//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: tradisi pai cheng bu  (Read 52950 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Blacquejacque

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 229
  • Reputasi: 7
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #120 on: 08 September 2011, 09:24:22 AM »
jadi apa bedanya tradisi pai cheng bu ini dengan mencetak buku sutra.

Metode dan tujuan

Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #121 on: 08 September 2011, 09:31:48 AM »
Menurut saya,
Hanya pikiran bersekutu dengan dosa (kebencian), loba (keserakahan), dan moha (kebodohan batin)  maka tindakan akan dikatakan perbuatan buruk.

Jika suatu tradisi hanya mewariskan hal yang tidak bermanfaat kepada generasi berikut mungkin akan mudah ditinggalkan, namun jika juga berdampak  menggerogoti kualitas mental?

Sungguh ironis, kadang kita ingin memberikan pandangan benar kepada anak kita, namun justru kita menjejelnya juga dengan suatu hal yang membebani mental mereka.

Terus terang, saya melihat topik ini berdasarkan pada kekhawatiran TS pada menjalankan tradisi orang tua, apakah nanti kalau tidak diikuti akan berakibat buruk atau tidak, serta “kutukan-kutukan” orang tua menyelimuti tradisi tesebut. Semua inilah yang saya sebut sebagai warisan. Saya tidak tahu apakah anda juga akan memaki dan mengutuk anak anda sebagai anak durhaka jika anak anda tidak melakuan tradisi yang sama.

Sekali lagi, tidak ada yang bisa melarang anda melakukan tradisi.

hampir dipastikan tiada konteks Loba dan Dosa pada tradisi ini. ini pemahaman saya pribadi.

Moha mungkin.

nah menjadi moha kalau kita tidak memahami atau memahami dan melakukan dengan tujuan pemahaman itu sendiri.
tradisi ini bertujuan meminta perlindungan pada ibu peri untuk melindungi anak. padahal hal tersebut sedikit rancu dengan meminta permohonan pada makhluk lain. toh karma kita lah yang akhirnya menentukan kondisi kita.
tapi menurut saya kalau kita melaksanakannya dengan maksud mempertahankan keunikan tradisi itu sendiri, dan juga akan mendapat ketenangan batin rasanya tidaklah salah dijalankan.
sekali lagi kita harus memahami bahwa saya melakukan bukan karena akan mendapat perlindungan, saya melakukan hanya alasan sebab lain yang tidak berhubungan dengan mencari perlindungan.

betul pada awal saya ragu, makanya saya buka topik ini dengan harapan mendapat jawaban yang tepat. banyak sekali ragam komentar dan masukan, beberapa saling bertentangan malah.
ada yang bilang sebaiknya ditinggalkan
ada yang bilang tidak apa-apa dilanjutkan

