tua dulu karena mencari orang yg sudah mencapai kesucian dan baru kemudian belajar Dharma darinya?

Saya rasa, bahan2 yang tersedia sudah cukup lengkap. Dan kita pun bisa belajar banyak dari guru, lingkungan, teman, dsb yang walaupun belum mencapai kesucian tapi bisa memberikan suatu pandangan yang sesuai Dharma.

Janganlah berpandangan bahwa seseorang harus bisa melaksanakan A dulu baru boleh menasihati orang lain agar bertindak A. Pada kenyataannya kita semua sedang belajar, sedang berusaha. Sebenarnya kita sadar bahwa kita belum benar2 menjalankan A, akan tetapi dengan memberitahukan nasihat itu kepada orang lain, berarti kita berdana Dharma. Dan perlu diingat bahwa struktur sosial kemasyarakatan dari mahluk manusia itu berfungsi sedemikian rupa untuk saling ingat mengingatkan. Kalau menunggu suci dulu baru mengingatkan, mau tunggu sampai kapan??....kalau masyarakat kita semua bertindak seperti itu, amak tidaka akan ada proses belajar mengajar, dan semuanya akan terjatuh dalam kerusakan moral karena enggan untuk mengingatkan.

Disatu sisi kita memang harus menghindari kemunafikan, tapi disisi lain dana nasihat itu memang sangat dibutuhkan oleh lingkungan sekitar kita. Jadi antara kedua tarikan ini, kita harus bisa seimbang dan bijak menyikapi.

Permasalahan yg kita hadapi mengapa tidak sukses dalam belajar Dhamma utk mencapai kesucian adalah bukan dari siapa yang mengajar atau masalah kesucian si pengajar, akan tetapi lebih ditentukan oleh komitmen dan tekad diri kita sendiri untuk mempraktekkan apa yang sudah kita pelajari.
Kebanyakan dari kita hanyalah ingin mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tapi enggan atau merasa tidak bisa kala disuruh mempraktekkannya, tentu dengan segudang alasan. Saya khawatir, mencari-cari orang yang 'sudah tidak batuk' untuk mengajar kita itupun sebenarnya adalah salah satu dari segudang dalih tersebut.

Membayangkan orang-orang yg sudah suci itu adalah sekedar bayangan / konsep kita. Pada saat kita nantinya betul2 bertemu dengan orang suci itu, belum tentu sesuai dengan bayangan kita tsb dan akhirnya kita tolak beliau....atau malah jangan2 bisa saja kita labeli dia sesat. :)

Hanya orang yang sudah dekat dengan kesucian tersebut, yang memiliki pengetahuan intuitif untuk menduga mana yang telah sembuh total dan mana yang belum, itu pun masih dugaan. Hanya orang yg sudah mencapai kesucian itu atau lebih, baru bisa dengan pasti menentukan. Tapi orang2 yang demikian, sudah tidak akan banyak bicara lagi dan tentu tidak mau berkata2 untuk menyatakan.

Melihat kondisi dari apa yg saya bicarakan dari atas ini, lantas apakah kita masih perlu mempermasalahkan mencari 'juru selamat' yg ada di angan2 kita? Ingatlah bahwa penolong kita adalah diri kita sendiri.

Mudah2an bermanfaat, dan maaf bila ada nada bicara atau isi yg kurang berkenan.

Salam,
Suchamda
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Predator

  • Sebelumnya: Radi_muliawan
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 585
  • Reputasi: 34
  • Gender: Male
  • Idealis tapi realistis dan realistis walau idealis
Re: Asli?
« Reply #63 on: 13 September 2007, 09:36:47 AM »
Quote from: 'radi'
Sesungguhnya bagi saya pribadi aliran manapun tidak ada yg asli tidak juga tidak ada yg tidak asli, tidak menjadi masalah dan beban pikiran.. hanya saja banyak yg membingungkan untuk diserapi.. bahkan kebingungan tersebut kadang suka berkembang menjadi bahan serangan terhadap ajaran buddha dari pihak lain dan pihak internal sendiri..

