Apakah kita menunggu sampai tua dulu karena mencari orang yg sudah mencapai kesucian dan baru kemudian belajar Dharma darinya?
me:
Bukan menunggu sampai tua melainkan untuk memastikan apakah yg sudah ditangkap dan di cerapi sudah benar adanya
Saya rasa, bahan2 yang tersedia sudah cukup lengkap. Dan kita pun bisa belajar banyak dari guru, lingkungan, teman, dsb yang walaupun belum mencapai kesucian tapi bisa memberikan suatu pandangan yang sesuai Dharma.
me:
untuk saya pribadi ada satu yg belum lengkap yaitu tipitaka yg sudah diterjemahkan ke bahasa indonesia yg baik dan benar sesuai dengan maksud tulisan pali bukan sepenggal-sepenggal
Janganlah berpandangan bahwa seseorang harus bisa melaksanakan A dulu baru boleh menasihati orang lain agar bertindak A. Pada kenyataannya kita semua sedang belajar, sedang berusaha. Sebenarnya kita sadar bahwa kita belum benar2 menjalankan A, akan tetapi dengan memberitahukan nasihat itu kepada orang lain, berarti kita berdana Dharma. Dan perlu diingat bahwa struktur sosial kemasyarakatan dari mahluk manusia itu berfungsi sedemikian rupa untuk saling ingat mengingatkan. Kalau menunggu suci dulu baru mengingatkan, mau tunggu sampai kapan??....kalau masyarakat kita semua bertindak seperti itu, amak tidaka akan ada proses belajar mengajar, dan semuanya akan terjatuh dalam kerusakan moral karena enggan untuk mengingatkan.
Disatu sisi kita memang harus menghindari kemunafikan, tapi disisi lain dana nasihat itu memang sangat dibutuhkan oleh lingkungan sekitar kita. Jadi antara kedua tarikan ini, kita harus bisa seimbang dan bijak menyikapi.
me:
betul
Permasalahan yg kita hadapi mengapa tidak sukses dalam belajar Dhamma utk mencapai kesucian adalah bukan dari siapa yang mengajar atau masalah kesucian si pengajar, akan tetapi lebih ditentukan oleh komitmen dan tekad diri kita sendiri untuk mempraktekkan apa yang sudah kita pelajari.
me :
Kalo mencari jalan menggunakan peta yg salah maka jalan tersebut belum tentu bisa membawa ke tujuan, dengan komitmen dan perjuangan memang bisa sampai tujuan.. kalo sampainya di tujuannya diamksud tapi kalo tujuannya jalan buntu?? (^_^)
Kebanyakan dari kita hanyalah ingin mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tapi enggan atau merasa tidak bisa kala disuruh mempraktekkannya, tentu dengan segudang alasan. Saya khawatir, mencari-cari orang yang 'sudah tidak batuk' untuk mengajar kita itupun sebenarnya adalah salah satu dari segudang dalih tersebut.
me:
Bukan dalih tapi kadang dibutuhkan sebuah kepastian dari apa yg telah diterima dari sebuah pencerapan
Membayangkan orang-orang yg sudah suci itu adalah sekedar bayangan / konsep kita. Pada saat kita nantinya betul2 bertemu dengan orang suci itu, belum tentu sesuai dengan bayangan kita tsb dan akhirnya kita tolak beliau....atau malah jangan2 bisa saja kita labeli dia sesat.
me:
Lah itu lah yg terjadi.. karena makin banyak yg mengakui dirinya suci dan mendirikan aliran baru yg belum tentu sejalan dengan buddha dhamma
Hanya orang yang sudah dekat dengan kesucian tersebut, yang memiliki pengetahuan intuitif untuk menduga mana yang telah sembuh total dan mana yang belum, itu pun masih dugaan. Hanya orang yg sudah mencapai kesucian itu atau lebih, baru bisa dengan pasti menentukan. Tapi orang2 yang demikian, sudah tidak akan banyak bicara lagi dan tentu tidak mau berkata2 untuk menyatakan.
me:
sebenernya disitulah yg diaharapkan oleh saya pribadi.. orang yg sudah benar-benar mampu dengan pasti membedakan benar dan kurang benar
Melihat kondisi dari apa yg saya bicarakan dari atas ini, lantas apakah kita masih perlu mempermasalahkan mencari 'juru selamat' yg ada di angan2 kita? Ingatlah bahwa penolong kita adalah diri kita sendiri.
me:
Tidak perlu tapi apakah salah dan tidak wajar jika kita masih mengharapkan sosok yg memberikan pengarahan yg tajam dan mengenai sasaran?? dan bukan untuk minta diselamatkan loh (^_^)
Mudah2an bermanfaat, dan maaf bila ada nada bicara atau isi yg kurang berkenan.
Salam,
Suchamda