saya ambil jalan tengah, makanya saya kembali pada penilaian tradisi itu sendiri.
1. tujuan tradisi
tradisi ini bertujuan untuk meminta perlindungan Cheng Bu untuk melindungi, menjaga, membimbing anak kita yang masih kecil. dalam pemahaman bahwa setiap orang tua ada kalanya akan lalai dalam menjaga anak, maka timbul tradisi kepercayaan meminta perlindungan dari sesuatu yang lain yang menurut kepercayaan kuno sangatlah nyata keberadaan dia yang akan kita minta perlindungannya.
dalam hal ini saya tidak menemukan sesuatu yang negatif pada tujuan pelaksanaanya. kecuali pandangan yang salah.
nah kalau kita tetap melakukan dengan pandangan yang benar, bahwa tidak bakal ada sesuatu mahluk lain yang akan melindungi anak kita. rasanya hal tersebut tidak lah salah.
LAKUKAN TRADISI KARENA TRADISI ITU SENDIRI
simpel, tiada kaitan LDM disini.
2. warisan
entah kapan mulainya tradisi ini, tapi setahu saya nenek moyang saya sudah melakukannya dari dahulu kala. diwariskan turun temurun. ayah pada anak, anak pada anaknya lagi dan seterusnya entah kapan tradisi ini akan hilang.
dengan alasan kebudayaan dan tradisilah menjadikan salah satu tonggak peradaban manusia maka mempertahankan tradisi ini menjadi sebuah hal yang menurut saya cukup layak.
apakah saya akan mewariskan pada anak saya sesuatu yang tidak bermanfaat? itu hal lain lagi.
menurut saya seorang anak akan cendrung mengikuti atau mencontoh orang tuanya apa lagi pada hal-hal yang tidak dimengerti, dengan anggapan bahwa tindakan orang tuanya tidak salah jadi apa salahnya diikuti? nah dulu kita sering dihadapkan pada kondisi kalau kita bertanya kenapa? para orang tua selalu berkata jangan membangkang lakukan saja. hal tersebut salah, tugas kita sebagai orang tua harus memberikan pandangan dan pemahaman yang benar dan baik pada anak.
jadi jika saya ternyata mewariskan pada anak saya tradisi ini, maka saya akan memberi tahukan pada mereka pandangan dan pemahaman yang benar pada anak-anak saya. boleh di ikuti boleh di tinggalkan.

so what? tidak ada yang salah toh pada tradisi ini?

hal tersebutlah yang menghapus keraguan saya pada tradisi ini dan mungkin juga pada tradisi tradisi yang lainnya diluar topik ini.

namun pemahaman saya mungkin saja salah, dan mungkin justru saya dikuasai oleh MOHA yang parah.
untuk itu walau saya tegas pada pernyataan saya diatas, saya sangat wellcome pada masukan.
saya akan sangat senang jika ada yang bisa meyakinkan saya benar
saya juga akan sangat senang jika ada yang bisa meyakinkan saya salah
saya belajar
untuk itu saya sangat haus akan masukan untuk memperbaiki diri.

 _/\_ _/\_

Offline Blacquejacque

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 229
  • Reputasi: 7
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #122 on: 08 September 2011, 09:59:09 AM »
hampir dipastikan tiada konteks Loba dan Dosa pada tradisi ini. ini pemahaman saya pribadi.

Moha mungkin.

nah menjadi moha kalau kita tidak memahami atau memahami dan melakukan dengan tujuan pemahaman itu sendiri.
tradisi ini bertujuan meminta perlindungan pada ibu peri untuk melindungi anak. padahal hal tersebut sedikit rancu dengan meminta permohonan pada makhluk lain. toh karma kita lah yang akhirnya menentukan kondisi kita.
tapi menurut saya kalau kita melaksanakannya dengan maksud mempertahankan keunikan tradisi itu sendiri, dan juga akan mendapat ketenangan batin rasanya tidaklah salah dijalankan.
sekali lagi kita harus memahami bahwa saya melakukan bukan karena akan mendapat perlindungan, saya melakukan hanya alasan sebab lain yang tidak berhubungan dengan mencari perlindungan.

betul pada awal saya ragu, makanya saya buka topik ini dengan harapan mendapat jawaban yang tepat. banyak sekali ragam komentar dan masukan, beberapa saling bertentangan malah.
ada yang bilang sebaiknya ditinggalkan
ada yang bilang tidak apa-apa dilanjutkan