Benar.
Dari pengalaman saya berdebat antar agama selama bertahunan, saya menemukan bahwa sulit bagi umat agama lain untuk menemukan celah yang tak bisa terjawab dari ajaran Dharma Sang Buddha. Tetapi melihat kesulitan ini kemudian mereka menggunakan taktik lain, yaitu mencari celah / kejelekkan dari kelakuan umat Buddhism sendiri, antara lain issue persengketaan antar aliran dan kefanatikan sebuah aliran. Hal ini sering mereka kemukakan seakan2 mengatakan ajaran Buddha munafik karena tidak sesuai antara yg tertulis dengan praktek umat dalam realita.
Oleh karena itu rekan-rekan, saya rasa sudah saatnya kita untuk memperluas wawasan kita tentang pemahaman Buddhism dari berbagai aliran, sehingga kita bisa saling melindungi sehingga citra Buddhism tidak tercela di mata umum. Apabila kita bisa bersikap non sektarian maka saya rasa Buddhism akan berkembang lebih pesat.

Saya rasa hal inilah yang ingin disampaikan oleh Bhante Upaseno secara tersirat dari pertanyaan dia di awal topik ini.

Salam,
Suchamda


Saya pun memahami jika memang ada yg tersirat..
tapi setidaknya bukan berarti kita menutup mata dengan realita..

jadi ingat sampai jam 6 sore kemarin saja masih ada pendeta yg bertanya "Buddha emang ngajarin ada kaisar langit??" wahh saya ga bisa jawab jadinya (^_^')

Pendeta tersebut pun bertanya "Bhante kok minta2 dan kenapa harus diutan?? apakah takut godaan di kota2?? kenapa bhante kaga kerja??" pertanyaan ini saya bisa jawab dan memberikan sedikit pengertian mengenai apa itu samana dan apa perbedaan meminta-minta dengan memberikan kesempatan untuk berdana

Rekan Pendeta bertanya "Elo yakin kalo penjahat begitu mau mati bisa masuk surga??" ya untuk ini saya juga bisa menjawab (^_^) "masuk surga bagus ga masuk surga juga ga apa2.. tapi kalo anda membicarakan agama sebagai suatu kebenaran maka harus mampu memberikan bukti2 kalo tidak bisa.. maka itu masih baru wacana"

Jadi kasihan.. (^_^) hari gini masih ada yg bertanya seperti itu, lebih kasihan harini gini saya masih ditanya gituan juga
« Last Edit: 13 September 2007, 09:38:23 AM by Radi_muliawan »
susah dan senang, sakit dan sehat selalu silih berganti

Offline Predator

  • Sebelumnya: Radi_muliawan
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 585
  • Reputasi: 34
  • Gender: Male
  • Idealis tapi realistis dan realistis walau idealis
Re: Asli?
« Reply #64 on: 13 September 2007, 10:03:42 AM »
Apakah kita menunggu sampai tua dulu karena mencari orang yg sudah mencapai kesucian dan baru kemudian belajar Dharma darinya?

me:
Bukan menunggu sampai tua melainkan untuk memastikan apakah yg sudah ditangkap dan di cerapi sudah benar adanya


Saya rasa, bahan2 yang tersedia sudah cukup lengkap. Dan kita pun bisa belajar banyak dari guru, lingkungan, teman, dsb yang walaupun belum mencapai kesucian tapi bisa memberikan suatu pandangan yang sesuai Dharma.

me:
untuk saya pribadi ada satu yg belum lengkap yaitu tipitaka yg sudah diterjemahkan ke bahasa indonesia yg baik dan benar sesuai dengan maksud tulisan pali bukan sepenggal-sepenggal

Janganlah berpandangan bahwa seseorang harus bisa melaksanakan A dulu baru boleh menasihati orang lain agar bertindak A. Pada kenyataannya kita semua sedang belajar, sedang berusaha. Sebenarnya kita sadar bahwa kita belum benar2 menjalankan A, akan tetapi dengan memberitahukan nasihat itu kepada orang lain, berarti kita berdana Dharma. Dan perlu diingat bahwa struktur sosial kemasyarakatan dari mahluk manusia itu berfungsi sedemikian rupa untuk saling ingat mengingatkan. Kalau menunggu suci dulu baru mengingatkan, mau tunggu sampai kapan??....kalau masyarakat kita semua bertindak seperti itu, amak tidaka akan ada proses belajar mengajar, dan semuanya akan terjatuh dalam kerusakan moral karena enggan untuk mengingatkan.

Disatu sisi kita memang harus menghindari kemunafikan, tapi disisi lain dana nasihat itu memang sangat dibutuhkan oleh lingkungan sekitar kita. Jadi antara kedua tarikan ini, kita harus bisa seimbang dan bijak menyikapi.

me:
betul

Permasalahan yg kita hadapi mengapa tidak sukses dalam belajar Dhamma utk mencapai kesucian adalah bukan dari siapa yang mengajar atau masalah kesucian si pengajar, akan tetapi lebih ditentukan oleh komitmen dan tekad diri kita sendiri untuk mempraktekkan apa yang sudah kita pelajari.

me :
Kalo mencari jalan menggunakan peta yg salah maka jalan tersebut belum tentu bisa membawa ke tujuan, dengan komitmen dan perjuangan memang bisa sampai tujuan.. kalo sampainya di tujuannya diamksud tapi kalo tujuannya jalan buntu?? (^_^)

Kebanyakan dari kita hanyalah ingin mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tapi enggan atau merasa tidak bisa kala disuruh mempraktekkannya, tentu dengan segudang alasan. Saya khawatir, mencari-cari orang yang 'sudah tidak batuk' untuk mengajar kita itupun sebenarnya adalah salah satu dari segudang dalih tersebut.

me:
Bukan dalih tapi kadang dibutuhkan sebuah kepastian dari apa yg telah diterima dari sebuah pencerapan


Membayangkan orang-orang yg sudah suci itu adalah sekedar bayangan / konsep kita. Pada saat kita nantinya betul2 bertemu dengan orang suci itu, belum tentu sesuai dengan bayangan kita tsb dan akhirnya kita tolak beliau....atau malah jangan2 bisa saja kita labeli dia sesat. :)

me:
Lah itu lah yg terjadi.. karena makin banyak yg mengakui dirinya suci dan mendirikan aliran baru yg belum tentu sejalan dengan buddha dhamma

Hanya orang yang sudah dekat dengan kesucian tersebut, yang memiliki pengetahuan intuitif untuk menduga mana yang telah sembuh total dan mana yang belum, itu pun masih dugaan. Hanya orang yg sudah mencapai kesucian itu atau lebih, baru bisa dengan pasti menentukan. Tapi orang2 yang demikian, sudah tidak akan banyak bicara lagi dan tentu tidak mau berkata2 untuk menyatakan.

me:
sebenernya disitulah yg diaharapkan oleh saya pribadi.. orang yg sudah benar-benar mampu dengan pasti membedakan benar dan kurang benar

Melihat kondisi dari apa yg saya bicarakan dari atas ini, lantas apakah kita masih perlu mempermasalahkan mencari 'juru selamat' yg ada di angan2 kita? Ingatlah bahwa penolong kita adalah diri kita sendiri.

me:
Tidak perlu tapi apakah salah dan tidak wajar jika kita masih mengharapkan sosok yg memberikan pengarahan yg tajam dan mengenai sasaran?? dan bukan untuk minta diselamatkan loh (^_^)

Mudah2an bermanfaat, dan maaf bila ada nada bicara atau isi yg kurang berkenan.

Salam,
Suchamda
« Last Edit: 13 September 2007, 10:06:03 AM by Radi_muliawan »
susah dan senang, sakit dan sehat selalu silih berganti

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Asli?
« Reply #65 on: 13 September 2007, 12:42:30 PM »
Quote
Tidak perlu tapi apakah salah dan tidak wajar jika kita masih mengharapkan sosok yg memberikan pengarahan yg tajam dan mengenai sasaran??

Sebenarnya anda sudah bisa menjawab sendiri : tidak perlu.
Kemudian soal apakah salah atau kewajaran, kalau pikiran anda masih terus mencari dan berkembang biak dengan pertanyaan-pertanyaan dan berkutat dengan label2, maka apa yang anda cari?

(pertanyaan saya ini tidak perlu dijawab dengan pikiran yang penuh pengetahuan dan harapan. Saya tidak berminat mengajak anda berdebat. Tapi pertanyaan itu bersifat mendalam untuk mengarahkan anda melihat batin anda sendiri. Saya yakin persoalan ini bukan masalah kalau anda bisa melihat batin anda sendiri. Silakan direnungkan dulu. Sabar.)
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Predator

  • Sebelumnya: Radi_muliawan
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 585
  • Reputasi: 34
  • Gender: Male
  • Idealis tapi realistis dan realistis walau idealis
Re: Asli?
« Reply #66 on: 13 September 2007, 12:54:20 PM »
Quote
Tidak perlu tapi apakah salah dan tidak wajar jika kita masih mengharapkan sosok yg memberikan pengarahan yg tajam dan mengenai sasaran??