saya ambil jalan tengah, makanya saya kembali pada penilaian tradisi itu sendiri.
1. tujuan tradisi
tradisi ini bertujuan untuk meminta perlindungan Cheng Bu untuk melindungi, menjaga, membimbing anak kita yang masih kecil. dalam pemahaman bahwa setiap orang tua ada kalanya akan lalai dalam menjaga anak, maka timbul tradisi kepercayaan meminta perlindungan dari sesuatu yang lain yang menurut kepercayaan kuno sangatlah nyata keberadaan dia yang akan kita minta perlindungannya.
dalam hal ini saya tidak menemukan sesuatu yang negatif pada tujuan pelaksanaanya. kecuali pandangan yang salah.
nah kalau kita tetap melakukan dengan pandangan yang benar, bahwa tidak bakal ada sesuatu mahluk lain yang akan melindungi anak kita. rasanya hal tersebut tidak lah salah.
LAKUKAN TRADISI KARENA TRADISI ITU SENDIRI
simpel, tiada kaitan LDM disini.
2. warisan
entah kapan mulainya tradisi ini, tapi setahu saya nenek moyang saya sudah melakukannya dari dahulu kala. diwariskan turun temurun. ayah pada anak, anak pada anaknya lagi dan seterusnya entah kapan tradisi ini akan hilang.
dengan alasan kebudayaan dan tradisilah menjadikan salah satu tonggak peradaban manusia maka mempertahankan tradisi ini menjadi sebuah hal yang menurut saya cukup layak.
apakah saya akan mewariskan pada anak saya sesuatu yang tidak bermanfaat? itu hal lain lagi.
menurut saya seorang anak akan cendrung mengikuti atau mencontoh orang tuanya apa lagi pada hal-hal yang tidak dimengerti, dengan anggapan bahwa tindakan orang tuanya tidak salah jadi apa salahnya diikuti? nah dulu kita sering dihadapkan pada kondisi kalau kita bertanya kenapa? para orang tua selalu berkata jangan membangkang lakukan saja. hal tersebut salah, tugas kita sebagai orang tua harus memberikan pandangan dan pemahaman yang benar dan baik pada anak.
jadi jika saya ternyata mewariskan pada anak saya tradisi ini, maka saya akan memberi tahukan pada mereka pandangan dan pemahaman yang benar pada anak-anak saya. boleh di ikuti boleh di tinggalkan.

so what? tidak ada yang salah toh pada tradisi ini?

hal tersebutlah yang menghapus keraguan saya pada tradisi ini dan mungkin juga pada tradisi tradisi yang lainnya diluar topik ini.

namun pemahaman saya mungkin saja salah, dan mungkin justru saya dikuasai oleh MOHA yang parah.
untuk itu walau saya tegas pada pernyataan saya diatas, saya sangat wellcome pada masukan.
saya akan sangat senang jika ada yang bisa meyakinkan saya benar
saya juga akan sangat senang jika ada yang bisa meyakinkan saya salah
saya belajar
untuk itu saya sangat haus akan masukan untuk memperbaiki diri.

 _/\_ _/\_

Sedikit out of topic...
Saya jadi teringat obrolan saya dengan teman saya dulu.

Pada saat pembicaraan mengenai metode meditasi samatha dan vipassana, ia mengatakan pada saya, lebih baik tidak usah meditasi samatha. Lakukan saja vipassana, ini adalah cara tercepat menuju nibbana.

Saya tanyakan kenapa kamu bisa bilang begitu? Ia menjawab dan menjelaskan maksud dan tujuan dari metode vipassana.

Oh benar juga.. tidak ada yang salah dalam penjelasannya.. pikir saya pada saat itu.
Maka teman ku ini bilang lagi, kalau kita meditasi samatha, inilah dampak2 yang dapat terjadi ( sambil ia menjelaskan kelebihannya antara kedua metode itu )

Sebentar... Saya potong dulu.. 
Kamu melakukan metode vipassana karena kamu BERHASIL melihat manfaatnya kan?
Saya bukan seorang Bhante yang dapat menjelaskan hal meditasi dengan gamblang, ini bukan bidang saya, namun saya dapat menjelaskan hal ini kepada anda.

Ada yang melihat manfaat dari Samatha, maka itu ia menjalankan meditasi tersebut.
Ada yang melihat manfaat dari Vipassana, maka itu ia menjalankan meditasi tersebut.
Ada pula yang menyadari manfaat dari keduanya, maka ia menjalankan Meditasi.