Sebenarnya anda sudah bisa menjawab sendiri : tidak perlu.
Kemudian soal apakah salah atau kewajaran, kalau pikiran anda masih terus mencari dan berkembang biak dengan pertanyaan-pertanyaan dan berkutat dengan label2, maka apa yang anda cari?

(pertanyaan saya ini tidak perlu dijawab dengan pikiran yang penuh pengetahuan dan harapan. Saya tidak berminat mengajak anda berdebat. Tapi pertanyaan itu bersifat mendalam untuk mengarahkan anda melihat batin anda sendiri. Saya yakin persoalan ini bukan masalah kalau anda bisa melihat batin anda sendiri. Silakan direnungkan dulu. Sabar.)


(^_^)

(saya hanya menyajikan sesuai tema tidak lebih.. dan tidak kurang..)
sesungguhnya saya mengikuti organisasi budhist pun serasa tidak bermanfaat banyak dan sudah puas dengan kondisi sekarang..  hanya karena keprihatinan sebagai sesama buddhist maka saya masih bertahan dan harap itu tetap saya pegang teguh.. yah mungkin saya harus dengan tegas melepas keperdulian saya dan harapan saya untuk kemajuan budhism di diri saya dan sekitar saya :|
« Last Edit: 13 September 2007, 01:13:51 PM by Radi_muliawan »
susah dan senang, sakit dan sehat selalu silih berganti

Offline Upaseno

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 244
  • Reputasi: 17
  • Gender: Male
Re: Asli?
« Reply #67 on: 13 September 2007, 11:37:27 PM »
For Radi:
"Beliau tidak akan mempermasalahkan, oleh karenanya yg mendengarkan dan mengikuti petunjuknyalah yg berhasil mencapai pencerahan, apakah saya salah mengatakannya demikan bhante??"---Belum tentu juga, ada juga yang harus tunggu beberapa kehidupan lagi.  Ada Devadatta bersama gangnya juga.

"sepengetahuan saya juga memang ajaran buddha sangat luas, tapi sangat fatal juga kalo ternyata pemahaman yg diterima keliru.. biarpun usia masih muda tapi ketika waktu sebelumnya semua ajaran yg berlabel buddha sudah pernah saya ikuti.. akhirnya muncul sebuah kesimpulan "apakah dahulu  buddha mengajarkannya seperti ini??""---Ya kan memang perlu begitu.  Analisa, observasi, dibuktikan, baru diyakini.

"Jadi kasihan.. (^_^) hari gini masih ada yg bertanya seperti itu, lebih kasihan harini gini saya masih ditanya gituan juga"---pertanyaan begini sudah mulai dari dulu dan tak akan berakhir sampe kapanpun.
« Last Edit: 13 September 2007, 11:42:53 PM by Upaseno »

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Asli?
« Reply #68 on: 14 September 2007, 07:37:05 PM »
Artikel ini menarik untuk dibaca melengkapi wawasan kita tentang sejarah awal buddhism.
Barangkali bisa juga menjelaskan 'misteri' dari apa yang dikatakan B.Upaseno :

Quote
Pertama, "Theravada adalah ‘Ajaran Tua’: Ajaran Sang Buddha yang dirangkum oleh Bhikkhu-Bhikkhu tua pada konsili-konsili awal."  Ini kan sudah jelas bahwa ada gap dalam usia.  Yang muda pada kemana?

Yang kedua, saya tulis, "Yang ikut Konsili-Konsili awal juga tidak semua Bhikkhu, hanya sebagian kecil saja."  Mestinya orang-orang Dhammacitta bisa sensitive membaca statement itu.  "Hanya sebagian kecil saja," dan sebagian besar pada kemana?

 MAHASAMGHIKA
Doctrines       

The Mahasamghika school (`those Belonging to the Universal Sangha') represents one of the earliest systematic interpretations of Buddhist doctrine.  Very little material on the fraternity has survived and we can only piece together their doctrines from sources preserved mainly in Chinese. Although regarded as a non-Mahayana school the Mahasamghika had a view of the Buddha which looks characteristically  Mahayana. Indeed, what remains of the Mahasamghika canon incorporates elements of, and has been incorporated by, the Mahayana. An example of this is the Mahavastu sutra of the Mahasamghika which, like many  Mahayana  sutras, describes the stages through which a Bodhisattva passes on the way to enlightenment.
     The Mahasamghikas regarded the Buddha as supramundane, beyond all impurity and restriction. Although he is real, his human life was illusory and was lived for the benefit of sentient beings. Therefore his lives, even before his final miraculous human birth, transcended unenlightened knowledge and his human quest for enlightenment was illusory.  Because this is the case all the words he spoke were concerned with the transcendent and it is up to listeners to understand them rightly according to their capabilities. Unlike the Sthaviravadins (the elders) the  Mahasamghikas accepted five points put forward by a monk named Mahadeva who argued that arhats were still subject to nocturnal emissions as a result of erotic dreams; that, though spiritually enlightened, they were still subject to ignorance on worldly matters; that they were subject to doubt; that they could still acquire information from other people; and that when entering the enlightened state they may speak certain words, for example "dukkha!". These points, which represented a lowering in the status of an arhat, may also have been an attempt to re-present arhatship as an attainable goal.
History       

The Mahasamghika school maintained the view of the majority of the Buddhist Sangha when it first divided from the Sthaviravadins either at the second Buddhist council at Vaisali, held about seventy years after the Buddha's death or, more likely, at a later meeting at Pataliputra in about 308BCE. Three possible reasons for this division have been advanced, based on accounts preserved by various later schools. One possible reason was a division over matters of doctrine which centres on Mahadeva's five points. Although Mahadeva's points were significant for future doctrinal development, they are unlikely to have been the cause for this early division since schisms (sanghabeda) generally resulted from differences in the vinaya, the disciplinary code. According to some sources, the Sthaviravadins divided from the  Mahasamghika in order to reestablish adherence to the vinaya after it had become lax.  Mahasamghika sources however record that the Sthaviravadin elders were attempting to introduce minor rules which had not been laid down at the original vinaya recitation at the first Council and were thereby straying unnecessarily from the tradition. This interpretation is backed up by the fact that the  Mahasamghika vinaya, which has survived, is thought to be very early and is indeed the shortest surviving version of the vinaya.
     We know that the Mahàsàüghikas later subdivided into two fraternities; the Ekavyavhàrika in the north and the Caitra in the south, although sources are insufficient to provide details of these developments.
Symbols       

There is no textual or inscriptional evidence to indicate that the school had a distinct symbol system.

Adherents       

The Mahasamghika school and much of its canon was destroyed during the Muslim invasion of Northern India in the twelfth century. However, the influence of the  Mahasamghika survives through the admission of its sutras to the Mahayana canon, particularly in its Chinese recension.

Headquarters/
Main Centre       

The school was very strong in Magadha, at Pataliputra, and there is inscriptional evidence of its presence in Mathura from 120 BCE. At a later date it established a centre in Southern India in the Guntur district.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline lim

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 113
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Asli?
« Reply #69 on: 16 September 2007, 04:55:17 PM »
salut saya buat kk  [at] Suchamda penjelasannya bagus2  ;D

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Asli?
« Reply #70 on: 16 September 2007, 11:13:41 PM »
Apa yang disampaikan Sdr. Suchamda tetap tidak mengungkapkan apa yang terjadi.

Pertama perlu dipertanyakan dulu pernyataan Bhante Upaseno mengenai "Theravada adalah ‘Ajaran Tua’: Ajaran Sang Buddha yang dirangkum oleh Bhikkhu-Bhikkhu tua pada konsili-konsili awal." Dan adanya gap usia. Pertanyaannya adalah apakah hanya ada Bhikkhu-Bhikkhu tua dalam konsili 1dan 2, sama sekali tidak ada bhikkhu-bhikku muda yang hadir dan mereka (Bhikkhu tua) hanya berperan merangkum atau juga menentukan isi?
Apa dasar dari Bhante mengatakan adanya gap usia? Adakah bukti berupa teks yang menyebutkan usia dari yang hadir dalam konsili-konsili awal sehingga bisa disimpulkan adanya gap usia?

Sekarang, katakanlah memang ada gap usia dan yang ada hanyalah bhikkhu-bhikkhu tua yang bersidang, kemudian dikaitkan dengan munculnya Mahasamghika. Maka ada kemungkinan bahwa bhikkhu-bhikkhu muda “lari” dan membentuk Mahasamghika (yang diperkirakan terjadi antara konsili 2 dan 3), tapi tetap tidak ada catatan yang memastikan hal ini. Mahasamghika juga tidak bisa dipastikan berarti besar (maha) dalam jumlah.