Dalam meditasi, anda tidak bisa menekan tombol menu untuk memilih metode mana yang berjalan dalam meditasi anda.
Dalam meditasi, anda tidak bisa memesan menu yang anda inginkan lalu muncul apa yang anda pesan.

Jangan karena anda berhasil melihat manfaat dari vipassana maka anda katakan bahwa samatha tidak berguna.

Mungkin manfaat dan tujuannya yang belum anda pahami maknanya?



Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #123 on: 08 September 2011, 10:28:52 AM »
Sedikit out of topic...
Saya jadi teringat obrolan saya dengan teman saya dulu.

Pada saat pembicaraan mengenai metode meditasi samatha dan vipassana, ia mengatakan pada saya, lebih baik tidak usah meditasi samatha. Lakukan saja vipassana, ini adalah cara tercepat menuju nibbana.

Saya tanyakan kenapa kamu bisa bilang begitu? Ia menjawab dan menjelaskan maksud dan tujuan dari metode vipassana.

Oh benar juga.. tidak ada yang salah dalam penjelasannya.. pikir saya pada saat itu.
Maka teman ku ini bilang lagi, kalau kita meditasi samatha, inilah dampak2 yang dapat terjadi ( sambil ia menjelaskan kelebihannya antara kedua metode itu )

Sebentar... Saya potong dulu.. 
Kamu melakukan metode vipassana karena kamu BERHASIL melihat manfaatnya kan?
Saya bukan seorang Bhante yang dapat menjelaskan hal meditasi dengan gamblang, ini bukan bidang saya, namun saya dapat menjelaskan hal ini kepada anda.

Ada yang melihat manfaat dari Samatha, maka itu ia menjalankan meditasi tersebut.
Ada yang melihat manfaat dari Vipassana, maka itu ia menjalankan meditasi tersebut.
Ada pula yang menyadari manfaat dari keduanya, maka ia menjalankan Meditasi.

Dalam meditasi, anda tidak bisa menekan tombol menu untuk memilih metode mana yang berjalan dalam meditasi anda.
Dalam meditasi, anda tidak bisa memesan menu yang anda inginkan lalu muncul apa yang anda pesan.

Jangan karena anda berhasil melihat manfaat dari vipassana maka anda katakan bahwa samatha tidak berguna.

Mungkin manfaat dan tujuannya yang belum anda pahami maknanya?

terima kasih..

satu lagi yang saya pelajari hari ini.

melihat adanya manfaat maka menjalankannya.

dan seperti uraian saya diatas, walau kabur tapi saya masih melihat manfaat tradisi ini walau mungkin orang lain tidak melihat seperti yang saya lihat.

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #124 on: 08 September 2011, 12:09:21 PM »
dalam tradisi budhis khan ada tradisi cetak buku dan menyalin sutra agar mendapat manfaatnya, tradisi itu berhubungan dengan LDM kah?

Pertama, saya tidak yakin cetak buku agama adalah tradisi khas Buddhis, karena agama lain juga melakukannya, meskipun ya ada dalam literatur yang disebut sutra.
Tradisi adalah perbuatan atau tindakan yang menjadi kebiasaan. Dan perbuatan selalu diawali dengan niat. Niat inilah yang berhubungan dengan dosa, lobha, dan moha. Jika di awali dengan niat yang bersekutu dengan LDM dan diteruskan, maka akan menjadi kebiasaan/tradisi yang tentunya tidak baik. Dan tentu saja cara dalam melakukan perbuatan juga membentuk sifat dari perbuatan itu sendiri, baik atau buruk.

Apa sih esensi awal terbentuknya tradisi cetak buku agama ini? Apa sih tujuan/niat awal dari melakukan cetak buku agama/sutra? Inilah yang perlu dikaji. Saat ini saya tidak pada posisi mengkajinya karena cakupannya cukup luas, Sdr. Ryu. Jadi harap maklum.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #125 on: 08 September 2011, 12:12:49 PM »
hampir dipastikan tiada konteks Loba dan Dosa pada tradisi ini. ini pemahaman saya pribadi.

Moha mungkin.

nah menjadi moha kalau kita tidak memahami atau memahami dan melakukan dengan tujuan pemahaman itu sendiri.
tradisi ini bertujuan meminta perlindungan pada ibu peri untuk melindungi anak. padahal hal tersebut sedikit rancu dengan meminta permohonan pada makhluk lain. toh karma kita lah yang akhirnya menentukan kondisi kita.
tapi menurut saya kalau kita melaksanakannya dengan maksud mempertahankan keunikan tradisi itu sendiri, dan juga akan mendapat ketenangan batin rasanya tidaklah salah dijalankan.
sekali lagi kita harus memahami bahwa saya melakukan bukan karena akan mendapat perlindungan, saya melakukan hanya alasan sebab lain yang tidak berhubungan dengan mencari perlindungan.

betul pada awal saya ragu, makanya saya buka topik ini dengan harapan mendapat jawaban yang tepat. banyak sekali ragam komentar dan masukan, beberapa saling bertentangan malah.
ada yang bilang sebaiknya ditinggalkan
ada yang bilang tidak apa-apa dilanjutkan

saya ambil jalan tengah, makanya saya kembali pada penilaian tradisi itu sendiri.
1. tujuan tradisi
tradisi ini bertujuan untuk meminta perlindungan Cheng Bu untuk melindungi, menjaga, membimbing anak kita yang masih kecil. dalam pemahaman bahwa setiap orang tua ada kalanya akan lalai dalam menjaga anak, maka timbul tradisi kepercayaan meminta perlindungan dari sesuatu yang lain yang menurut kepercayaan kuno sangatlah nyata keberadaan dia yang akan kita minta perlindungannya.
dalam hal ini saya tidak menemukan sesuatu yang negatif pada tujuan pelaksanaanya. kecuali pandangan yang salah.
nah kalau kita tetap melakukan dengan pandangan yang benar, bahwa tidak bakal ada sesuatu mahluk lain yang akan melindungi anak kita. rasanya hal tersebut tidak lah salah.
LAKUKAN TRADISI KARENA TRADISI ITU SENDIRI
simpel, tiada kaitan LDM disini.
2. warisan
entah kapan mulainya tradisi ini, tapi setahu saya nenek moyang saya sudah melakukannya dari dahulu kala. diwariskan turun temurun. ayah pada anak, anak pada anaknya lagi dan seterusnya entah kapan tradisi ini akan hilang.
dengan alasan kebudayaan dan tradisilah menjadikan salah satu tonggak peradaban manusia maka mempertahankan tradisi ini menjadi sebuah hal yang menurut saya cukup layak.
apakah saya akan mewariskan pada anak saya sesuatu yang tidak bermanfaat? itu hal lain lagi.
menurut saya seorang anak akan cendrung mengikuti atau mencontoh orang tuanya apa lagi pada hal-hal yang tidak dimengerti, dengan anggapan bahwa tindakan orang tuanya tidak salah jadi apa salahnya diikuti? nah dulu kita sering dihadapkan pada kondisi kalau kita bertanya kenapa? para orang tua selalu berkata jangan membangkang lakukan saja. hal tersebut salah, tugas kita sebagai orang tua harus memberikan pandangan dan pemahaman yang benar dan baik pada anak.
jadi jika saya ternyata mewariskan pada anak saya tradisi ini, maka saya akan memberi tahukan pada mereka pandangan dan pemahaman yang benar pada anak-anak saya. boleh di ikuti boleh di tinggalkan.

so what? tidak ada yang salah toh pada tradisi ini?

hal tersebutlah yang menghapus keraguan saya pada tradisi ini dan mungkin juga pada tradisi tradisi yang lainnya diluar topik ini.

namun pemahaman saya mungkin saja salah, dan mungkin justru saya dikuasai oleh MOHA yang parah.
untuk itu walau saya tegas pada pernyataan saya diatas, saya sangat wellcome pada masukan.
saya akan sangat senang jika ada yang bisa meyakinkan saya benar
saya juga akan sangat senang jika ada yang bisa meyakinkan saya salah
saya belajar
untuk itu saya sangat haus akan masukan untuk memperbaiki diri.

 _/\_ _/\_

Sebuah perbuatan buruk bisa diawali dengan dosa saja, lobha saja, moha saja, atau rangkaian dua di antaranya, ataupun rangkaian ketiganya. Jadi saat moha muncul pada pikiran meskipun sendiri maka bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang tidak baik. Bahkan dari apa yang pernah saya dengar (cmiiw), moha adalah kekotoran batin yang paling sulit dibanding dengan lobha dan dosa, karena dalam moha seseorang tidak lagi bisa melihat dan menilai baik sebagai baik dan buruk sebagai buruk, kadang menjadi seseorang yang keras kepala.

Sebagai orang awam yang senior-senior di DC menyebutnya sebagai puthujjana, kadang kala kita tidak menyadari bahwa kita sedang membenci/tidak menyukai sesuatu dengan menutupinya dengan melakukan perbuatan yang kelihatannya tidak membenci. Salah satu kasusnya dapat terjadi pada euthanasia. Seseorang memutuskan melakukan eutanasia kepada kerabatnya yang koma berbulan-bulan karena merasa kasihan, tidak tega kerabatnya menderita sakit terus. Sepertinya ini adalah perbuatan baik dimana membantu orang lain agar tidak menderita lagi. Padahal dibalik itu semua ada rasa benci, ketidaksukaan terhadap kondisi yang terjadi pada kerabatnya. Ia tidak suka kerabatnya menahan sakit, ia tidak suka melihat kerabatnya diinfus, bahkan tidak suka dengan bayaran tagihan rumah sakit yang membengkak.

Kita tidak suka anak kita nanti jatuh, kita tidak suka nanti anak kita sakit, tidak suka anak kita menangis pada malam hari, dst, bahkan tidak suka dimarahi orang tua dan dianggap anak durhaka. Berusaha menutupi ketidaksukaan ini kita melakukan perbuatan yang dianggap dapat melindungi anak dari jatuh, sakit dan menangis, dan dapat menghindar dari omelan orang tua, dalam hal ini kita melakukan tradisi pai cheng bu.

Jika bukan berlandaskan pada rasa tidak suka anak kita nanti jatuh, sakit dan menangis serta omelan orang tua, lalu apa dasarnya melakukan pai cheng bu? Apakah untuk mendapatkan pengakuan/penghargaan karena telah melakukan pelestarian budaya? Ini ujung-ujungnya adalah lobha, kehausan akan penghargaan dan kehormatan.

Inilah dosa, lobha dan moha yang terselubung, yang sebagai puthujjana kadang kala kita tidak melihatnya. Hanya para Arya saja yang telah bebas dari LDM. Untuk pembahasan LDM lebih mendalam saya persilahkan untuk menanyakannya pada senior-senior.

Demikian Sdr. Rico. Dan saya rasa sudah cukup saya menyampaikan pendapat saya mengenai tradisi pai cheng bu yang dikaitkan dengan Buddhisme sesuai dengan yang ditanyakan TS pada awal topik.

evam
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #126 on: 08 September 2011, 01:18:41 PM »
terima kasih..

satu lagi yang saya pelajari hari ini.

melihat adanya manfaat maka menjalankannya.

dan seperti uraian saya diatas, walau kabur tapi saya masih melihat manfaat tradisi ini walau mungkin orang lain tidak melihat seperti yang saya lihat.
terkadang manusia mencari zona aman untuk dirinya, mencari pemecahan masalah dengan mencari pembenaran2 yang sesuai dengan keinginannya.

itu saja dari saya.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #127 on: 08 September 2011, 01:28:03 PM »
Pertama, saya tidak yakin cetak buku agama adalah tradisi khas Buddhis, karena agama lain juga melakukannya, meskipun ya ada dalam literatur yang disebut sutra.
Tradisi adalah perbuatan atau tindakan yang menjadi kebiasaan. Dan perbuatan selalu diawali dengan niat. Niat inilah yang berhubungan dengan dosa, lobha, dan moha. Jika di awali dengan niat yang bersekutu dengan LDM dan diteruskan, maka akan menjadi kebiasaan/tradisi yang tentunya tidak baik. Dan tentu saja cara dalam melakukan perbuatan juga membentuk sifat dari perbuatan itu sendiri, baik atau buruk.

Apa sih esensi awal terbentuknya tradisi cetak buku agama ini? Apa sih tujuan/niat awal dari melakukan cetak buku agama/sutra? Inilah yang perlu dikaji. Saat ini saya tidak pada posisi mengkajinya karena cakupannya cukup luas, Sdr. Ryu. Jadi harap maklum.

ok thanks,

satu lagi om, apakah ada tradisi yg menghindari ldm dlm budis dan ajaran lain?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #128 on: 08 September 2011, 02:26:32 PM »
Tradisi Pai Cheng Bu vs Atanatiya Paritta (Atanatiya Sutta) ???
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #129 on: 08 September 2011, 03:01:41 PM »
Sebuah perbuatan buruk bisa diawali dengan dosa saja, lobha saja, moha saja, atau rangkaian dua di antaranya, ataupun rangkaian ketiganya. Jadi saat moha muncul pada pikiran meskipun sendiri maka bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang tidak baik. Bahkan dari apa yang pernah saya dengar (cmiiw), moha adalah kekotoran batin yang paling sulit dibanding dengan lobha dan dosa, karena dalam moha seseorang tidak lagi bisa melihat dan menilai baik sebagai baik dan buruk sebagai buruk, kadang menjadi seseorang yang keras kepala.

Sebagai orang awam yang senior-senior di DC menyebutnya sebagai puthujjana, kadang kala kita tidak menyadari bahwa kita sedang membenci/tidak menyukai sesuatu dengan menutupinya dengan melakukan perbuatan yang kelihatannya tidak membenci. Salah satu kasusnya dapat terjadi pada euthanasia. Seseorang memutuskan melakukan eutanasia kepada kerabatnya yang koma berbulan-bulan karena merasa kasihan, tidak tega kerabatnya menderita sakit terus. Sepertinya ini adalah perbuatan baik dimana membantu orang lain agar tidak menderita lagi. Padahal dibalik itu semua ada rasa benci, ketidaksukaan terhadap kondisi yang terjadi pada kerabatnya. Ia tidak suka kerabatnya menahan sakit, ia tidak suka melihat kerabatnya diinfus, bahkan tidak suka dengan bayaran tagihan rumah sakit yang membengkak.

Kita tidak suka anak kita nanti jatuh, kita tidak suka nanti anak kita sakit, tidak suka anak kita menangis pada malam hari, dst, bahkan tidak suka dimarahi orang tua dan dianggap anak durhaka. Berusaha menutupi ketidaksukaan ini kita melakukan perbuatan yang dianggap dapat melindungi anak dari jatuh, sakit dan menangis, dan dapat menghindar dari omelan orang tua, dalam hal ini kita melakukan tradisi pai cheng bu.

Jika bukan berlandaskan pada rasa tidak suka anak kita nanti jatuh, sakit dan menangis serta omelan orang tua, lalu apa dasarnya melakukan pai cheng bu? Apakah untuk mendapatkan pengakuan/penghargaan karena telah melakukan pelestarian budaya? Ini ujung-ujungnya adalah lobha, kehausan akan penghargaan dan kehormatan.

Inilah dosa, lobha dan moha yang terselubung, yang sebagai puthujjana kadang kala kita tidak melihatnya. Hanya para Arya saja yang telah bebas dari LDM. Untuk pembahasan LDM lebih mendalam saya persilahkan untuk menanyakannya pada senior-senior.

Demikian Sdr. Rico. Dan saya rasa sudah cukup saya menyampaikan pendapat saya mengenai tradisi pai cheng bu yang dikaitkan dengan Buddhisme sesuai dengan yang ditanyakan TS pada awal topik.

evam

sangat mendalam sekali pelajaran ini. saya sampe harus membaca berulang-ulang untuk dapat menangkap intisarinya.

terima kasih.

atas uraian senior Kelana, saya tidak dan atau belum bisa memberi komentar sikap pada tradisi ini.
sementara saya tarik semua ucapan saya diatas, saya akan merenungkannya kembali.
sepertinya saya sangat tertarik pada uraian Senior Kelana

boleh saya tau, di DC ini siapa yang menurut Senior Kelana yang mempunyai pemahaman yang lebih mendalam.
saya berencana Open Topic LDM ini pada sub Forum Diskusi Umum

atau apakah kita bahas disini saja, dan maukah anda memberikan pemahaman yang lebih detil tentang LDM?
seperti apa yang mendasari LDM ini, apa yang menkondisikan, dan lainnya
mohon bimbingan dari Senior

 _/\_ _/\_

Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #130 on: 08 September 2011, 03:03:47 PM »
terkadang manusia mencari zona aman untuk dirinya, mencari pemecahan masalah dengan mencari pembenaran2 yang sesuai dengan keinginannya.

itu saja dari saya.

seperti yang saya bilang, mungkin saya terserang penyakit parah yang bernama Moha.

mohon bimbingannya.
 
_/\_ _/\_

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #131 on: 08 September 2011, 03:11:08 PM »
seperti yang saya bilang, mungkin saya terserang penyakit parah yang bernama Moha.

mohon bimbingannya.
 
_/\_ _/\_

Kalau menurut saya, tradisi pai cheng bu tidak termasuk dalam belenggu Sakkayaditthi (pandangan bahwa ritual bisa membawa pada pembebasan / nibbana)...

sedangkan kalau micchaditthi (pandangan salah) itu, pedoman saya adalah 62 pandangan salah di dalam brahmajala sutta (Digha Nikaya).

CMIIW...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #132 on: 08 September 2011, 03:44:22 PM »
seperti yang saya bilang, mungkin saya terserang penyakit parah yang bernama Moha.

mohon bimbingannya.
 
_/\_ _/\_
dasarnya, cari tahu, sudah tahu berguna atau tidak, lakukan menurut yang anda nyaman anda lakukan.

tahu salah dilakukan juga
tahu salah tidak dilakukan
tahu benar tidak dilakukan
tahu benar langsung melaksanakan

soal nyaman atau tidak itu anda sendiri yang merasakannya.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #133 on: 08 September 2011, 04:06:47 PM »
dasarnya, cari tahu, sudah tahu berguna atau tidak, lakukan menurut yang anda nyaman anda lakukan.

tahu salah dilakukan juga
tahu salah tidak dilakukan
tahu benar tidak dilakukan
tahu benar langsung melaksanakan

soal nyaman atau tidak itu anda sendiri yang merasakannya.

jika tahu salah, namun tetap melakukannya?
itukah Moha sesungguhnya?
atau tahu benar tapi tidak dilakukan.
kadar moha mana yang lebih berat?

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: tradisi pai cheng bu
« Reply #134 on: 08 September 2011, 04:40:34 PM »
jika tahu salah, namun tetap melakukannya?
itukah Moha sesungguhnya?
atau tahu benar tapi tidak dilakukan.
kadar moha mana yang lebih berat?
diri sendiri yang melakukannya, maka akibatnya diri sendiri juga yang menanggungnya.

mengenai LDM, ada jalan yang menambah LDM, ada jalan untuk mengurangi LDM, tinggal anda laksanakan saja yang menurut anda baik.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))