Jikapun benar bahwa bhikkhu-bhikkhu muda “lari” dan membentuk Mahasamghika, kita juga belum bisa mengatakan bahwa ada yang tidak beres dengan bhikkhu-bhikkhu tua ataupun bhikkhu-bhikkhu muda. Sifat pemberontak (kaum muda) dan sifat konservatif (kaum tua), keduanya memiliki potensi berbuat kesalahan karena sifat-sifat mereka tesebut.

Di satu sisi Mahasamghika menuduh para Tetua (Sthaviravāda) menambahkan aturan kecil pada vinaya yang tidak ada pada konsili pertama (tidak disebutkan dalam artikel Sdr. Suchamada), sedangkan Sthaviravāda menuduh Mahasamghika menambah pratimoksha / patimokkha. Sampai sini pun kita belum mengetahui mana yang benar, mana yang asli.

Kemunculan Mahadeva pun tidak membantu, kita pun tidak tahu kehidupannya secara detail apalagi motif untuk memasuki sangha. Tetapi dari kisahnya bisa dikatakan bahwa emosinya sangat labil dan penuh kecurigaan, meskipun kemudian dikatakan ia memiliki karisma tersendiri. Orang dengan kondisi batin seperti ini, bila dihadapkan pada situasi yang pelik seperti beradu argumen bisa jadi memicu kelabilan emosinya. Dan tidak perlu diperjelas lagi apa yang terjadi jika perasaan emosi mengambil alih pikiran sehat. So, haruskah kita percaya mentah-mentah 5 hal negatif yang diajukan Mahadeva terhadap arahat?

Jadi apa yang disampaikan Sdr. Suchamda belum bisa mengungkapkan apa yang terjadi, hanya mengungkapkan sudut pandang yang lain.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Asli?
« Reply #71 on: 16 September 2007, 11:55:24 PM »
BRAVOOOO KELANA!!! ;D

Offline cowcool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 132
  • Reputasi: 7
Re: Asli?
« Reply #72 on: 21 September 2007, 01:35:58 AM »
Bhante,

Kalau menurut pendapat saya asli 100 persen atau tidak asli 100 persen tidaklah terlalu penting. Saya yakin Sang Buddha jauh sebelum hari sudah memperkirakan adanya pembagian sekte2.

Lalu mengapa dibiarkan?. Yah namanya manusia semua orang memiliki pikiran yg unik dan berbeda, memiliki preferensi dan pengharapan yg berbeda beda, latar belakang yg berbeda beda.

Selama di ajaran tertentu meyakini anatta, anicca dan menjalankan 4 kebenaran utama dan 8 ruas jalan utama, saya yakin di situ ada peluang untuk mencapai enlightment.

Bagi saya yang manakah yg benar apakah konsep Bodhisattva atau Arahat tidaklah terllau penting karena konsep Arahat dan Boddhisatva Mahasattva itu masih merupakan produk pikiran dan selama kita melakukan proses berpikir/terikat pada produk pikiran maka tidak mungkin mencapai kebenaran tertinggi karena sifat pikiran itu terbatas/tidak transendental .. setiap proses pikiran membutuhkan waktu . Segala sesuatu yang masih membutuhkan waktu dan ruang bukanlah kebenaran tertinggi.

Masih jauh lebih baik tidak melakukan proses berpikir sama sekali sehingga tak terikat ruang dan waktu. Tapi saya juga cuma sekedar teori saja, masih amat amat amat  sangat jauh  dari realisasi.





Sering kita dengar ajaran Theravada adalah ajaran yang asli dari Sang Buddha.  Benarkah menurut anda?  Mengapa?
« Last Edit: 21 September 2007, 01:37:50 AM by cowcool »
ShoeDistro.com
Depotkantor.com

Offline Upaseno

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 244
  • Reputasi: 17
  • Gender: Male
Re: Asli?
« Reply #73 on: 25 September 2007, 07:58:51 AM »
"Kalau menurut pendapat saya asli 100 persen atau tidak asli 100 persen tidaklah terlalu penting."---Memang ga terlalu penting...namanya juga untuk forum, just for fun...


Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Asli?
« Reply #74 on: 25 September 2007, 10:33:49 AM »
"Kalau menurut pendapat saya asli 100 persen atau tidak asli 100 persen tidaklah terlalu penting."---Memang ga terlalu penting...namanya juga untuk forum, just for fun...

 :)) Betul Bhante, kalau tidak kasihan Bro Ben yang sudah cape-cape buat forum tapi forumnya kosong melompong ^-^


« Last Edit: 25 September 2007, 10:35:26 AM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -